18

1.9K 145 1
                                    

"Nah...sekarang bekas dari Travis sudah sepenuhnya hilang dari bibirmu. Aku baru saja menghapusnya baby"

Pipi Jeka langsung merona melihat senyum tampan kakaknya. Pemuda manis itu berusaha menyembunyikan rona manis di pipinya dengan menunduk.

Vicle merasa gemas dengan tingkah malu adiknya.

'Tahan Vic, tahan...' batin Vicle berusaha tidak menerkam sang adik di depan para pasukannya. Kacau nanti. Vicle berusaha mengalihkan pikirannya.

"Kita sudah selesai. Terimakasi. Ayo kita pulang ke markas"

Vicle berbicara menggunakan earphone yang terhubung dengan saluran para bawahannya supaya dia bisa memberi perintah kepada seluruh pasukan.

"Ayo baby"

Tangan kanan berlumuran darah milik Vicle itu mengamit tangan kiri putih pucat milik Jeka.

"Maaf baby, tanganmu jadi kotor"

"Tidak apa-apa kak, terimakasi"

Terimakasi.

Terimakasi.

Terimakasi.

Kata itu terngiang di kepala Vicle menghasilkan gelinyar hangat dalam relung dadanya. Menyambungkan kembali ingatan-ingatan tentang sosok Jeka yang cuek dan kasar.

Ucapan terimakasi yang malu-malu itu sungguh langka dari pemuda manis pujaan hatinya.

Drrrttttt

Sibuk dengan pikirannya, ponselnya bergetar.

"Halo Victor"

"Vicle! Segera keluar dari tempat itu! Para polisi sedang menuju kesana!"

Mendengar hal itu, Vicle langsung keluar dari mansion yang berlumuran darah itu. Masih tetap setia menggenggam tangan pucat.

"Siapa yang melapor ke polisi?"

"Kau bodoh! Pokoknya cepat keluar dari sana dan jangan menggunakan jalan utama! Para polisi menggunakan jalan itu!"

Mendengar informasi dari Victor, Vicle segera memberi perintah kepada anak buahnya untuk mengambil jalan tanah menuju hutan di balik mansion penuh darah itu. Dan mereka segera memacu mobil. Tampak raut wajah Jeka yang tegang, dipeluknya kesayangnya itu dengan lembut, dan mengecup pucuk kepalanya berkali-kali, berusaha menyampaikan bahwa ini akan baik-baik saja. Sedangkan Ricco yang sedang menyetir iri dengan adegan manis di jok belakang mobil.
Dan jangan lupa sambungan telpon dari Victor yang masih ribut.

"Aku tidak tau misi apa yang sedang kau lakukan, sampai kau menggunakan senjata terbaikmu yang sungguh berisik! Dan percikan api dari puluhan senjata itu seperti kembang api tahun baru! Kau sungguh bodoh! Dan kau menggunakan di ujung kota yang gelap! Itu sungguh menarik perhatian! Kau harus berterimakasi padaku! Karna dengan susah payah aku menahan mereka dengan segala ocehanku! Cihh mulutku sampai berbusa!"

"Haha, aku akan membalas budimu dengan baik pak pengacara. Terimakasi banyak, aku doakan kau mendapat kasus baru dengan bayaran tinggi! Haha"

"Hei! Apa Jeka ada di ru-"

Pip

Sambungan telepon itu diputus oleh Vicle, dan me-nonaktifkan ponselnya. Kalau Victor mengetahui jika Jeka diculik karenanya, maka pengacara terkenal itu akan membuatnya babak belur lagi.

Mobil-mobil pasukan Vicle melewati jalan tanah di tengah hutan itu dengan mulus, walaupun jaraknya untuk menuju markas 2 kali lebih jauh, itu bukanlah masalah.

Dan yang terpenting, kesayangannya telah tertidur lelap di pelukannya. Terlihat wajah tenang Jeka yang ikut terkena darah dari pakaian Vicle. Pemuda tampan pun memfokuskan matanya ke arah bibir cherry yang lembap itu. Sungguh, itu bagian favoritnya. Dan selamanya begitu.

Cup

Cup

Mengecup saja tidak cukup kali ini, Vicle m*l*m*t bibir bawah itu pelan agar tidak membangunkan Jeka.
Kemudian memeluknya erat seolah tidak ada hari esok.

.
.

Beberapa hari setelah insiden penculikan itu, Vicle datang ke rumah Victor, dia ingin berterimakasi sekaligus mengutarakan sesuatu.

Angin malam terasa semakin dingin, apalagi ketika Vicle keluar dari mobil dan berdiri di depan pintu rumah Victor. Nafasnya mengeluarkan asap.

Tok

Tok

Tangannya bahkan terasa ngilu ketika bersentuhan dengan pintu itu.

"Victor! Cepat buka pintu! Aku bisa mati kedinginan! Hei-"

Ceklek

Pintu terbuka dan menampakan pemuda tinggi yang mengoceh.

"Helehhh, seharusnya kau mati tiga hari yang lalu di mansion ujung kota itu! Disana kuyakin lebih dingin Hahaha"

"Sialan kau"

Vicle menerobos masuk dengan kantong belanjaan itu, dan merebahkan dirinya di sofa. Sudah seperti rumah sendiri ngomong-ngomong.

"Victor, cepatlah kesini. Ini pesananmu dan...."

"Dan apa?"

Victor sudah berada di depan Vicle.

"Dan aku ingin mengungkapkan kepada Jeka, siapa dia sebenarnya, semakin aku merahasiakannya, dia semakin memberontak. Bagaimana?"
Vicle menatap tajam ke arah Victor.

"Mmm...itu sih terserahmu, itu keputusanmu. Aku yakin kau sudah memikirkannya matang-matang. Tapi, apa kau akan mengungkap juga tentang apa yang dilakukan orang tua Jeka kepadamu?"

Victor bertanya dengan tajam, menusuk balik ke arah mata Vicle yang membelalak dan memucat.

"I-itu, aku tidak akan bilang, aku hanya akan bilang bahwa dia bukan adikku, dan dia adalah anak dari teman ayahku. Itu saja"

Vicle menatap lantai dibawahnya untuk menghindari tatapan menusuk dari Victor.

"Aku sungguh tidak mengerti. Ya, aku tahu kau mencintai anak itu lebih dari apapun. I know. Tapi, kalau melihat apa yang dilakukan orang tuanya kepadamu, aku sungguh tak sudi untuk mencintai anaknya. Tapi aku tahu kalau cinta itu tidak mengenal siapa yang akan didatanginya. Aku sungguh tidak menyalahkanmu, tapi aku hanya kesal saja dengan orang tua Jeka"

Vicle kemudian kembali menatap Victor setelah mendengar pembicaraan Victor.

"Kau benar aku memang kesal dengan orang tuanya dan aku punya dendam pada mereka setelah apa yang mereka lakukan kepadaku. Tapi Jeka sungguh tidak mengetahui apapun, walaupun dia anak dari orang itu, aku tidak peduli. Aku tetap mencintainya"

Mendengar hal itu dari Vicle, Victor menghela nafas berat.

"Vicle, aku tau Jeka hanya korban orang tuanya, akupun menyayanginya seperti adikku sendiri. Tapi, berhati-hatilah menyampaikan pada Jeka kalau dia bukan adikmu"

Vicle mulai ragu, pikirannya berpencar kemana-mana.













Tbc....

DANGEROUS BROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang