Karasuno VS Fukurodani.
Latihan dilakukan dua set, dan tim akan bertanding mengikuti giliran.
Posisi pemain konsisten seperti biasa dengan anggota reguler bermain di awal. Namun, sayangnya sejak tadi Karasuno tidak pernah mendapat poin. Bola yang memang berpihak pada Fukurodani tidak bisa dikembalikan. Bukan karena Karasuno melemah, tapi lebih kepada middle bloker mereka yang sering miss.
Hinata, sejak tadi selalu terlewatkan saat hendak memblokir pukulan yang masuk ke lapangan Karasuno. Meski sudah dibantu Tsukishima, tetap saja peran Hinata sangat dibutuhkan. Terlebih yang memberikan spike adalah Bokuto. Jika hanya satu blok, akan sangat sulit menghadangnya. Bisa-bisa tangan Tsukishima patah.
Peluit berbunyi, Ukai-san meminta break pertama.
Hinata tau akan kesalahannya. Meski tidak ada yang menegur, bahkan Kageyama dan Tsukishima yang biasanya bermulut pedas, dia sadar diri.
"Anu, pelatih. Sepertinya aku kurang sehat, bisa aku minta izin untuk beristirahat?" Tanya Hinata.
Jujur saja, cara bicara Hinata akhir-akhir ini agak berbeda. Anggota tim ingin bertanya, tapi Sugawara melarang mereka dan meminta agar membiarkan Hinata mengatakan sendiri.
"Y-ya. Istirahatlah. Biar Yachii yang menemani," jawab pelatih Ukai.
"Tidak, aku bisa sendiri. Terimakasih," Hinata membungkuk, lalu pamit pergi.
Tidak hanya tim Karasuno, anggota Fukurodani juga memperhatikan dengan bingung. Setahu mereka, nomor sepuluh dari Karasuno adalah mesin pencetak angka. Yang mana staminanya benar-benar tiada duanya.
Bahkan Nekoma yang sedang melawan Shinzen juga ikut terperangah. Anggota Nekoma yang tau kondisi Hinata cukup mengerti dengan situasi. Awalnya mereka mengira Hinata sudah pulih saat bertemu ketika ulangtahun Kenma. Namun, sepertinya dugaan mereka salah.
"Pelatih, aku akan melihat kondisi Hinata," Sugawara mengusulkan diri. Pelatih mengangguk paham dan kembali menyemangati tim. Kepergian Sugawara setidaknya membuat mereka sedikit lega. Kalau Sugawara, dia pasti bisa membantu Hinata.
Sugawara mengejar Hinata ke kamar, namun tidak ada. Di kantin juga sama. Hinata tidak terlihat dimana-mana.
Setelah mencari kesana-kemari, Sugawara mendapati Hinata sedang duduk sambil memeluk lutut di belakang gimnasium. Dia menghampiri dengan pelan dan memeluk bahu Hinata dari samping.
Hinata mengangkat wajah dan melihat senpai-nya duduk di sebelahnya.
"Daichi sudah menceritakan padaku, Kenma yang memberitahu. Jangan marah padanya, Daichi yang memaksa," ucapnya, menatap dalam pada manik jingga itu.
Hinata tak tau harus berkata apa. Dadanya sesak, wajahnya panas, bukan karena malu, tapi karena menahan luapan emosi yang dia tanggung selama ini.
"Aku tidak tau apa yang bisa kulakukan. Namun, aku tebak kamu tak pernah menangis. Karena sifatmu yang tak mau membuat orang khawatir." Lanjutnya.
Hinata makin merasa pedih. Sumbat emosinya mulai menegang seolah ingin lepas dan menumpahkan segala perasaan yang dia tahan selama ini. Dia tak bisa menangis di sekolah karena tak mau membuat temannya khawatir. Dia tak bisa menangis di rumah karena orangtuanya bisa khawatir juga. Dan, dia bahkan tak punya waktu sendirian cukup lama untuk menangis dan menunggu hingga bekas tangisannya hilang. Bagaimanapun dia menangis, orang-orang pasti akan sadar dan menjadi khawatir. Hinata tak mau itu terjadi.
"Untuk sekarang, menangislah. Jangan ditahan," ucap Sugawara lembut.
Benar saja. Bak air bah yang terdorong paksa keluar dari dam, tangisan Hinata keluar dengan derasnya. Rasa pedih, sakit, ngeri, takut dan trauma membuncah memenuhi dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Need You [Kenma X Hinata](END)
Fanfiction"Sampai jumpa nanti," ucap Kenma sambil membawa barang-barangnya. Kuroo juga ikut membantu. Mereka berdua meninggalkan Hinata yang masih terdiam. Ya, laki-laki bersurai jingga itu bernama Hinata Shoyo. Dia adalah pemain inti di klub voli SMA nya. Me...