3. 💥

2K 140 9
                                    


Karina meneguhkan hati, bahunya mengedik cukup kuat, dadanya mengembang sesaat kala menarik napas banyak. Dirinya tidak perlu sedih diusir dari sini, lagi pula dirinya tak berharap ada disini. Namun, yang Karina sayangkan disini adalah bagaimana cara pria itu mengusir dirinya.

"Iya kalo gue yang minta kesini, coba. Nah ini? Kan, gue ga minta dibawa ke sini." Karina bergumam sendirian, tangannya melipat dengan mata mendelik pasrah juga kesal.

"Amit-amit sumpah, ketemu cowok model begitu. Sujud syukur ada yang mau jadi istrinya, ampe punya anak tiga pula. Ck ck ck!  Pasti istrinya spek bidadari. Mana tahan manusia biasa mah!" Ungkapnya sambil merinding.

"Siapa tadi namanya? Ck! Ouh, Raffi."

"Heh, pak Raffi! Anda menyebalkan, yaa. Asal anda tahu, saya tu ditabrak sama anak kau! Anak kau main mobil ugal-ugalan!"

"Bicara itu sama orangnya, bukan sama pintu." Raffi berdiri menyandar angkuh pada sisi gawang pintu. Satu sudut bibirnya mengangkat terkagum atas apa yang ia dengar. Gadis itu berani sekali.

Karina sesaat terkesiap, lalu diam seribu bahasa tanpa sadar. Sesaat Karina membeku, namun segera mengendalikan mimik wajah, dirinya tak ingin terlihat lemah.

Raffi menatap pongah pada Karina yang berdiri di depan pintu kamar mandi di kamar luas ini, sedangkan Raffi berdiri di pintu, jarak mereka sangat jauh, ini membuat Raffi harus menelisik lebih fokus. Karina sudah rapih dengan baju baru disana.

"Kaariina. Well,.. biar saya tandain nama kamu." Raffi menaikkan satu alisnya seiring menghembuskan napas. Ditatapnya gadis cantik itu dengan menyepelekan.

"What?" Sontak Karina meringis sinis.

"Yang salah tu anak bapak, yaa. Dia yang tabrak saya sampe pingsan. Anak, tuh, noh, urus! Bukan dikasarin!" Sembur Karina menegakkan lehernya, matanya menatap sinis pada Raffi dari atas hingga bawah. Karina sangat kesal pada lelaki ini, entah kenapa. Ayah mana yang tega menampar anaknya?

"Jadi bapak tu, wong, yaa, belajar dulu parenting, bukan asal bikin! Ya iya, bikin, enak! Hobby, ya? Haha. Makanya anaknya banyak! Tapi kagak keurus!"

"Dasar! Lelaki patriarki!" Geramnya memajukan tubuh bagian atas serta mengepal kedua tangan.

'Prang!'

"Aaaa!!" Jerit Karina berjongkok histeris, kedua telinganya ia tutup dengan rapat, matanya tak berani membuka.

Raffi melotot dengan tubuh yang berdiri tegap. Bibirnya tidak membengis, giginya tidak bergemelatuk, namun wajah itu begitu menakutkan, napasnya membara dengan mata yang terus melebar seolah akan memakan Karina hidup-hidup. D

"Berdiri! Bangun! Mana nyali kamu?"

"Mana? Haa?" Desisnya menatap remeh. Karina disana justru menggeleng keras, matanya semakin menutup rapat.

"Kamu nunggu bibir kamu saya bakar? Hmm?" Geramnya dengan nada yang semakin kencang mendesak.

"Jawab!" Bentak Raffi penuh amarah. Bibirnya kini membengis, napasnya tertahan tuk bisa menghembus lembut. Urat-urat di sisi wajah tampannya begitu sempurna tercetak, menakutkan. 

"Babaa!" Teriak Florenzia dari kejauhan sana.

Florenzia berlarian dengan keringat yang berkucuran. Florenzia benar-benar terkejut kala diberi kabar oleh para pelayan. Jangan sampai ayahnya berbuat hal diluar nalar.

"Baba apa-apaan? Baba ga boleh!" Teriak Florenzia berdidi di hadapan ayahnya, kedua tangannya memukul kuat pada dada sang ayah.

"Dia bisa makin lapor polisi, babaa!" Bisik Florenzia berjinjit sekuat tenaga. Tubuh Florenzia memang pendek, tak sampai 160cm, jauh dengan tinggi ayahnya yang mencapai 183cm.

My Handsome Boss, My Lover [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang