6.

1.1K 92 4
                                    

Karina berdiri hening menatap kepergian Florenzia. Florenzia berubah menjadi sangat menjaga jarak, secara tidak langsung memaksa Karina agar melakukan hal yang sama. Hal ini membuat Karina hanya bisa menelan ludah saja.

Karina melipat bibir dengan pipi yang tidak ia angkat. Entah kenapa dirinya merasa sedih diperlakukan seperti itu oleh Florenzia, padahal dirinya berekspektasi hal manis, dikarenakan pertemuan mereka dan kebersamaan mereka tadi.

"Huft! Karinaa, kamu ga boleh gini yaa. Okay?" Ucapnya memperingati diri sendiri.

"Florenzia ga salah, ekspektasi kamu yang salah. Okay, okay? Semangat!" Lanjutnya dengan mata yang membuka cerah, kedua tangan mengepal naik dengan semangat.

Karina mendengus memaksakan diri untuk tersenyum. Wajahnya mengarah ke kanan ke kiri seolah ada yang menonton dirinya, jangan sampai orang melihat dirinya cengeng.

[MY HANDSOME BOSS, MY LOVER]


Satu minggu kemudian..

Pagi ini Karina sudah sangat siap, bersama seragam yang melekat, aksesori yang pas, dan gaya rambut yang diikat klasik memanjang di belakang.

"Hari ini sekolah, les catur, les piano, malemnya pergi ke party temen. Ouh, okay," gumamnya mengangguk-angguk ditengah kesendiriannya di dalam kamar.

"Bismillaah. Semoga hari minggu bisa jenguk ibu, aamiin. Semoga bisa beli apartemen, biar ibu ga di RSJ, biar pemulihannya normal aja." Karina berucap do'a dengan penuh ketulusan. Sungguh dirinya tak bermain-main dengan tanggung jawab ini.

Karina kini berada di bagian dapur pelayan dan bagian rumah yang memang khusus untuk berkumpul para pelayan yang menunggu tugas.

Raffi berjalan mengelilingi rumah besar miliknya seperti biasa. Di sampingnya ada pengurus rumah yang menjelaskan secara rinci apa yang diubah atau diperbaiki disini.

"Saya bantu aja, bi. Lain kali manggilnya Karin aja. Hehe. Saya masih dua lima, masih muda." Karina tersenyum ramah seiring ia membantu pelayan menyusun sampah bersih bagian perbukuan.

"Waduh? Dua lima, neng? Tebakan saya ga salah. Haha."

"Iya. Masih muda, kan? Hehe." Karina tak lupa menambah raut wajah bercanda yang khas. Karina sosok yang tidak menjaga jarak, bahkan cenderung bisa mendahului.

"Hei! Jangan bantuin bibi! Udah! Melanggar kode etik namanya. Biar bibi aja yaa. Udah, diem!"

"Iih, bii, ga papa, dong. Saya juga suka baca-bacainnya. Berasa jadi CEO." Karina mencebik tipis, matanya mengerling sebagai tanda tolakan.

Karina tak tahu saja di belakangnya ada Raffi yang berdiri menjulang, sedangkan dirinya berjongkok di depan wadah bersih dan bebukuan itu. Bahkan sampai keduanya tertawa besar pun Karina masih tak sadar di belakangnya ada siapa.

"Ergh! Gemess! Bibi gemes!"

"Aww! Aakh! Haha. Bibi geli! Haha. Aw! Gelii! Sakiit!" Jerik Karina terkesiap terus mundur tak jelas kala pelayan gendut berusia setengah abad itu terus mencubit sekaligus menggelitik sisi pinggang rampingnya.

"Aa! Hahaha! Ampuun! Gelii! Aawkh!"

'Brukh!'

My Handsome Boss, My Lover [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang