36. Menepati janji.♥️

1.4K 61 1
                                    

Mentari pagi semakin bebas menembus jendela kamar Raffi. Karina berjalan ke sana ke mari, membuka seluruh gorden, membuka jendela, membiarkan udara asli pagi hari memasuki kamar.

Wanita cantik berpakaian formal itu sibuk dengan dua pelayan yang ia beri perintah. Dua pelayan itu menghampirinya, lalu membungkuk segera pergi tuk melaksanakan tugas. Dari mulai menyiapkan air berendam untuk Raffi, memberi kabar keadaan makanan di dapur, mengambil pakaian kotor, membuang isi tong sampah, sampai mengganti sandal rumah. Semua Karina perintahkan dengan gesit, semua pula dirinya periksa dengan baik.

"Maaf, nyonya, perihal sprei. Semua pelayan bener-bener ga ada yang tahu sprei tiga hari yang lalu ke mana."

"Aah?" Gumam Karina baru saja memutar tubuh di sisi jendela.

"Ooh,.. itu mau dibuang. Ck! Yaa, biasa laah." Karina memicing seperti ibu-ibu gosip. Senang sekali pelayan itu mengangguk paham.

"Ohok! Ohok! Bo-hok!" Suara batuk Raffi begitu kencang terdengar. Kain tebal yang mengelilingi ranjang bahkan seperti tak berarti.

"Boh-Ohok! Ohok!"

"Bohong!" Teriak Raffi sulit dicerna jelas. Dirinya berguling ke kanan ke kiiri di atas ranjang dengan senyuman lebar di bibir. Tak tahu saja dirinya kalau Karina di sana melotot waspada.

"Bi, tolong seduh jahe pakai perasan jeruk nipis, yaa." Karina segera memerintah. Tangannya menetipis ingin buru-buru.

"Sama Lela. Lela! Tolong udahan nyetrika di sana! Suami bisa nularin batuk!" Teriak Karina berjinjit menatap isi walk in closet di mana satu pelayan berada.

"Baik, bu."

"Lelaa, sudah, Lelaa!" Teriak Karina segera menyusul ke dalam walk in closet. Segera pula pelayan bernama Lela itu pamit.

Raffi menyandar begitu gagah pada sandaran ranjang. Dadanya yang ditumbuhi bulu-bulu itu terekspose bebas. Begitu lebar seringai puas di bibir kala menyaksikan di sana Karina melangkah gontai setelah mengunci pintu kamar, mengusap keringat dengan hati-hati di sisi kening. Seperti biasa, make up istrinya bisa tebal di hari-hari tertentu.

"Bohong. Cih! Gitu aja sampe bela-belain bohong!" Desis Raffi membuat Karina di sana terkesiap. Ranjangnya sudah terlihat jelas, begitu pun dirinya.

"Ck! Apa si!"

"Dih, sewot!" Ejek Raffi semakin melebarkan senyuman sinis.

"Emang di mana spreinya? Sini! Biar aku lempar ke tengah rumah, biar semua lihat!" Tambah Raffi begitu tegas berucap. Karina di sana sampai membelalak tak habis pikir.

"Raffi?! Awas, ya! Diem!" Desis Karina melangkah cepat. Jarinya menunjuk berani seiring mengancam.

"Awas apa? Kamu ngancam seorang Raffi? Haaa?" Tukas Raffi bergeser untuk di sisi ranjang, menurunkan kedua kaki.

"Aaa!!" Teriak Karina menutup mata dengan kedua tangan. Kakinya melangkah mundur seperti dikejar hal menakutkan.

"Raffi! Pake baju, Raffi! Eerrgh! Nyebeliin!"

"Raffii! Orang bisa lihat dari kaca jendelaa!!" Jerit Karina terus memojok di antara lemari jam dan lekukan dinding. Karina benar-benar tak ingin membuka mata, tapi dirinya juga cemas. Bagaimana jika ada pelayan di sisi kamar mereka?

"Aaaa!" Pekik Karina melotot mendapati pinggangnya ditangkup, lalu dihentak tinggi. Karina seperti karung beras sekarang.

"I don't care!" Timpal Raffi dengan tawa renyah.

"Noo! Raffi, enough! Aku mau kerja!"

"Florenzia nunggu aku, Raffi! Aaaa!" Jerit Karina melot mendapati tubuhnya melayang, matanya menatap lama pada Raffi, lalu punggungnya membentur kasur empuk itu hingga tubuhnya naik turun.

My Handsome Boss, My Lover [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang