Kamis Malam
Lula memandang dirinya yang sedang berada di depan cermin seraya memoleskan serum serta cream di wajahnya. Ia kefikiran dengan ucapan Maisya siang tadi. Farah sudah menyetujuinya, bahkan menyambut bahagia usulan Maisya, tapi Lula belum menjawab walau ada keinginan hatinya untuk tinggal bersama dengan kedua sahabatnya selepas berpisah dengan Calvin, meski terpuruk, pasti ia tidak akan merasakan kesepian bahkan ada yang menguatkannya disaat-saat terpuruknya nanti. Tapi, tetap saja ada yang mengganjal di hatinya, entah itu apa... rasanya ia masih ragu.
"Aku sudah memesan tiket penerbangan ke Bali. Besok malam kita berangkat." Calvin menghampiri Lula lalu meletakkan dua tiket penerbangan di depan meja rias Lula.
"Bukankah ini saat yang tidak tepat jika kita pergi?" Lula merasa berat meninggalkan anak-anak, ia ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Ia merasa waktunya banyak berkurang untuk anak-anak setelah ia kembali bekerja.
"Aku tidak bisa membiarkan hubungan kita semakin memburuk, aku tidak mau kamu semakin menjauh dari aku." Jawab Calvin menatap mata Lula serius.
Lula balas menatap Calvin. Dari tatapan matanya ia berkata, karena diri kamu sendiri-lah hubungan kita seperti ini, tapi kamu membuat aku seakan memiliki andil dalam permasalahan kita.
"Aku tidak menerima penolakan, Lula." Ucap Calvin dengan tegas tidak ingin dibantah.
"Apa yang akan kita lakukan disana berdua saja?" Tanya Lula, ia benar-benar merasa berat jauh dari anak-anak.
"Kita akan memperbaiki hubungan kita dengan cara apapun. Kamu boleh berteriak, memukul, memaki aku, keluarkan semua perasaan dan unek-unek dalam hatimu. Aku akan dengan lapang dada menerimanya." Jawab Calvin yakin.
"Apakah setelah itu hubungan kita membaik? Aku rasa tidak, karena kamu hanya menyelesaikan permasalahan di permukaannya saja, tapi tidak dari akar permasalahan itu sendiri. Selagi kamu tidak merubah kebiasaan kamu yang curang di belakang aku, semua itu tidak akan mungkin, Calvin. Kamu dan aku, kita berada dalam hubungan yang toxic." Balas Lula tidak kalah mantap.
"Aku akan mendengarkan kamu, tidak cukupkah?" Ujar Calvin dengan sendu.
"Mendengar apa? Untuk menyudahi semua affair kamu? Bisa?" Tantang Lula.
Calvin menutup matanya. Lula tahu, Calvin tidak akan bisa.
"Aku menyadari jika aku dan anak-anak tidak akan bisa merubah kamu, makanya aku tawarkan..." Lula menghela nafas dalam, sungguh ia sulit mengatakan ini.
Calvin menatap Lula kembali. "Jangan katakan apapun, jangan bicara jika hanya itu yang kamu tawarkan. Aku tidak akan mendengarnya." Calvin menuju kasur, membaringkan tubuhnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Lula terpaku diam duduk di depan meja riasnya.
Hingga Calvin berkata lagi. "Jangan tinggalkan kamar ini dan menghindar, kamu tetap disini tidur bersamaku." Ucapnya seakan tahu niat Lula yang ingin tidur di kamar Tabitha saja.
Dengan gerak lambat Lula membawa tubuhnya mendekati kasur lalu membaringkan diri di sebelah Calvin. "Aku sudah mencobanya, memaklumi semua yang kamu lakukan di belakang aku, tapi ini bukan tentang aku dan kamu saja, tapi anak-anak kita juga. Aku berharap kita berdua tidak menjadi orang tua yang egois." Lula mengatakannya dengan mata tertutup dan suara kecil, tapi Calvin dapat mendengar semuanya dengan jelas.
Calvin memeluk Lula dari belakang. "Semua tidak seburuk dan separah yang kamu duga selama ini. Percayalah sayang.."
Tapi Lula tidak percaya.
#
12 Januari 2022 - 18:40
KAMU SEDANG MEMBACA
Egois (Tamat)
RandomTalullah sudah lama menyadari perselingkuhan suaminya, Calvin. Meski begitu Ia selalu menutupi walau ada beberapa pertengkaran diantara mereka. Hingga tanpa disadari Talullah perlahan mengikhlaskan Calvin, mulai tidak merasakan cemburu, dan yang ta...