12.B

18K 475 4
                                    

Astaga batin Lula, hanya bertanya itu? "Iya Pak." Jawab Lula tetap sopan. Walaupun ia sedikit kesal karena Marco tidak mengucapkan maaf mengenai kejadian barusan.

Marco menatap Lula tidak percaya. "Tapi.. Kamu terlihat seperti perempuan yang belum menikah."

Entah ini pujian atau bukan, Lula bingung dengan ekspresi serta pernyataan yang diberikan Marco. Lula pun tidak menjawab. Ia reflek melihat jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul 12:12, seketika ia resah karena jam kunjungannya akan semakin sedikit.

"Pak, maaf saya turun disini saja. Sampai ketemu di kantor ya Pak." Ucap Lula seraya membuka pintu mobil.

"Saya antar saja." Ucap Marco, menghentikan gerakan Lula.

Lula melirik ragu pada Marco, sementara Marco kembali melajukan kendaraannya.

"Usia anak kamu berapa tahun, Lula?" Tanya Marco, kini ia sudah menampilkan ekspresi biasa tidak seperti tadi.

Lula terdiam, ia butuh waktu untuk menjawabnya. Lagi-lagi, ia bertanya dalam hati, haruskah ia menjawab dengan menyebutkan usia Tarendra dan Tabitha juga? Ataukah cukup dengan menjawab usia Tigran saja?

Setelah berfikir sejenak, Lula lebih memilih untuk menjawab mengenai Tigran saja, ia tidak mau pembahasan meluas apalagi ini tentang kehidupan pribadinya. Belum lagi, ia tidak ingin dirinya mendapat pandangan tidak percaya lagi seperti tadi dari Marco. "Dua tahun empat bulan, Pak." Jawab Lula, akhirnya.

Marco menganggukkan kepala. "Boleh saya ikut mengunjunginya juga?" Tanya Marco.

Lula menatap Marco heran. Ia kembali bingung harus menjawab apa? "Apakah tidak apa-apa? Pak Marco belum makan siang."

Sementara itu jarak dengan kafe yang dimaksud Lula sudah semakin dekat. "Lula, dimana letak pasti tempat penitipan anaknya?" Tanya Marco yang sedang memperhatikan sekeliling seraya menyetir.

Lula tersadar. "Maaf Pak, setelah satu persimpangan lagi belok kanan."

"Oke." Jawab Marco lalu membelokkan mobil ke sebuah gedung yang multifungsi, karena berisi tempat makan, tempat berbelanja juga tempat penitipan anak.

Setelah memarkirkan kendaraan, Marco dan Lula serempak turun dari mobil, Lula kembali melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12:38 siang. Bergegas ia berjalan memasuki gedung diikuti Marco yang berjalan disebelahnya. Lula membiarkan saja, karena baginya yang terpenting saat ini melihat Tigran.

Benar saja, sesampainya di depan pintu tempat penitipan anak, Lula melihat Tigran menangis histeris sedang ditenangkan oleh baby sitter-nya, Tari. Lula berlari menghampiri Tigran, ia begitu khawatir pada putra bungsunya tersebut.

Tigran yang sudah melihat dan digendong Mama-nya tangisnya pun berangsur mereda. Dia menempelkan wajahnya pada dada Lula.

"Anak Mama cup cup, kenapa Tigran?" Ucap Lula.

Tidak ada jawaban dari Tigran, karena tak lama setelah digendong Tigran pun terlelap tidur.

Lula mengucup kepala Tigran berkali-kali, terselip rasa bersalah di hatinya.

"Apakah dia sakit?" Tanya Marco dengan suara sangat pelan hampir tidak terdengar.

Lula baru teringat jika dirinya pergi bersama dengan Marco. "Tidak Pak, sesekali Tigran akan seperti ini." Jawab Lula.

Sayangnya jam istirahat siang Lula semakin menipis, ia harus kembali lagi ke kantor. Dengan berat hati, Lula melepaskan gendongannya pada Tigran untuk digendong Tari. Tapi baru saja mau diserahkan, Tigran terbangun dari tidurnya dan menolak untuk digendong Tari. Ia bahkan menangis jika Lula berusaha untuk melepaskan gendongannya.

"Tidak apa-apa, kamu disini saja. Kegiatan di kantor saat ini pun tidak terlalu sibuk." Ucap Marco.

Lula menatap Marco tidak enak sekaligus bersyukur.

"Kamu belum makan siang." Marco lalu menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan Tigran yang sedang misuh-misuh. "Adik Tigran sudah makan siang belum?"

Tigran menggeleng seraya memanyunkan bibirnya.

"Tadi sudah saya buatkan susu dan berikan camilan tapi Tigran tidak mau, Bu." Ucap Tari tidak enak.

"Tidak apa-apa Mbak, Tigran mungkin sedang tidak selera dengan camilan yang dibawa." Jawab Lula menenangkan.

"Yuk, Om gendong. Kita makan siang bersama." Marco mengulurkan tangannya untuk menggendong Tigran, Lula kira Tigran tidak akan mau digendong Marco, karena ini merupakan pertemuan pertama mereka. Tapi diluar dugaan, Tigran menyambut uluran tangan Marco tersebut.

"Good boy." Ucap Marco seraya menggendong Tigran tinggi-tinggi. Tigran tertawa dengan kencang.

Lula tersenyum sekaligus takjub melihatnya.

#

Egois (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang