[6] Gigi dan Minuman Kaleng

504 114 8
                                    

♥♥♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♥♥♥

Askila benar. Bu Ermi memang nggak memeriksa hasil kerja aku dan Yardan. Kami hanya perlu bertemu dengannya dan mengatakan bahwa tugas kami sudah selesai—atau lebih tepatnya, tugas Yardan yang sudah selesai, sedangkan aku hanya berbohong.

Yardan mengomel ketika aku memberitahu yang sebenarnya, kalau aku sama sekali nggak membersihkan apa pun di toilet. Dia misuh-misuh dengan berceloteh kenapa aku nggak memberitahunya juga. Tapi Yardan langsung bungkam saat aku menyodorkan surat undangan ulang tahun dari Askila.

"Anjrit, anjrit, anjrit!" pekiknya secara dramatis. Persis seperti orang kesurupan yang menggelikan. "Tadi lo ketemu Kila?" tanyanya.

Aku mengangguk kecil. "Lebih tepatnya dia yang nyamperin gue."

"Anjrit!" Matanya berbinar menjijikan. "Kita harus dateng, Gi. Harus! Pokoknya harus! Gue harus pakai baju apa, ya, biar kelihatan keren?"

Aku menatap tak percaya. "Seriously, Yardan?"

"Kenapa?" Dia menatap tak acuh.

"Askila nggak akan naksir lo walaupun lo pakai baju paling keren sekalipun," aku mencibir.

"Ya elah, Gi. Namanya juga usaha. Didukung dong temen lo ini." Yardan memelas.

"Gue rasa, Askila punya selera yang tinggi soal cowok."

"Jadi, maksud lo gue ini rendahan!?" Dia melotot nggak terima, aku hanya nyengir, lalu kembali celingukan mencari sebuah mobil yang katanya datang menjemputku.

"Mungkin juga dia nggak tertarik buat pacaran. Lo tahu, kan? Waktunya dia habis buat belajar, bukan dibuang-buang buat sesuatu yang nggak penting kayak lo."

Yardan berdecih. "Juga lo," dia menambahkan. "Ini temennya Bang Theo jadi jemput lo kagak sih? Gue anterin aja deh ke kostan Bang Theo."

Aku menatap layar ponselnya, menunggu pesanku diterima oleh yang bersangkutan, dibaca, lalu dibalas. Tapi lima menit berlalu, di bubble chat-ku hanya terpampang ceklis satu berwarna abu-abu, yang artinya terkirim namun belum sampai ke sana.

Orang itu adalah yang aku anggap sebagai penipu ketika pertama kali dia mengirim pesan padaku, yang membuat ponselku disita oleh Bu Ermi. Bang Theo mengonfirmasi sendiri, bahwa memang dia punya teman yang namanya Alden yang akan menjemputku sepulang sekolah dan membawaku ke kostan Bang Theo karena dia ada keperluan mendadak di kampus.

Hal itu membuatku sebal, dan menunggu tanpa kejelasan seperti ini juga membuatku tambah sebal.

Karena percakapan kami sempat terputus akibat aku nggak pegang ponsel sampai pulang sekolah, aku jadi nggak tahu harus ngapain sekarang. Dan Kak Alden ini juga mendadak tidak bisa dihubungi. Dia mati? Maksudnya, ponselnya mati?

"Itu bukan sih mobilnya, Gi?" Yardan yang sejak tadi tidak turun dari motor Scoopy-nya, dengan setia menungguku sampai aku dijemput oleh orang yang benar, menunjuk ke arah sebuah mobil Brio kuning yang terparkir di pinggir jalan, di sisi tembok sekolah.

Gigi dan Para BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang