Aku terlalu sibuk bingung karena semuanya terjadi terlalu tiba-tiba dan terasa begitu aneh. Mulai dengan kedatangan Askila ke toilet belakang sekolah dan mengatakan kalau dia khawatir padaku, sampai akhirnya kami berakhir di sebuah resto Jepang ketika jam sekolah masih berlangsung.
Askila mengajakku membolos.
Iya, Askila yang itu. Yang namanya nggak pernah absen dari daftar peringkat tertinggi di sekolah. Yang namanya dikenal oleh semua orang karena prestasi dan kecantikannya. Yang namanya selalu dibicarakan orang karena segala rangkaian hal baik. Askila yang itu.
Bukan memanjat lewat tembok belakang, tapi Askila dengan percaya dirinya mengatakan pada satpam penjaga gerbang depan kalau dia harus pulang karena ada urusan mendadak yang nggak bisa dijelaskan. Satpam itu tidak mempertanyakan apa pun lagi, begitu saja mengizinkan Askila keluar melalui gerbang utama.
Apa itu karena segala hal yang baik yang diketahui semua orang? Jadi, tanpa curiga sedikit pun, Pak Satpam dengan mudah memberi gerbang untuk Askila. Pak Satpam justru mempertanyakanku. Dia nggak tahu aku-tentu saja, kecuali dia sudah melihat video di akun anonbitch. Untungnya, Askila menjelaskan. Lagi-lagi Askila mengatakan kalau aku temannya.
Seperti dihipnotis, Pak Satpam tanpa mengatakan apa pun lagi, langsung mengizinkanku untuk ikut bersama Askila.
Tentu saja aku melongo. Semuanya terlalu baru untuk aku yang selama hampir sekolah tiga tahun di sekolah ini hanya jadi murid biasa yang tidak punya prestasi gemilang dan nggak terkenal-sebelum hari ini terjadi. Apa jadi orang pintar sekaligus terkenal, sekaligus cantik, sekaligus orang kaya itu begitu, ya? Selalu dikategorikan ke dalam daftar yang harus dispesialkan.
"Pesen aja yang banyak, gue yang bayar," katanya saat buku menu sudah ada di tangan kami berdua, dan aku kebingungan mau pesan sushi yang mana.
Aku tersenyum kecil. Kembali merasa bingung. Bukan hanya perkara sushi, tapi semuanya yang terjadi dalam waktu beberapa jam ini. Apa aku bahkan bisa menelan potongan sushi setelah membaca ratusan komentar gila yang ada di unggahan video itu? Pikiranku masih ada di sana. Sekarang aku benar-benar nggak yakin sushi bisa membuat mood-ku membaik.
Akhirnya aku hanya memesan satu mangkuk ramen, mengikuti pesanan Askila. Tidak ada sushi. Sushi hanya ada untuk momen bahagia, saat ini aku sedang tidak bahagia dan aku nggak yakin sushi membantuku jadi lebih baik.
Apa ini pertama kalinya aku menolak sushi yang jelas-jelas ada di depan mataku?
Au harap aku nggak akan menyesalinya di kemudian hari.
"Lo nggak apa-apa kan bolos gini?" Askila bertanya. Pertanyaan yang seharusnya aku lontarkan pada murid rajin kebanggaan sekolah sepertinya.
Aku nyengir. Tidak tahu harus mengatakan apa-apa. Merasa ini salah, tapi juga aku memang sedang ingin melarikan diri dari semuanya. Maksudku, tentang video itu. Dan tentang Askila .... Aku rasa, aku salah berada di sini bersama Askila.
"Gigi?"
Aku menoleh ke sumber suara. Seorang cowok yang rambutnya berantakan dan lebih panjang dari ketika aku ketemu pertama kali, berdiri di samping mejaku dan Askila.
"Maksudnya ... Gisela." Dia nyengir. Senyum aneh itu tercetak di bibirnya, dan tanpa sadar membuat sudut bibiku juga terangkat, hanya karena Kak Alden meralat namaku. Lalu raut wajahnya berubah galak. "Lo ngapain di sini? Ini masih jam sekolah, kan? Bolos? Gue bilangin-"
"Kak," aku mencegah, meraih tangannya yang sudah akan merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Berdiri untuk sejajar dengannya.
"Hai, Kak." Askila tiba-tiba ikut berdiri. "Saya Askila, temennya Gisel." Dia mengulurkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gigi dan Para Bintang
Jugendliteratur[SELESAI] Bintang membuat malam gelap Gigi lebih bersinar dari biasanya. Bintang membuat langit hitam Gigi lebih gemerlap dari biasanya.