"Kamu ngapain ke sini?" Bu Retno menatap Yardan yang sejak tadi mengekori aku, Raje, dan Bu Retno ke ruang BK, padahal dia tidak seharusnya ikut.
"Mau ikut aja."
Aku melongo mendengar jawaban Yardan barusan.
"Ngapain? Sana kembali ke kelas!"
"Nggak mau."
"Oh, kamu mau saya kasih poin pelanggaran kategori bolos, ya?"
Yardan masih kelihatan tidak peduli. "Bu, mau bahas soal video itu, kan?"
Aku menunduk, Raje masih tetap berdiri di sampingku dengan wajah datarnya, Bu Retno agak terkejut.
"Kalaupun iya, ini nggak ada hubungannya sama kamu," Bu Retno menegaskan.
"Saya sahabatnya Gigi, Bu."
Bu Retno menatapku, seperti asing dengan panggilan Gigi yang baru didengarnya, tapi dia tahu kalau yang Yardan maksud adalah aku. "Tetep aja, Yardan .... Ini—"
"Saya tahu siapa orang dibalik akun itu," Yardan memotong, membuatku langsung menoleh padanya, begitupun dengan Raje, wajahnya berubah terkejut—tapi bukan jenis terkejut yang menandakan bahwa dia tidak tahu soal siapa yang Yardan maksud, tapi terkejut karena tidak menyangka kalau Yardan akan mengatakan hal itu. Ini memperkuat apa yang aku curigai dari mereka berdua.
Bu Retno menatap Yardan serius, matanya mencoba menelisik kebenaran dari yang barusan beliau dengar. Lalu berdeham singkat. "Ayo, masuk."
Akhirnya kami bertiga—berempat dengan Bu Retno—masuk ke ruang BK, ruangan yang tidak pernah aku sangka kalau selama aku sekolah akan aku masuki, baik karena bermasalah atau curhat masalah pribadi. Aku nggak pernah mau masuk ke ruang BK, tapi ... di sinilah aku sekarang, duduk di tengah-tengah antara Raje dan Yardan yang tadi sempat melayangkan tatapan tajam pada Raje karena Raje tidak mengizikan aku duduk di paling pinggir sofa dan Yardan di tengah antara aku dan Raje—Yardan ingin aku berpisah dengan Raje.
Setelah Bu Retno duduk di sofa tunggal, beliau menatap kami satu per satu, membuatku merinding sampai akhirnya memutuskan untuk menunduk saja. Jadi begini hawanya masuk ke ruang BK karena sebuah masalah? Suram sekali. Di tahun terakhirku duduk di bangku sekolah, tidak seharusnya aku bermain-main sampai buat masalah begini, aku seharusnya fokus belajar. Buku UTBK-ku yang tebalnya minta ampun itu pasti sedang meledek sekarang.
"Saya sebenernya pengin langsung panggil orangtua atau wali kalian berdua ke sini, tapi ada baiknya saya denger cerita dari sisi kalian—walaupun kayaknya ini nggak terlalu penting juga."
"Gigi nggak salah, Bu," setelah sekian lama, akhirnya Raje bersuara. "Dan saya juga nggak bersalah atas video itu. Bukankah itu sudah termasuk ke ranah privacy yang seharusnya nggak ada campur tangan pihak sekolah sampai segininya? Kecuali saya dan Gigi melakukan hal itu di sekolah atau masih memakai seragam sekolah. Iya, kan? Bu, kami tahu kami masih sekolah, tapi Ibu juga harus tahu kalau kami sama-sama sudah berusia tujuh belas, sudah masuk usia legal."
Yardan berdecih kecil, tapi dia membalas dengan arti yang sama seperti Raje, mengatakan bahwa aku dan Raje tidak bersalah, "Bukannya yang harus disalahin itu yang nyebarin videonya, Bu? Alias si orang di balik akun Instagram itu. Lagian akun itu udah bikin resah berkali-kali kan, Bu? Nggak cuma sekarang. Saya rasa, akun itu bukan cuma ngejelekin orang yang mereka posting aja, tapi secara nggak langsung ngejelekin nama sekolah."
Bu Retno masih mendengarkan dengan serius, dari tatapannya terlihat kalau beliau sedang menyerap setiap kata yang dikatakan oleh Raje dan Yardan barusan. Sementara aku akan punya peran yang lebih banyak menyimak, tidak akan terlalu banyak berbicara, atau mungkin akan berbicara kalau ditanya saja, dan tentu saja aku akan menerima apa pun yang nantinya sanksi yang akan diberikan oleh Bu Retno.
![](https://img.wattpad.com/cover/297197134-288-k753822.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gigi dan Para Bintang
Fiksi Remaja[SELESAI] Bintang membuat malam gelap Gigi lebih bersinar dari biasanya. Bintang membuat langit hitam Gigi lebih gemerlap dari biasanya.