[12] Gigi dan Teman Baru

405 103 17
                                    

"Lo balikan sama Raje?" 

Aku mendongak, menatap Masha lewat pantulan cermin di hadapan kami. Dia kelihatan begitu memancarkan aura yang dingin. "Lo—"

"Jawab gue?!" dia tiba-tiba membentak. Aku terhenyak, gerakan tanganku yang berada di bawah air mengalir terhenti seketika. Suaranya membuatku membeku, bahkan bel masuk pun tak aku hiraukan.

Mataku bergetar menatapnya. Apa dia marah karena aku menuduhnya soal akun anonbitch itu? Raje bilang kan dia sudah menanyakan hal itu pada Masha. Dan Masha pasti sudah menebak kalau Raje begitu karenaku. 

"Kenapa lo nanya begitu?" tanyaku dengan suara bergetar. Aku ingin pergi dari sana tapi kakiku seolah terpaku di sana dan tidak bisa bergerak sama sekali. Tatapan menusuk itu berhasil membuatku ketakutan.

"Gisel, gue tuh nanya sama lo, apa lo balikan sama Raje? Di pesta ulang tahunnya Kila."

Aku kembali terhenyak. Jangan bilang ... Masha melihatku bersama Raje malam itu, terlebih lagi melihat Raje yang mendekapku dan menciumku. Apa Masha cemburu? Dan dia benar menyukai Raje? Makanya saat ini dia kelihatan begitu marah.

"Nggak ...," jawabku masih dengan nada yang sama. "Kami cuma ...." Pelukan dan ciuman. Pelukan yang hangat dan ciuman yang lembut, yang sampai detik ini aku sendiri nggak mengerti kenapa Raje begitu, tapi sayangnya aku suka dengan pelukannya dan juga ciumannya.

"Argh, brengsek!" Masha mengumpat dengan suara yang lebih keras sebelum mengusap wajahnya dengan kasar dan menyugar rambutnya. Dia menatapku dengan tatapan frustrasi.

Dengan tubuh yang gemetar dan kedua tangan yang sudah mencengkeram sisi rok dengan kuat, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Apa lo suka sama Raje?"

Masih dengan tatapannya yang menusuk, Masha berdecih. "Lo pikir, gue begitu?"

"Bukannya begitu?"

"Sinting," Masha yang membalas begitu sebelum meninggalkanku di toilet, pergi begitu saja tanpa menjelaskan apa pun yang membuatku bingung setengah mati sampai ketakutan begini.

Ada beberapa hal yang selalu ingin aku hindari selama aku hidup di dunia, alias aku selalu berdoa untuk kejadian seperti ini nggak menimpaku. Salah satunya ribut dengan perempuan lain hanya karena perkara laki-laki.

***

Setelah selesai menenangkan diri selama beberapa saat di toilet, aku kembali ke kalas. Dan tentu saja di kelas sudah ada guru yang duduk manis di kursinya. 

"Gisela?" beliau menegurku ketika aku masuk ke kelas tanpa mengatakan apa pun. "Habis dari mana kamu?"

Aku diam beberapa saat, lalu menjawab dengan pelan, "Toilet, Bu. Maaf ...."

"Kamu nggak apa-apa? Sakit?"

Apa wajahku pucat?

Aku tersenyum kecil. "Sembelit," jawabku asal tanpa mempedulikan respons orang-orang di kelas yang tengah menahan tawanya.

"Mau ke UKS aja? Kamu bisa minta obat di sana."

"Nggak apa-apa, Bu." Lalu aku pamit pergi menuju tempat dudukku yang ternyata kosong, tidak ada Yardan di sana, padahal sebelumnya dia tengah asik membaca komiknya sambil cekikikan nggak jelas.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas demi menemukannya. Dan ternyata cowok itu pindah tempat duduk ke barisan paling depan yang berhadapan langsung dengan meja guru. Bagaimana dia bisa duduk di sana? Bagaimana dia bisa duduk dengan sang ketua kelas yang katanya menyebalkan? 

Masih ada sesuatu yang seharusnya kami bahas, tentang bagaimana dia pagi ini bisa meninggalkanku tanpa mengatakan apa pun sebelumnya, kini dia menambah daftar pembahasan itu dengan memilih pindah tempat duduk. Tapi sayangnya, aku sudah nggak punya tenaga apa pun untuk membahas apa pun. Tenagaku sudah luntur semua di toilet tadi.

Gigi dan Para BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang