[5] Gigi dan Sang Penipu

579 120 5
                                    

♥♥♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♥♥♥

Sama seperti kemarin, hari ini pun hujan turun meski tidak begitu deras. Gerimis yang turun sejak jam pelajaran kedua sudah sukses membuatku ngantuk. Pelajaran Sejarah memang selalu berhasil membuatku ingin tertidur di dalam kelas, dalam keadaan hujan atau tidak. Sebab guru di depan sana tidak seperti sedang mengajarkan sesuatu, melainkan sedang membacakan dongeng.

Bukan cuma aku kok yang ngantuk, hampir seluruh siswa di dalam kelas ini pun setidaknya sudah menguap sebanyak lima kali selama jam pelajaran. Begitu juga Yardan yang duduk di sampingku. Dia menguap, tapi kelihatan nggam bosan karena kini dia sedang membaca komik yang dibawanya dari rumah.

Cowok itu pagi tadi mengomel sampai seluruh orang yang ada di kelas menoleh ke arah kami-padahal biasanya kami selalu nggak dipedulikan. Yardan mengomel setelah menemukan surat izinnya ada di meja guru, tentu saja lengkap dengan amplop pink beraksen hati.

Tapi meski begitu, aku tahu dia hanya kesal. Nggak mungkin marah apalagi sampai mendiami aku berhari-hari. Sebab dia hanya perlu tahu, bahwa kami berdua harus selalu mengandalkan jika di sekolah. Kan sama-sama nggak punya teman akrab, dan terlalu malas untuk mencari teman.

Aku dan Yardan duduk di barisan paling belakang, di barisan pinggir dengan aku yang di bagian dekat tembok. Jadi, kalau aku tidur sekarang nggak apa-apa, kan?

Tapi baru mau memejamkan mata, ponselku yang diletakkan di tengah-tengah buku pelajaran yang ditutup, terlihat menyala. Ada satu notifikasi pesan yang masuk. Dan ketika aku membawa ponselnya ke kolong meja, pesan lainnya muncul, dari nomor yang sama, nomor yang tidak dikenal.

| Halo, Gigi. Ini gue Alden, temennya abang lo.
| Gue dapet pesen dari abang lo suruh jemput lo di sekolah, soalnya dia mendadak ada urusan di kampus yang nggak bisa ditinggalin.
| Kira-kira lo pulang jam berapa?

Aku berjengit sejenak melihat isi pesan itu. Tukang tipu mana lagi ini? Mentang-mentang aku udah punya KTP, orang-orang semakin gencar menawari aku asuransi atau pinjaman online. Sekarang modusnya ngaku-ngaku sebagai saudara?

Yardan menoleh padaku, dia bertanya tanpa suara setelah melihat ekspresiku yang berubah, "Ada apa?"

Aku hanya mengangkat bahu tak acuh. Memilih mengabaikan pesan singkat itu dan melanjutkan niatku untuk kembali tidur. Nggak apa-apa deh kalau kena tegur. Habisnya suruh siapa mengajar seperti mendongeng?

Tapi baru juga aku mau memasukkan ponsel ke kolong meja, satu pesan singkat kembali muncul. Dari nomor yang sama.

| Gigi?

Aku semakin mengerenyit. Siapa pula yang nyebarin kalau nama panggilanku itu Gigi?

Akhirnya dengan gerak malas, aku membalas pesan tersebut. Kalau beneran ini penipu atau orang yang akan menawarkan asuransi atau pinjaman online, aku bisa mulai mengikuti permainan yang mereka lakukan. Lumayan, hiburan di tengah membosankannya kelas.

Gigi dan Para BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang