6. Luka

5 2 0
                                    

"Luka ini belum pulih, lalu kenapa kau ingin menggoresnya lagi?"

-Argantara

***

"Gimana perasaan lo, Mey? Udah lebih baik?" tanya Indah, melihat kedatangan Meyra yang baru saja duduk disampingnya.

"Lumayan, Ndah. Sempat panas tinggi juga semalam, dan akhirnya gue di larikan ke rumah sakit."

"Serius?! Lo kok gak ada ngasih tau gue, sih?"

"Sorry, gue gak pegang handphone kemarin. Di sita sama Bokap."

"Papa lo marahin lo lagi?"

"Ya, seperti biasalah. Gue harus tampil sempurna seperti biasa, jatuh sakit aja gak boleh. Padahal, 'kan gue juga manusia biasa. Bisa jatuh sakit atau pun mati kapan aja."

"Sttts, omongan itu doa. Hati-hati lo kalau ngomong, Mey. Gak baik ngomong kayak gitu."

"Gue cape, Ndah. Dipaksa dewasa oleh keaadan. Gue pengen ngelakuin hal yang gue suka tanpa ada halangan atau bahkan protestan dari orang lain."

"Gue pengen hidup tenang, damai, dan bahagia. Bukan di tuntut harus sempurna, pintar, dan berprestasi. Dan di tuntut harus menjadi hebat dan menjadi bintang di mata orang-orang. Gue terlalu lelah sama semuanya."

"Kali ini gue benar-benar capek, Ndah."

Indah ikut prihatin sekaligus sedih melihat sahabatnya. Memeluk Meyra erat sambil menenangkannya sebelum menangis.

"Tenang, Ndah gue gak bakal nangis di kelas. Gue juga tau resikonya gimana."

"Papa lo ngelarang ini dan itu, selama ini lo nurutin semua kemauannya. Bahkan Papa lo sendiri gak tau apa kemauan lo sebenernya. Gue kalau di posisi lo pasti gak bakal kuat. Lo hebat, lo mampu ngelewatin semuanya sampai titik ini."

"Kalau boleh jujur sama keadaan, gue serius gak sanggup, Ndah. Gue capek, gue juga pengen ngerasain bebas memilih apa yang gue mau. Bukan apa yang Papa gue mau. Gue cape pura-pura hebat dan bahagia di depan banyak orang demi Papa gue."

"Apa lo pernah ngejelasin ini ke Papa lo?"

Meyra menggeleng pelan, "Bahkan mengatakan tidak aja gue gak bisa."

"Seharusnya lo jelasin ini baik-baik ke Papa lo, Mey. Lo bilang ini bukan kemauan lo, dan lo harus jelasin apa yang lo pengen selama ini. Gue yakin beliau pasti ngerti."

"Percuma, Ndah. Dulu waktu SD kelas enam gue pernah bilang bahwa gue suka musik dan ingin terjun ke dunia musik. Tapi kata Bokap, gue harus belajar biar bisa ngelanjutin study ke luar negeri. Dan nyokap bilang gue cocoknya jadi model. Semuanya gue usahain nyanggupin walaupun sebenarnya gue gak sanggup."

"Lo tau alasan gue ikut ekskul modeling dari SD dan rajin ikut les tambahan? Itu semua demi keinginan Papa dan Mama gue. Yang bahkan saat tujuan itu hampir terwujud mereka berpaling muka. Mereka bangga dan memuji gue cuma di depan orang banyak aja. Saat gue sendiri mereka bahkan gak pernah bertanya, 'apa kamu selama ini bahagia, Nak?' Gak ada. Yang mereka bilang, gue harus lebih baik dari sebelumnya, lebih rajin. Gue capek, Ndah. Gue capek! Rasanya gue pengen menghilang atau pergi jauh dari sini."

"Sabar, Mey. Gue gak tau seberat dan sesedih apa yang lo laluin selama ini. Pasti berat banget buat lo ngadapin semuanya sendiri. Jangan nangis, jangan sedih, jangan ngerasa lo sendiri. Ingat, ada gue. Bahkan ada Arga yang selalu cinta dan perhatian sama lo."

Meyra menggeleng cepat, "Enggak, Arga terlalu baik buat gue. Gue gak mau bikin dia sedih apalagi sampai ngecewain dia lagi."

"Gue tau lo suka sama dia, selama ini lo perhatiin dia diam-diam, 'kan? Bahkan bersikap dingin saat di dekat dia, seolah-olah lo benaran benci sama dia. Meyra, Meyra. Jangan terlalu di paksain. Kalau emang suka bilang, karena mendam perasaan itu gak enak."

"Gue tau, tapi di kondisi gue saat ini. Gue gak bisa apa-apa. Bokap selalu ngawasin gue. Bahkan kemana pun gue pergi dia pasti tau."

"Huh, pantes lo sering bosan. Sehari-harinya lo habisin buat sekolah, belajar, les, dan eksul modeling. Pasti melelahkan."

"Sangat-sangat melelahkan, dan memuakkan. Hanya hari minggu, hari libur, dan tanggal merah gue bisa sedikit bernafas lega dan santai. Walaupun tetap diawasi di rumah."

"Besok hari minggu, 'kan?"

Meyra mengangguk cepat.

"Gue ada rencana."

"Rencana apa?"

"Tenang aja, kita bakal tertawa lepas besok. Gue bakal jemput lo besok pagi."

"Gak bakal diizinin gue, Ndah. Lo kan tau sendiri."

"Pergi diam-diam, Mey. Tenang aja, gue yang atur semuanya."

"Serah lo, deh. Asalkan lo gak nempatin gue ke masalah baru. Gue udah terlalu cape."

"Tenang. Kita tunggu besok."

Arga & Cinta Pertamanya [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang