"Apa masih merasakan nyeri?"
"Sedikit, Dok. Saya pastikan minum obat tepat waktu dan istirahat yang cukup."
Dokter mengangguk pelan, ia tau semangat Arga untuk sembuh sangatlah besar.
"Kali ini Kak Arga benar-benar semangat, kenapa enggak? Kan, pujaan hatinya telah datang."
Naya terkekeh geli, sempat-sempatnya dalam kondisi seperti ini menjahili kakaknya sendiri.
"Harus semangat dong, kan mau sembuh. Iya, 'kan, Arga?" Dokter tak lupa memberi semangat, pasiennya yang satu ini sangat ia harapkan kesembuhannya sama seperti pasien yang lainnya.
Arga mengangguk pelan, sebelum akhirnya bangkit dari duduknya. "Ayo, Ma. Kita pulang."
"Sebentar, Nak. Mama mau ngomong bentar sama Dokter Ridwan."
"Arga sama Naya tunggu di mobil, Mama jangan lama-lama, ya."
Mamanya Arga mengangguk pelan, sebelum akhirnya Arga dan Naya hilang dari balik pintu.
Kini wajah Dokter yang namanya Ridwan itu menatap serius, ada sedikit kekhawatiran di wajah Mamanya Arga.
"Baik, Buk. Dari hasil pemeriksaan kami beberapa minggu belakangan ini hasil tetap sama, menandakan penyakit itu tidak akan langsung hilang dengan sendirinya. Saya sangat yakin dengan kesembuhan Arga, karena dia memiliki semangat hidup yang besar. Saya tau dari tubuhnya menolak lemah, tapi yang namanya penyakit pasti datang dengan tiba-tiba, sama seperti kematian."
Dokter Ridwan memberi jeda pada kalimatnya, sebelum melanjutkan dengan yang lebih serius. "Saya harap Ibu segera mencari donor jantung yang tepat secepatnya untuk Arga. Saya memang bukan Tuhan yang tau kapan kematian seseorang, tapi dari respon tubuh Arga ia sangat ingin untuk pulih, untuk sembuh, untuk bangkit dari penyakitnya ini. Kami sebagai dokter hanya bisa memastikan pasien kami sehat dari penyakitnya. Saya tidak janji, tapi saya usahakan untuk kesembuhan Arga. Asalkan, donor jantung itu ada secepatnya."
***
Di mobil, Mamanya Arga melamun ia terus memikirkan percakapannya dengan dokter Ridwan beberapa waktu lalu. Ia bingung, ia bimbang. Dimana mencari donor jantung diwaktu genting seperti ini, mana seminggu lagi dia dan suami akan ada pertemuan kerja diluar kota lagi.
"Ma, ada apa? Apa ada sesuatu yang membuat hati Mama begitu resah?"
"Tidak ada, Nak. Mama hanya begitu bahagia melihat dirimu kembali seperti biasa. Mama hanya bingung, minggu depan Mama dan Papa ada jadwal ketemu klien kerja di Jogja, Mama takut kamu kenapa-kenapa."
"Arga udah sembuh, Ma. Mama gak usah khawatir, lagian Arga tau Papa sama Mama ngelakuin ini semua untuk kesembuhan aku, dan sekolahnya Naya. Seharusnya Arga yang minta maaf membuat kalian harus repot dan sibuk untuk bekerja."
"Itu kewajiban kami sebagai orang tua, Nak. Arga gak perlu minta maaf, Mama dan Papa bahagia punya anak hebat seperti Arga dan Naya. Sudah, ya. Tak usah terlalu dipikirkan. Pikirkan kesembuhan Arga, Mama sama Papa gak pernah ngerasa capek. Malahan kami selalu bersama-sama kemana-mana."
Mobil terparkir rapi dihalaman rumah sederhana milik keluarga Argantara. Mereka disambut hangat oleh Dirga, Indah, dan tak lupa senyum hangat dari Meyra yang selalu Arga tunggu.
"Selamat kembali ke rumah!" Semua berteriak heboh dan semangat. Didepan halaman sudah tertata rapi meja juga makanan. Selain acara baliknya Arga pulang, adapula acara istimewa dari Dirga dan Indah.
"Apa acara gue balik harus semeriah ini, Dir? Gak rugi lo ngeluarin uang yang banyak demi gue, hah?"
Arga terkekeh geli, mana pula sampai ada dekorasi hias pita warna pink dan biru. Kayak acara pesta aja.
"Baik semuanya, saya akan mengumumkan sesuatu yang spesial di hari yang spesial ini. Selain menyambut baliknya Arga, saya berencana ingin melamar wanita yang selalu mendambakan hati saya saat pandangan pertama." Akhirnya keberanian Dirga terkumpul, semua bersorak untuk keberanian Dirga. Sedangkan Indah malu-malu disampingnya.
Dirga mengeluarkan kotak kecil persegi bewarna navy, ia berlutut sambil membuka kotak kecil itu di hadapan Indah dan semua orang. "Indah Permatasari, maukah kamu menjadi seutuhnya milikku?"
"Hah? Gimana-gimana?" tanya Indah ngeles, ia sebenarnya ingin memperjelas kata-kata Dirga, walaupun kini wajahnya tertunduk malu.
Dirga menarik nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. "Okey, Indah ... Will you marry me?"
Aaaaaaaaa!
Semua teriak kehebohan, ternyata ada beberapa teman dari Naya yang datang menjenguk Arga. Naya paling heboh kalau soal cinta-cintaan.
"Ya, aku mau!" ucap Indah sambil mengangguk cepat.
Semua bersorak gembira untuk pasangan yang baru saja lamaran. Sebentar lagi gelar pesta, dan Meyra pasti akan menjadi aunty.
Arga berjalan perlahan mendekati Meyra yang sibuk menatap Dirga dan Indah yang tengah berpelukan. Arga tau hati perempuan itu ikut senang.
"Kamu pengen juga?" Arga berbisik pelan, Meyra yang tau itu Arga tak berbalik muka. "Pengen apa?"
"Pengen dilamar, kayak mereka."
Meyra menggeleng pelan, sedikit berbisik setelahnya berlalu pergi. Meninggalkan Arga dengan mukanya yang sedikit memerah.
Meyra menghampiri Indah sambil tertawa kecil, membuat Indah bingung dengan tingkah sahabatnya ini. "Ada apa, Mey? Lo apain si Arga, sampai jadi malu gitu?"
"Gak ada, dia tadi nanya pengen kek kalian gak? Ya gue jawab, enggak."
"Kok enggak? Emang lo gak mau dilamar sama Arga?"
"Ya enggak, malah gue jawab gini, 'maunya langsung nikah aja gak perlu lamar-lamaran'. Gitu."
"Dasar, lo! Pantes aja Arga tiba-tiba jadi salah tingkah gitu. Meyra-Meyra."
Semua bahagia di hari itu, kepulangan Arga, dan lamaran Dirga dan Indah. Semua gembira, semua bahagia.
'Terimakasih, untuk doa-doanya yang perlahan terkabul.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga & Cinta Pertamanya [SELESAI]
Teen Fiction"Kau tak sepantasnya ku rindu, kau bahkan tak sepantasnya ku cinta. Karena bagimu aku hanyalah benalu, sedangkan bagiku kau lebih dari sekedar bintang di langit. Selain susah digapai, kau juga susah untuk ku miliki." -Argantara *** Start, 23 Januari...