8. Pantai atau gunung?

5 3 0
                                    

Di sebrang jalan nampak mobil sport mahal bewarna merah terparkir rapi disana. Meyra yakin ini pasti mobil yang Indah maksud.

"Hebat, Mey. Lo cepat juga melesatnya."

"Siapa dulu dong, Meyra," ucapnya bangga. Tak sadar dua manusia tengah menatapnya heran.

"Loh, Dirga ikut? Lo gak bilang pacar lo ikut, Ndah."

Saat Meyra menoleh kesamping, bahkan jantungnya hampir saja copot. "Ar-Argantara?!"

"Hai."

Argantara tersenyum singkat lalu menoleh menatap keluar. Enggan beradu pandang dengan Meyra, dia sudah berjanji kepada dirinya untuk menjauhi Meyra.

"Lo ikut juga?" tanya Meyra canggung.

"Iya," jawab Arga singkat lalu kembali menatap jalanan.

Perjalan sudah hampir sejam, tapi orang yang di dalam mobil sepanjang jalan hanya diam tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Dirga fokus menyetir, Indah sibuk menonton Drakor. Sedangkan Arga dan Meyra sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Udah sampai, gue sama indah bakal beli makanan sebentar. Lo berdua turun aja duluan. Kita bakal nyusul, gak bakal lama kok."

Entah apa rencana sepasang kekasih ini.

Meyra dan Arga turun, berjalan canggung dan duduk di batu yang cukup besar. Mereka berada di pantai. Dimana angin bertiup kencang, yang terdengar suara ombak menghantam pasir dan batu. Juga tertawa anak kecil bermain pasir.

"Rasanya tenang banget, ya?" ucap Meyra, matanya memandang lautan lepas di depannya.

Arga sedikit canggung, apalagi dirinya yang berencana ingin melupakan Meyra. "Ya, lumayan tenang dan menghanyutkan."

Meyra berpaling menatap Arga sebentar sebelum kembali menatap langit dan merasakan hembusan angin menerpa wajah. "Andai tiap hari rasanya setenang ini."

"Kamu ... Hmm, lo kok bisa ikut Indah kesini? Bukannya lo gak suka hal yang membuang-buang waktu seperti jalan-jalan."

"Sebenarnya gue gak mau, cuma Indah bilang dia bakal bawa gue jalan-jalan. Dan bakal happy main air, gue kira cuma becanda. Taunya benaran. Dan lo sendiri, kok bisa bareng sama Dirga?"

"Gue udah nolak ikut tadi malam, dia maksa banget sampai jemput gue tadi pagi ke rumah. Karena gak enak udah di jemput, ya gue ikut aja."

"Lo masih aja gak enakan orangnya, lo terlalu baik tau gak. Itu yang bikin orang-orang suka sama lo."

Arga terdiam, jantungnya suka sekali berpacu secepat larian kuda. Jangan sampai Arga mati gara-gara jantungan. Jangan sampai.

"Lo suka pantai atau gunung?" tanya Meyra.

"Gue suka keduanya, keduanya sama-sama ciptaan Tuhan yang sangat indah."

Meyra mengangguk paham.

"Dari keduanya yang mana paling lo suka?"

"Pantai, mungkin."

"Kenapa gak gunung?"

"Karena kalau gunung kita harus berjalan jauh menuju puncaknya. Pasti sangat melelahkan."

"Lo suka hal yang simpel dan gak ribet, ya?"

"Yoi, karena gue gak suka hal-hal yang terlalu rumit."

"Tapi menurut gue mendingan gunung, karena seperti kata pepatah. 'Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian'. Lo harus berjalan menanjak gunung, melewati rintangan yang lo sendiri gak pernah bayangin di depan lo apa. Tapi sesampainya di puncak, usaha lo terbalas sudah."

"Memang benar, tapi gue pernah berjuang untuk seseorang yang sama sekali gak nganggap gue ada. Risih dan bahkan muak ngelihat muka gue. Semenjak itu gue malas buat ngelakuin hal-hal yang gak ada untungnya buat gue."

Meyra seperti ditampar dengan kata-kata dari Arga. Itu benar adanya, ini pun murni atas kesalahannya sendiri. Meyra hanya terlalu takut dengan keaadan.

'Lo benar, Ga. Lo memang harus berhenti mengejar hal-hal yang gak ada untungnya buat lo.'

Arga & Cinta Pertamanya [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang