9. Pantai

4 2 0
                                    

"Woi, kalian! Gue bawain ikan ni buat kita panggang!" teriak Dirga dari kejauhan, dibelakangnya ada Indah yang membawa beberapa cemilan dan minuman.

Meyra segera menyeka air mata yang hampir saja jatuh, lalu tersenyum lebar menatap keduanya.

"Lo berdua pergi kemana? Beli makanan di laut langsung? Lama amat."

"Sorry, Mey. Indah milih-milih banget soal harga, padahal gue gak masalah soal harganya."

"Wajarlah, jangan sering hambur-hamburin uang, lo harusnya mikir buat kedepannya. Jangan asal beli aja."

"Iya, Boba. Gaga janji bakal hemat buat ngelamar kamu nantinya."

Arga dan Meyra kompak memasang muka jijik dan rasanya ingin mual dengan beberapa kata dari Dirga. Sedangkan Indah sudah menutup wajahnya karena memerah.

"Alay," cibir Meyra.

"Baru ini gue benaran jijik dengar ucapan lo, Dir," ucap Arga sambil menggeleng kepala tidak percaya.

"Lo berdua sirik, makanya jangan jomblo mulu. Setelah nemuin pacar, gue yakin Arga, lo pasti yang paling Bucin."

"Diam, bego! Mulut lo bau dosa!"

Setelah adu bacot, dan bertarung sengit akhirnya ikan dan jagung siap dipanggang.

Dirga dan Indah sibuk dengan hal meraka, ya, Bucin. Gak tau tempat dua manusia ini.

Arga enggan, tapi hanya ada mereka berdua saat ini. Ia tau, cewek anggun seperti Meyra pasti tidak mudah memanggang ikan atau pun jagung.

"Ini buat lo," ucap Arga memberi ikan yang sudah dipanggang. Dan jagungnya ia makan sendiri.

"Gak pa-pa, punya gue bentar lagi siap kok."

"Apanya, lo mau makan ikan gosong? Lo tau itu pasti bakal pahit."

"Terus lo mau makan apa?"

"Gue cukup kenyang, jagung juga lumayan buat bikin perut kenyang."

Meyra mengangguk paham, lalu memakan ikan panggang yang diberikan oleh Arga.

"Sunsetnya indah. Baru ini gue lihat matahari terbenam seindah ini."

"Lo memang Putri, karena gak pernah jalan-jalan bahkan melihat matahari terbenam."

"Waktu umur enam tahun, Papa sama Mama pernah bawa gue ke pantai. Dan itu kenangan pertama dan terindah yang pernah gue rasain. Dan juga yang terakhir gue rasa."

"Kenapa? Apa orang tua lo gak pernah berpergian ke pantai lagi?"

Meyra menggeleng pelan, "Bahkan kami jarang berkumpul atau bahkan sekedar bertanya kabar atau keaadan. Seperti orang tua pada umunya. 'Apa anakku bahagia di sekolahnya? Apa ada tugas yang kamu susah untuk mengerjakannya? Kita mau liburan kemana' gak pernah gue dengar sampai saat ini. Miris."

Arga membulatkan mata tidak percaya, Meyra menangis?

"Meyra, your okey?"

"I'm okey, lupain apa yang barusan gue bilang. Orang tua gue hanya sibuk, itu aja."

Meyra menyeka sisa air matanya, lalu pergi ke pinggir pantai. Memejamkan mata, dan mendengarkan ombak laut masuk ke telinga. Setidaknya ini sedikit menenangkan. Walaupun Meyra tak tau apa yang akan terjadi saat ia tiba di rumah nanti.

Arga & Cinta Pertamanya [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang