27. Berpisah

2 1 0
                                    

Arga berjalan santai menuju taman di belakang sekolah. Keadaan taman tampak sepi, tapi cuaca disini cukup cerah, apalagi angin yang berhembus ke wajah Arga. Ini cukup menyenangkan. Tapi dimana, Dirga?

"Arga," panggil Meyra. Arga menoleh kesamping mendapatkan Meyra tengah berdiri tak berapa jauh dari tempatnya.

Arga mengerutkan kening, kenapa ada Meyra? Lalu kemana Dirga? Apa dia yang merencanakan ini semua?

"Gue yang nyuruh Dirga buat minta lo datang kesini. Bukan salah dia, tapi salah gue."

Arga menatap datar wajah Meyra, lalu segera ingin beranjak pergi.

"Tolong..."

Satu kata itu lolos dari mulut Meyra, membuat langkah Arga terhenti tanpa berbalik menatapnya.

"Tolong dengerin gue kali ini aja. Gue janji, gue janji setelah ini gue gak bakal gangguin elo ataupun ketemu sama lo."

Arga terdiam, bahkan tak ada ekspresi apa-apa diwajahnya selain kesedihan.

"Kalau lo gak mau bicara sama gue atau bahkan tatap mata gue, gak masalah. Yang gue butuh hanya pendengar, lo cukup dengarin apa yang gue bilang. Setelahnya gue bakal pergi."

Meyra menarik nafas dalam-dalam sebelum berbicara lagi, menatap punggung cowok yang sangat ia kagumi, sekaligus yang sempat ia sakiti.

"Argantara, kamu sosok yang paling hangat sebagai pelukan. Pundak paling empuk untuk sandaran. Pendengar paling baik saat aku butuh seseorang, saat dimana tak ada satu pun yang mengerti aku selain kamu. Kamu adalah penerang didalam gelapnya kisahku. Aku bisa bernafas lega saat didekat mu. Menggenggam erat jari jemari ku, kamu selalu menguatkan ku dikala semua orang menjatuhkan ku. Kamu anugerah terindah yang sempat hadir mengisi kekosongan hati dan pikiran ku. Tuhan pasti berikan seorang perempuan yang baik untukmu, yang mencintaimu lebih dari aku. Maaf untuk segala sakit yang pernah ku beri, semoga lekas sembuh Argantara ku. Dan semoga bisa bertemu di lain waktu."

Mata Meyra berkaca-kaca, perpisahan ini menyakitkan. Tapi ia harus tetap tersenyum. Arga tak bergerak atau bahkan berbicara, setidaknya Meyra sudah mengatakan apa isi hatinya. Kini dia tenang harus pergi meninggalkan Arga disini.

***

Sudah beberapa jam setelah kepergian Meyra, Arga tampak murung dengan bekas air mata di pipinya. Dirga tak kunjung datang, tapi Arga masih senantiasa duduk di bangku taman belakang sekolah.

Hari mulai sore, tapi Arga sama sekali tak melakukan apa pun selain bernafas. Tiba-tiba dadanya terasa berdenyut, sakit. Arga kembali menangis, penyakit ini menggerogoti tubuhnya. Tersenyum sambil menatap langit, akhirnya Arga terjatuh ketanah dan pingsan.

Panggilan dari Dirga masuk, ia benar-benar khawatir. Tapi Arga tak akan bisa mengangkat panggilan itu.

***

Meyra masih dengan tangisannya tak bersuara menatap keluar jendela pesawat. Yang terlihat hanya awan yang mulai menggelap. Perasaannya untuk Arga tak akan pernah pudar, tapi terpaksa ia akhiri agar sama-sama bisa pulih kembali. Bukan hari ini, mungkin nanti mereka bisa kembali bersama. Entah itu nyata atau angan-angan saja.

"Meyra, are you okey?" tanya Mamanya Meyra, ia sedikit khawatir melihat kondisi putrinya yang cukup sedih belakangan ini. Entah apa masalahnya, Meyra memendam semuanya sendiri tanpa mau bercerita.

"I'm okey, Mom. Don't worry."

Meyra tersenyum sebentar lalu kembali memejamkan mata untuk tidur.

Arga & Cinta Pertamanya [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang