Beberapa jam berlalu, bahkan langit diluar sudah mulai gelap. Pertanda malam telah tiba. Meyra masih sibuk dengan mimpinya, terlihat ia begitu lelah, dan tampak kurang istirahat.
Seketika tidurnya terusik, saat sebuah tangan mengelus rambutnya pelan. Samar-samar ia mendengar suara seseorang memanggilnya. Begitu familiar, dan sangat Meyra rindukan.
"Meyra..."
Meyra mengerjap beberapa kali untuk memastikan siapa yang tengah memanggilnya. "Arga?!" ucap Meyra setengah kaget, ia terbangun dan langsung menatap seseorang yang kini tengah menatapnya hangat. "Ka-kamu udah sadar? Kamu udah bangun?" tanyanya lagi untuk memastikan.
Arga mengangguk pelan, Meyra langsung menghabur ke pelukan Arga. Ia sangat-sangat rindu. Tak tertahan air mata membanjiri pipi. Senang sekaligus haru. "Aku senang kamu sadar, aku senang!" Meyra begitu senang, rasa bahagianya, tangisnya. Tak dapat ia bendung.
"Maaf membuatmu menunggu."
Satu kata. Hanya satu kata itu Meyra tau Arga masih mencintainya. Pelukan merenggang, seiring detak jantung Meyra yang senang. Matanya berkaca-kaca, begitu tak menyangka dengan apa yang tengah ia tatap sekarang. Meyra bersyukur, sangat.
Meyra menggeleng kepalanya cepat, menatap lekat sepasang mata yang sangat ia rindukan. "Enggak, jangan minta maaf. Disini aku yang salah, bukan kamu. Aku--aku minta maaf-" Arga menutup Mulut Meyra dengan satu jarinya. Ia menggeleng pelan, membawa Meyra dalam dekapan hangatnya. Dielusnya lembut pucuk kepala wanita yang sangat ia cinta, cinta pertamanya.
"Gak ada yang salah disini. Waktu hanya memberi kita jarak agar sama-sama merasakan rindu yang paling dalam. Aku tau semuanya, Meyra. Dirga dan Indah udah cerita. Tak ada yang harus dijelaskan saat semuanya sudah jelas. Aku mencintaimu."
Kini air mata itu tak mampu mereka bendung, mereka terlelap dalam tangis haru dibawah terangnya rembulan malam hingga pagi tiba.
***
Meyra sudah dirumah, ia balik pagi-pagi sekali saat keluarga Arga datang. Papa dan Mamanya Arga sangat senang melihat anaknya perlahan bangkit dari tidurnya yang cukup panjang, begitu pula adiknya. Ia tak henti-hentinya menangis sambil memeluk Arga-kakaknya itu.
Meyra tersenyum lebar sambil bernafas lega. Ia senang perlahan semuanya kembali ke sedia kala. Ia selalu mengharapkan kebahagiaan untuk Arga. Selalu.
Senyuman Meyra pudar, kala melihat beberapa obat yang selalu ia lihat di pagi hari. Meyra muak, bahkan nekat tak meminumnya lagi. Toh melihat Arga sekarang sadar dia yakin itu tidak akan kambuh lagi.
***
Seminggu telah berlalu, Arga dinyatakan boleh pulang siang ini. Semua sudah dibereskan. Keadaan Arga memang tak sepenuhnya membaik, ia tau penyakit itu masih ada. Dan kapan pun bisa datang lagi. Hanya satu yang bisa membuatnya sembuh. Transplantasi jantung, ya, hanya itu. Jantung itu sudah tak berfungsi dengan baik, sehingga harus cepat mencari donor yang tepat. Dan Meyra tau jantung siapa yang cocok.
"Makasih udah jagain Arga beberapa hari ini. Tante sama Om benar-benar sibuk sama kerjaan diluar kota, semuanya kami lakuin buat Arga. Buat biaya rumah sakit juga mencari donor yang tepat. Tante harap kalian mengerti dan ikut memaklumi. Maaf selama ini ngerepotin, ya."
Mamanya Arga sibuk bekerja, sama halnya dengan suaminya. Yang mereka lakukan semua semata-mata hanya untuk kesembuhan anaknya. Meyra sedih, mengapa baru sekarang dia tau Arga menahan rasa sakit sedalam ini.
"Iya, Kak. Makasih selama ini udah ikut rawat Kak Arga. Saat aku sibuk ujian sama sekolah kalian berdua selalu jagain Kak Arga." Anaya-adik satu-satunya yang Arga punya. Tak henti-hentinya ia berterimakasih, dia begitu menyayangi Arga. Saat ia sibuk dengan sekolahnya, Dirga dan Indah siap membantunya.
"Iya, Naya. Kakak udah anggap kamu kayak adik sendiri. Masa' sama adik sendiri gak saling bantu." Dirga mengelus pelan pucuk kepala Naya. Indah tersenyum seraya memeluk Naya sebentar.
Mamanya Arga berpaling menatap Meyra, ia pasti heran dengan kemunculannya yang secara tiba-tiba. Bahkan kehadirannya beberapa hari ini tidak Mamanya Arga sadari sebab terlalu fokus dengan keadaan Arga. Lagi pula semenjak Arga sadar, Meyra jarang datang ke RS karena ia takut mengganggu Arga yang tengah berkumpul dengan keluarganya. "Temannya Arga? Tante gak asing sama wajahmu. Siapa namamu, Nak?"
"Dia Kak Meyra, Ma." Naya menjawab, entah dari mana ia mengetahui.
"Meyra?" tanya Mamanya Arga memastikan, pasalnya nama itu terdengar tidak asing ditelinga.
"Iya, Ma. Pacarnya Kak Arga. Kak Meyra ini sampai membuat Kak Arga ngelakuin apa pun untuknya. Benarkan, Kak?" ucap Naya terkekeh, setengah menjahili.
"Hust, bocah sok tau cinta-cintaan. Sering ngepoin Kakak kamu, ya?" Dirga balik menyelidiki membuat Naya terkekeh geli.
"Udah-udah kasian Meyra-nya jadi bingung sendiri."
"Gak apa-apa, Tante. Lagian saya bukan pacarnya Arga lagi, kali ini cuma teman." Meyra tersenyum kecil, ia tak tau harus berbuat apa.
"Teman apa demen, Kak? Aduh, sakit tau! Kak Dirga ngeselin." Naya cemberut, pasalnya Dirga menjitak kepala Naya. Habisnya tu bocah ikut-ikutan.
"Makanya jangan kepo, sana-sana belajar biar pintar." Mamanya Arga hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua. Dirga pun dari dulu sudah seperti anak sendiri bagi Mamanya Arga. Tak ada yang dibedakan antara Dirga dengan Arga, dua-duanya sama.
"Sudah-sudah, Naya coba cek Kakak mu sana sudah siap apa belum."
Naya melempar tatapan tajam kearah Dirga lalu berlalu pergi dari hadapan semuanya. Kini Mamanya Arga kembali menatap Meyra, tatapan itu terasa lebih dalam dari sebelumnya.
"Meyra, tante memang kurang tau bagaimana hubungan kamu dengan Arga. Tapi Arga sempat cerita kalau dia menyukai seorang gadis cantik bernama Meyra. Dan tante yakin itu kamu. Kamu pasti sudah tau kalau Arga memiliki penyakit jantung, itu muncul saat SD, tapi perlahan hilang tiba-tiba saat SMP. Setibanya masuk SMA entah mengapa penyakitnya kambuh kembali, bahkan lebih ganas. Sampai dokter spesialis yang sering menangani Arga bilang tak ada harapan kalau terus-terusan hanya mengandalkan obat. Arga harus benar-benar dioperasi, dia butuh donor jantung secepatnya. Tante dan Ayahnya juga Naya sangat-sangat terpukul mendengar kabar itu, mana pula kondisi keluarga kami tidak stabil. Jadi Tante sama Om mutusin buat bekerja bersama agar mendapatkan uang yang cukup untuk Arga juga Naya. Agar Arga cepat sembuh dan Naya tetap bersekolah."
Mamanya Arga memberi jeda, ia sedih untuk waktu yang bersamaan. "Tante harap, jika kamu masih mencintai Arga. Tante mohon jangan buat dia sedih lagi. Tante cuma pengen kesembuhan untuk Arga, selama ini dia terus menahan rasa sakit itu sendiri tanpa mau berbagi atau cerita dengan kami. Hanya kamu yang benar-benar Arga pilih jadi sosok yang spesial dihatinya. Tante harap Meyra ngerti, ya, Nak."
Mamanya Arga berlalu pergi kala tangisannya pecah setiba mengakhiri cerita. Itu pasti berat, apalagi menjadi sosok ibu yang melihat anaknya sakit-sakitan.
'Oh, Tuhan akhiri cerita sedih ini. Biarkan Arga sembuh dan bahagia secepatnya.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga & Cinta Pertamanya [SELESAI]
Teen Fiction"Kau tak sepantasnya ku rindu, kau bahkan tak sepantasnya ku cinta. Karena bagimu aku hanyalah benalu, sedangkan bagiku kau lebih dari sekedar bintang di langit. Selain susah digapai, kau juga susah untuk ku miliki." -Argantara *** Start, 23 Januari...