Dua minggu sudah berlalu, tak terasa waktu berjalan begitu saja. Argantara sudah mempersiapkan semuanya selama dua minggu belakangan ini bersama sahabatnya, Dirga. Ia ingin menjadi juara, dan mendapatkan momen yang pas untuk menyatakan cinta kepada Meyra.
"Santai, Ga. Gugup banget dari tadi," ucap Dirga, dirinya sibuk merapikan rambut sedari tadi.
"Gimana gak gugup, ini pertama kalinya gue ikut lomba puisi lagi. Gue takut gagal, Dir."
"Gagal soal belakangan, yang penting lo harus percaya diri dulu. Kalau lo gugup terus gak percaya diri gimana mau menang? Ingat, kita udah latihan hampir setengah bulan. Dan menurut gue pasti hasilnya lumayan bagus. Apalagi dulu lo pernah jadi juara waktu SD."
"Itu, 'kan dulu."
"Apa bedanya sama sekarang? Lo tetap jadi diri lo sendiri, bedanya saat ini lo kurang percaya diri aja."
Arga menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan, tekadnya sudah bulat. Dia harus percaya akan dirinya sendiri, agar menang lomba tahun ini. "Okey, Dir. Ayok kita berjuang!"
"Widih, aura semangat lo keluar gitu aja, Ga! Salut gue, demi Meyra lo bela-belain ikut lomba ini lagi."
"Lo tau gue orangnya ambisius, gak bakal gue lepas sebelum gue dapat. Apa pun gue lakuin demi dapatin hati dia."
"Salut gue, salut."
Dirga menepuk bahu Arga beberapa kali sebelum menariknya ke aula, tempat perlombaan puisi akan berlangsung.
***
Arga was-was bukan main, tangannya sibuk menampung seolah ingin berdoa. Mulutnya senantiasa memohon, semoga kali ini dia menang.
"Santai, Ga. Apa pun yang bakal di bilang juri, gue yakin itu yang terbaik. Yang terpenting lo udah berusaha."
Dirga mencoba menenangkan Arga, entah siapa pemenangnya. Arga khawatir ia gagal.
"Minimal masuk tiga besar, Dir. Masih ada harapan Meyra nerima gue. Tapi kalau benar-benar gagal, gue gak tau apa yang bakal Meyra bilang."
"Gue yakin bakal ada harapan untuk lo, Ga. Gak lo lihat tadi Mahesa tiba-tiba berhenti dipertengahan lomba. Anehnya dia baru aja mau mulai baca puisi, tiba-tiba berhenti dan pergi gitu aja. Aneh, 'kan?" jelas Dirga, Arga mengangguk setuju. Tak biasanya Mahesa seperti itu. Dia selalu menyelesaikan perlombaan sampai selesai. Tapi ini? Seperti bukan dirinya.
"Pemenang lomba puisi tahun ini, juara tiganya jatuh kepada Angelina Jolie kelas 12 IPA 1. Selamat untuk Angelina, silahkan naik ke atas panggung."
"Wih, itu si Angelina? Sepupunya Meyra, 'kan? Keren abis! Selalu masuk tiga besar berturut-turut, bahkan pernah jadi juara pertama waktu SMP. Keren-keren, udah cantik, pintar, jago puisi lagi. Idaman banget kan, Ga?" tanya Dirga, Arga mencoba memberinya kode keras. Karena dibelakang mereka ada Indah dan Meyra yang mendengar percakapan mereka. Indah tampak santai, tapi datar. Dirga tau selesai ini ia akan habis.
"Makanya mikir dulu kalau bicara, entar lo nyesel, Dir."
Arga berbisik, Dirga menunduk lesu. Juri sudah bersiap memanggil juara kedua.
"Juara ke-2 tahun ini jatuh kepada, Dirgantara kelas 12 IPA 3! Silahkan Dirga naik keatas panggung."
"Dir, gue gak yakin gue menang."
Arga menunduk lesu, harapan dia pupus. Kenapa harus gagal disaat ia sangat membutuhkan kemenangan kali ini.
"Tenang, juara satu masih ada. Gue harap selanjutnya nama lo yang dipanggil," ucap Dirga lalu berjalan menuju panggung.
"Juara pertama tahun ini jatuh kepada..."
'Gue gak yakin, tapi ... Ya, Allah. Semoga Arga menang!'
"Selamat untuk Argantara kelas 12 IPA 3, dia menjadi juara pertama baru di tahun ini! Selamat untuk wali kelasnya IPA 3, dua anak muridnya borong piala di tahun ini."
Arga mendongak dengan mulut yang masih menganga. Apa dirinya tak salah dengar? Argantara kelas 12 IPA 3? Itu dirinya! Dia menang!
"Arga! Malah bengong, naik woi!" teriak Dirga, Arga tersenyum lebar menaiki satu persatu anak tangga dan berdiri di samping Dirga.
"Benar kata gue, lo pasti bisa kalau lo berusaha, Ga."
"Thanks, Dir. Lo benar-benar sahabat gue yang terbaik!"
"Yoi!"
Semua bertepuk tangan meriah, mendapatkan kejuaraan dan piala juga hadiah memang menyenangkan. Tapi bagi Arga lebih menyenangkan melihat Meyra dari kejauhan bertepuk tangan untuk dirinya sambil tersenyum lebar.
"Gue baru sadar sekarang, ternyata mimpi bisa menjadi nyata kalau kita benar-benar mau berusaha."
Dirga mengangguk mantap, "Benar, dan gak salah juga kita bermimpi setinggi langit. Tapi mimpi itu gak bakal jadi nyata kalau gak ada keberanian dari kita untuk berusaha. Lo hebat, Ga. Usaha lo kali ini benar-benar gak mengecewakan."
"Ini juga berkat lo yang selalu support dan bantuin gue selama dua minggu belakangan ini. Makasih, Dir. Lo sahabat sekaligus saudara bagi gue."
"Sama-sama, Ga. Jangan lupa janji lo, ya."
"Janji apaan?"
"Traktir makan siang sebulan, plus minum!"
"Iya-iya, gue gak ingkar janji."
Dirga tertawa senang, pemotretan sebentar lagi. Para juara serta wali dan juri berkumpul untuk berfoto.
Arga tersenyum bahagia. Baginya ini lebih dari sekedar niat awal yang ingin ia mulai untuk mengejar cinta. Malah menjadi semangat dirinya untuk bermimpi dan berusaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga & Cinta Pertamanya [SELESAI]
Подростковая литература"Kau tak sepantasnya ku rindu, kau bahkan tak sepantasnya ku cinta. Karena bagimu aku hanyalah benalu, sedangkan bagiku kau lebih dari sekedar bintang di langit. Selain susah digapai, kau juga susah untuk ku miliki." -Argantara *** Start, 23 Januari...