Saat aku berada di ujung harapan, kamu datang dan mengulurkan tangan.
***
Irish benar-benar gegana. Menjadi pengangguran di saat jiwa mudanya sedang bergelora sangatlah tidak menyenangkan. Sebagai seorang perempuan berusia pertengahan dua puluhan, dia memiliki banyak keinginan yang belum tercapai. Meski tidak seperti Kinan yang bermimpi pergi ke Cappadocia bersama Aris, setidaknya dia masih mampu untuk membeli beberapa barang tanpa melihat price tag, tapi kini, dia bahkan kesulitan untuk membeli skincare yang entah bagaimana bisa habis secara bersamaan, hingga membuatnya mau tak mau harus berbelok ke produk yang harganya bisa dijangkau oleh dompet sekaratnya, berharap skincare tersebut cocok di kulit wajahnya yang cenderung sensitif.
Sungguh menyedihkan.
Irish mengelus kaca etalase salah satu produk kecantikan yang terpajang anggun di toko kosmetik langganannya dengan eskpresi nelangsa. Andai roda kehidupannya seperti Rafathar, dia pasti akan segera memborong skincare untuk stoknya selama beberapa bulan ke depan tanpa pikir panjang.
Maafin mama yang nggak bisa jemput kalian.
"Kenapa cuma dilihat aja? Nggak sekalian dibeli?"
Elusan Irish seketika terhenti. Suara terkutuk itu ... Irish langsung menoleh. Hazel! Dia hampir mengeluarkan umpatan kepada pria yang berdiri tidak jauh dari posisinya sambil bersedekap dada itu. Kenapa Hazel menggantikan eksistensi hantu yang selalu muncul tiba-tiba, sih? Lagi pula, ada apa gerangan yang membawa pria itu ke surganya perempuan ini? Mata Irish refleks meliar ke sekitar, mencari keberadaan kaum hawa yang kemungkinan besar menjadi alasan kedatangan Hazel.
"Aku sendirian, kalau itu yang mau kamu tahu." Barangkali menyadari keingintahuan Irish, Hazel menjawab tanpa harus ditanya lagi. Dia menurunkan tangan lalu mendekati Irish. Tak sengaja, tatapannya jatuh pada keranjang belanja berisi beberapa skincare yang dibawa perempuan itu. Keningnya sempat berkerut tipis sebelum satu simpulan terbit di kepalanya.
"Kamu lagi penghematan karena nganggur?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Hazel, tanpa memikirkan efek yang terjadi pada Irish.
Perempuan yang hari ini memakai t-shirt hitam polos dan baggy pants itu sontak menyembunyikan keranjang belanjaannya di belakang tubuh lalu melirik Hazel sinis. "Ngapain kamu ke sini?"
Hazel tak langsung menjawab, melainkan menoleh ke sekeliling toko yang lumayan ramai pembeli. "Toko ini terbuka untuk umum. Jadi nggak ada larangan untuk aku datang ke sini. Kamu ada masalah?"
Ucapan tanpa dosa itu membuat Irish mengeratkan genggamannya pada keranjang belanja. Kalau tidak sadar sedang berada di mana, dia ingin sekali melempar keranjang tersebut ke wajah Hazel, tapi tidak. Yang merasa waras, lebih baik mengalah. Alhasil, Irish memutuskan untuk berlalu daripada harus meladeni Hazel yang selalu berhasil menaikkan emosinya ke titik puncak. Dia hanya berharap agar Hazel tidak mengikutinya.
Namun, Irish salah. Hazel ternyata menyusulnya bak anak ayam. Ketika langkah Hazel sejajar dengannya, pria itu memiringkan kepala, menatap ekspresinya yang sudah sekusut cucian.
"Aku awalnya mau ke toko kue di sebelah, tapi saat nggak sengaja lewat dan lihat kamu, aku jadi penasaran."
Irish diam.
"Aku udah jawab pertanyaan kamu, loh, Rish."
Irish masih diam.
"Kalau kamu diem gini, aku berasa kayak bicara sama tembok. Seenggaknya kita bisa basa-basi sedikit karena baru ketemu setelah sekian lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing Variable
RomanceIrish sangat menentang kisah lama yang terulang kembali. Menjalin hubungan dengan mantan adalah salah satu hal yang harus dihindari, dan dia akan selalu melarikan diri dari manusia bernama mantan itu. Namun, siapa sangka. Gangguan dari pria yang pe...