30. Masalah Baru

125 12 0
                                    

Aku akan mengusahakan apa pun demi kamu, termasuk memberikan duniaku kepadamu.

***

"Ganti."

"Aku nggak suka."

"Jangan yang itu."

"Yang lain."

Irish menghela napas lelah. Dalam balutan sebuah gaun dengan panjang menyentuh lain, dia berkacak pinggang, menatap Hazel yang sedang duduk di salah satu sofa. Ini sudah kesekian kalinya Hazel tidak menyukai gaun yang dia pakai, dan Irish sudah lelah harus bolak-balik untuk berganti baju demi mendapatkan persetujuan dari pria itu.

"Mending kamu yang pake, deh, Zel. Aku capek banget, serius!"

Hazel mengedikkan bahu. "Ya, jangan salahin aku. Baju-baju yang tadi memang kurang pas di mata aku."

Irish memejamkan mata sebentar sebelum kembali ke ruang ganti untuk mencoba pakaian selanjutnya. Dia yang tidak terbiasa memakai gaun—terlebih gaun tersebut harganya cukup untuk makannya selama beberapa bulan—harus dibantu salah satu karyawan supaya tidak sampai lecet atau bahkan rusak. Kan, kasihan. Sudah tidak dipakai, harus ganti rugi pula.

Kini, Irish memakai gaun di atas lutut yang agak ketat hingga mencetak lekukan tubuhnya. Dia berusaha untuk menurunkan gaun tersebut, tapi tidak bisa. Jujur saja, dia sedikit risi, rasa-rasanya gaun tersebut bukan tipenya sekali. Masih sambil berusaha untuk membenarkan gaun, Irish keluar dari ruang ganti.

"Kalau ini?" tanya Irish, membuat Hazel yang semula mengutak-atik ponselnya, seketika mendongak. Alis pria itu terangkat satu. Dan, kalau Irish tidak salah lihat, Hazel sempat menelan ludahnya.

"I-ini..."

"Jangan." Hazel berdeham, menormalkan jantungnya yang berdetak cepat. Dia memang pernah melihat Irish dalam celana super pendek saat tak sengaja datang ke rumahnya, tapi ini berbeda. Perempuan itu ... cantik sekali! Aura anggunnya terpancar begitu saja. Sungguh, dia tak akan rela kalau ada pria lain yang melirik kecantikan Irish.

"Jangan?" beo Irish. Jangan bilang kalau kali ini Hazel akan mengomentari bentuk tubuhnya yang tidak cocok memakai gaun tersebut.

Hazel menggeleng seraya kembali mengutak-atik ponselnya. "Ganti. Aku nggak suka modelnya."

Sabar, Rish. Sabar. Orang sabar uangnya milyaran.

Kalau Irish bisa, dia ingin melempar Hazel dengan gaun-gaun yang ada di sini, menyuruh pria itu untuk memakainya sendiri. Rasanya tulang-tulang Irish hampir remuk lantaran belum dapat bertemu dengan kasur empuknya. Beginilah nasib dewasa jompo yang kerjaannya hanya rebahan saja.

Dengan gondok, Irish kembali ke ruang ganti baju. Ini yang terakhir. Kalau Hazel masih belum suka, biarkan pria itu saja yang pergi ke acara pernikahan sepupunya. Irish lebih baik tidur seharian di kamar tanpa berjibaku dengan kehidupan Hazel. Selama ini dia sudah cukup sabar menghadapi Hazel yang tak jarang menaikturunkan perasaannya.

Irish mematut penampilannya di kaca. Dia termenung. Berbeda dari gaun sebelumnya, gaun yang dia pakai sekarang benar-benar mempesona. Seperti imajinasinya saat berkhayal menjadi seorang putri dari dunia dongeng. Dia langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan model atasan organza dan bawahan tile berpayet, Irish terlihat sangat elegan dan cocok di tubuhnya yang mungil.

Irish mengusap bajunya, merasakan kelembutan dari bahan yang mahal tersebut. Dia keluar dari ruang ganti, menghampiri Hazel, berharap pria itu juga setuju dengan pilihannya.

"Yang ini, gimana?"

Hazel mengira kalau gaun yang tadi sudah membuatnya ketar-ketir, tapi ternyata dia salah. Justru yang ini lebih lebih menghipnotisnya, sampai-sampai dia tersedak ludahnya sendiri. Perempuan itu baru hanya memakai gaun, dan sudah secantik ini. Apalagi kalau ditambah dengan make up beserta pernak-pernik lainnya?

Missing VariableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang