18. Rasa Cemburu

190 23 1
                                    

Aku tahu kalau perasaan ini tak boleh ada, tapi jujur saja. Aku cemburu. Kecemburuan yang membuatku ingin kamu terus berada di sisiku.

***


"Tumben ke sini. Ada perlu apa?"

"Kan, mau ketemu kamu."

"Biasanya juga sibuk semenjak dapet kerjaan."

Irish mencebik, tampak tak suka dengan ucapan Glenn yang seakan-akan tengah menyindirnya. Memang, belakangan ini Irish jarang ke Cafe, tempat Glenn bekerja, lantaran kesibukannya menjadi seorang asisten dari Hazel. Bahkan, waktu untuk dirinya sendiri saja jarang dia dapatkan. Pria itu terlalu sering menyuruhnya ini-itu, yang benar-benar menguras energi maupun kesabaran.

Irish menyempatkan diri ke sini tanpa sepengetahuan Hazel saja butuh perjuangan. Entah kenapa, sikap Hazel kepadanya semakin tak terkendali. Pria itu menjadi sangat manja dan selalu memastikan keberadaan Irish. Kalau netranya tidak menemukan Irish, Hazel pasti akan panik. Sibuk mencari hingga raga Irish ada di sekitarnya.

"Biasa lah, Glenn. Aku baru kerja, jadi masih sibuk-sibuknya." Irish menyunggingkan senyum terbaiknya, yang membuat Glenn langsung berpaling dengan tangan yang berkutat pada mesin minuman.

"Kamu duduk aja. Nanti aku yang bawain minumannya ke meja," ucap Glenn tanpa menatap Irish.

"Ya, nggak apa-apa kali. Biasanya juga aku selalu lihat kamu racik minuman." Ada jeda dalam kalimat Irish. Dia menyipitkan mata, memandang curiga ke arah Glenn. "Atau kamu mau ngeracunin aku, ya? Makanya aku disuruh pergi."

Glenn memutar bola matanya. Dia menyentil kening Irish pelan, membuat si empunya langsung meringis.

"Eh? Sakit, ya, Rish? Aku kekencengan nyentil kamu?" Glenn panik. Dia hendak keluar dari meja baristanya untuk memeriksa Irish, tapi perempuan itu tiba-tiba tertawa. Beruntung, Cafe sedang sepi, jadi tak ada yang terlalu peduli dengan dua insan itu. Paling-paling hanya melirik sebentar karena suara tawa Irish yang cukup kencang.

"Ciee, panik banget, Pak? Takut dilaporin atas tuduhan kekerasan, ya?" Irish menoel dagu Glenn, menggodanya.

"Kamu bohongin aku, Rish? Nggak lucu." Glenn mendengkus. Sungguh, dia pikir sentilannya menyakiti Irish. Benaknya seketika takut kalau nantinya Irish tidak akan datang lagi ke Cafe gara-gara dirinya.

"Memang nggak lucu. Yang lucu, kan, aku." Tawa Irish semakin membahana melihat raut masam Glenn. Dia akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu bangku daripada mendapat omelan Glenn.

Sembari menunggu, Irish membuka ponsel. Alisnya berkerut bingung saat sebuah pesan masuk tertera di layar. Barangkali karena terlalu asyik menggoda Glenn, dia tidak sadar kalau ponselnya bergetar.

Kacang Gila: Kamu di mana?

Kacang Gila: Kamu ada perlu di luar?

Kacang Gila: Kenapa nggak langsung pulang ke rumah?


Irish mengumpat pelan. Bagaimana bisa pria itu tahu kalau dia sedang ada di luar? Begitu pulang dari kerja, dia yang semula ditawarkan tumpangan oleh Hazel, menolak dengan alasan kalau dia ingin pulang bersama Mauve. Alasan yang salah memang, mengingat Sian merupakan suami Mauve sekaligus teman kerja Hazel. Sudah pasti Hazel akan bertanya kepada pria itu.

Ponselnya bergetar lagi.

Kacang Gila: Irish Blossom.

Kacang Gila: Kamu ketemu sama siapa?

Missing VariableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang