28. Hubungan Diam-Diam

79 10 0
                                    

Layaknya remaja yang sedang dimabuk asmara, aku dan kamu seolah-olah tak ingin berpisah terlalu lama.

***


Irish tiba di rumah sekitar pukul enam sore menggunakan taksi online yang dia pesan sebelumnya, meninggalkan Hazel yang masih tertidur pulas di sofa ruang tamu. Irish memang sengaja tidak membangunkan Hazel supaya pria itu bisa beristirahat dengan baik. Kalau Hazel tahu dia pulang sendirian, Hazel pasti akan merajuk. Biarkan saja, Irish punya alasan untuk membela diri.

"Tumben lo pulang cepet. Kerjaan Hazel udah selesai?" Irish yang baru saja keluar dari kamar mandi, dikejutkan dengan kehadiran Neiva yang tengah berbaring di kasurnya seraya membolak-balik novel Irish.

"Huum. Lagi nggak banyak kerjaan." Dengan tangan yang sibuk mengacak rambut sehabis keramas menggunakan handuk kecil, Irish mendekati Neiva. Tadi, kepalanya sempat terkena hujan, jadi dia memutuskan untuk keramas meski baru kemarin dia melakukannya, semata-mata agar kepalanya tidak pusing keesokan hari.

"Terus, gimana hubungan lo dengan Hazel?"

Pergerakan Irish terhenti. Dia melirik Neiva yang sudah meletakkan novel di sampingnya. "Hubungan gimana?"

"Ya, hubungan antara lo dengan Hazel. Kemarin, lo kelihatan badmood banget dengan dia, terus kalian ketemuan di kantor. Nggak canggung? Atau ... Hazel gangguin lo lagi?" Neiva buru-buru bangkit dengan mata yang menyipit curiga. Kalau memang Hazel masih menganggu Irish hingga membuat perempuan itu kesal, Neiva tidak akan segan-segan untuk melabrak Hazel.

Mendengarnya, Irish tersedak ludahnya sendiri. Meski hujan masih turun, tapi suara Neiva masih cukup jelas diterima oleh rungunya. Andai Neiva tahu yang sebenarnya mengenai hubungan mereka yang baru, bisa-bisa Neiva terkejut setengah mati dan memberitahu Mauve. Dia masih belum disidang kedua temannya.

"Nggak ada. Aku dan Hazel cukup profesional dengan mengesampingkan masalah pribadi di kantor. Jadi, nggak apa-apa. Selagi dia nggak bahas apa pun, aku masih betah. Demi uang, Nei." Irish cengar-cengir, meski hatinya sudah berdentum, takut kalau-kalau Neiva curiga kepadanya. Perempuan itu memiliki insting yang cukup kuat.

"Bagus, deh, kalau dia nggak macem-macem." Neiva manggut-manggut. "Terus, selama kalian bareng, ada perasaan-perasaan pengin balikan, nggak?" Bertepatan dengan Neiva yang menyelesaikan pertanyaannya, ponsel Irish yang tergeletak di meja rias, bergetar pertanda ada pesan masuk.

"Bentar, Nei." Diam-diam, Irish berterimakasih dengan si pemberi pesan yang membuatnya sedikit terbebas dari pertanyaan Neiva yang membuatnya ketar-ketir.

Irish mengambil ponsel dan membuka kunci layar. Dari pop up, terpampang nama 'Kacang Gila'. Pria itu pasti tengah mencarinya.

"Ehm, Nei. Kamu bisa keluar dulu, nggak? Aku ada masalah kerjaan sebentar." Irish bukannya ingin dengan sengaja mengusir Neiva, hanya saja dia tidak ingin hubungannya dengan Hazel terbongkar. Dia masih perlu waktu untuk jujur dengan perempuan itu. Dan ini belum saat yang tepat.

"Kenapa? Kalau mau ngobrol, ngobrol aja. Gue nggak bakal ganggu lo dengan bunyiin marching band."

"Aku butuh privasi. Ya, ya, Nei." Irish menarik tangan Neiva supaya berdiri lalu mendorong tubuh perempuan itu menuju pintu kamar. Sebelum Neiva mengajukan protes, Irish sudah lebih dulu menutup pintu tepat di depan wajah Neiva. Helaan napas lega meluncur dari bibir Irish. Mungkin dia bisa memberi alasan mengapa tiba-tiba mengusir Neiva. Dia belum siap untuk memberitahu mengenai hubungan mereka saat ini. Dia perlu waktu.

Irish membuka pesan dari Hazel.

Kacang Gila : Kenapa kamu nggak bangunin aku?

Missing VariableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang