21. Misi Pertama

118 15 0
                                    

Pada kenyataannya, kisah Cinderella itu hanyalah dongeng belaka. Si Miskin dan si Kaya tidak pernah benar-benar bisa bersatu.

***


Misi pertama; menjaga jarak dari Hazel Jenggala.

Setelah Irish pikir-pikir lagi, ternyata ide Neiva tidak buruk juga. Untuk menjaga ketentraman hati dan pikirannya lantaran sikap Hazel yang suka membingungkan, dia memang harus membuat pertahanan diri. Ya, contohnya begini. Sebisa mungkin berada dalam jarak aman dengan Hazel.

Seperti tugas asisten pribadi-lebih tepatnya pembantu-lainnya, Irish mengambil pakaian Hazel dari laundry terdekat. Padahal, pria itu bisa saja meminta pihak sana untuk langsung membawanya. Lagi pula, Irish yakin kalau baju-baju tersebut tidak akan dipakai dalam waktu dekat, mengingat bagaimana banyaknya baju Hazel di dalam lemari. Bahkan, Irish sangsi kalau Hazel akan memakai baju yang sama beberapa kali dalam setahun.

Namun, Hazel justru meminta Irish untuk pergi ke apartemennya demi mengambil pakaian laundry. Alhasil, sambil menggerutu-waktu masih menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit-Irish mengikuti perintah Hazel lalu meletakkan pakaian tersebut di depan pintu apartemen.

Irish sengaja tidak langsung masuk ke dalam lantaran enggan bertemu dengan Hazel yang pastinya akan terus menahan Irish di sana. Entah apalagi yang akan Hazel lakukan padanya.

Kacang Gila : Baju kamu ada di depan pintu. Tinggal ambil aja.


Irish hanya mengirimkan pesan kepada Hazel sebagai informasi ketika dia sudah berada di pinggir jalan, cukup jauh dari apartemen Hazel. Dia menatap layar ponselnya. Centang dua. Hazel belum membalas pesannya dan itu bagus. Kesempatan Irish untuk melarikan diri cukup besar. Menggenggam ponsel di sisi sebelah kanan, Irish memandangi lalu-lalang kendaraan yang masih sepi, menunggu datangnya ojek online yang dia pesan, tapi hingga lima menit berselang, ojek pesanan Irish belum juga menampakkan batang hidungnya, membuat perempuan itu tanpa sadar mengetuk-ngetuk kakinya.

"Perasaan, aku suruh kamu untuk bawa baju aku ke dalam apartemen, bukan cuma digeletakin gitu aja di depan pintu."

Irish seketika menoleh. Berbagai umpatan hampir keluar dari bibirnya begitu melihat sosok Hazel dengan pakaian santai-kaus panjang dan celana training-sedang berdiri tak jauh dari posisinya dengan tangan tenggelam di saku celana.

Bagaimana Hazel tahu kalau dia ada di sini?

Please, ojeknya dateng dong!

"Ngapain kamu di sini?"

Hazel berdecak. "Kamu kalau mau kabur, jauhan dikit. Minimal sampe depan sana, tuh!" Dia menunjuk lampu lalu lintas yang berada lumayan jauh.

"Kenapa gitu?"

"Iya, sekalian ngemis. Siapa tahu dapet uang tambahan."

Irish mencebik kesal. Pria itu sepertinya tak kehabisan kata-kata untuk memancing kekesalannya. Namun, tiba-tiba Hazel mendekat, membuat Irish langsung menjauh. "Jangan deket-deket!"

Alis Hazel terangkat. "Kenapa? Takut bau? Aku udah mandi. Kayaknya yang belum justru kamu. Soalnya wajah kamu masih ada."

"Maksud kamu? Aku juga udah mandi, ya! Lagi pula, sejak kapan mandi bisa menghilangkan wajah orang?" Hazel dan keanehannya memang sulit untuk dimengerti oleh Irish.

Hazel mengibaskan tangan dengan mata yang menyipit, curiga. "Lupain aja. Jadi, kenapa kamu geletakin baju aku di depan pintu? Aku udah kasih tahu password apartemen aku ke kamu, kan?"

Missing VariableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang