Padahal aku sudah berusaha untuk menjauh, tapi takdir seolah-olah ingin kembali menyatukan kita.
***
"Seperti biasa, milkshake strawberry dan croffle caramel."
"Makasih, Glenn."
Glenn Samudera-salah satu barista di Cafe Senja sekaligus teman Irish-tersenyum lalu duduk di hadapan Irish setelah meletakkan pesanan. Selama tiga bulan ini, perempuan itu sering mengunjungi Cafe hingga membuatnya dekat dengan Glenn dan karyawan di sana.
Pembawaan Irish yang ramah tak menyulitkannya untuk berbaur dengan siapa pun, tapi aneh. Biasanya Irish tak pernah melupakan laptopnya tiap kali bertandang ke Cafe, berbeda dengan hari ini yang malah membawa amplop cokelat.
Tidak hanya itu, Irish juga memakai kemeja putih dan rok hitam, sementara rambutnya disanggul rapi, persis seperti orang yang ingin interview kerja.
"Kamu udah dipanggil untuk wawancara?" tanya Glenn, mengutarakan keingintahuannya.
Irish menyeruput minumannya dan mengangguk pelan. "Iya."
Glenn mengangkat sebelah alisnya. "Terus, kenapa kamu kelihatan nggak semangat? Bukannya bagus kalau kamu dipanggil? Itu berarti kesempatan kamu untuk kerja lagi udah ada di depan mata, Rish."
Irish mengaduk-aduk minumannya dengan eskpresi yang makin murung. Kalau saja pekerjaannya tidak ada sangkut pautnya dengan Hazel, mungkin dia akan tersenyum secerah mentari, tapi sayangnya dia harus kembali bertemu pria itu dan merendahkan sedikit egonya demi mendapatkan pekerjaan.
Entah ke mana sikap angkuhnya tempo lalu yang percaya diri kalau dia tidak akan menerima uluran tangan Hazel.
Tahu bagaimana respons Hazel saat Irish meneleponnya? Pria itu langsung meminta pertemuan keesokan harinya. Tanpa memberitahu apa saja yang harus Irish bawa sebagai persyaratan. Alhasil, Irish hanya membawa berkas-berkas yang biasa dia cantumkan saat melamar pekerjaan.
"Aku cuma takut nggak keterima lagi. Kamu tahu sendiri, kan Glenn, gimana usaha aku supaya bisa kerja lagi," sahut Irish, berbohong. Tak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya kepada Glenn. Masa lalunya bersama Hazel bukan hal penting yang harus dia ceritakan. Kalau saja dia punya pilihan lain, dia tidak akan sudi menghubungi pria itu lagi.
"Sayang banget kamu nolak kerja di sini, Rish."
"Ralat, bukan nolak, tapi aku mengantisipasi adanya kerugian besar."
Kali ini, Irish tidak berbohong. Sebelum ditawari oleh Glenn untuk menjadi waiters di Cafe Senja, Mauve lebih dulu menawarinya untuk bekerja di PinKafe, hitung-hitung sambil menunggu panggilan wawancara. Hanya saja, belum ada sehari Irish bekerja di sana, dia sudah memecahkan lima cangkir dan mendapat protesan karena menabrak pelanggan saat membawa pesanan hingga mengotori baju si pelanggan.
Jadi, daripada Irish melakukan hal yang sama di Cafe Senja, lebih baik dia menolak tawaran Glenn.
Pria yang memiliki gigi gingsul dan love smile itu mengedikkan bahu. "Mudah-mudahan kamu diterima, ya, Rish., supaya kamu nggak galau lagi karena jadi pengangguran. Nanti kalau udah kerja, jangan lupa makan makanan sehatnya dibanyakin."
Irish mendengkus, meski tawa kecil ikut meluncur dari bibirnya. "Kamu lagi sarkas gara-gara badanku yang kurus gini, Glenn?"
"Bukan sarkas, tapi perhatian. Aku nggak mau orang tua kamu kaget karena lihat anaknya kayak orang kurang gizi."
"Glenn, ih!" Irish refleks memukul bahu Glenn.
"Glenn!"
Keduanya menoleh saat nama Glenn dipanggil. Tampak teman pria Glenn melambaikan tangannya-meminta untuk segera dihampiri-dari balik meja kasir. Glenn yang mengerti pun langsung bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing Variable
RomanceIrish sangat menentang kisah lama yang terulang kembali. Menjalin hubungan dengan mantan adalah salah satu hal yang harus dihindari, dan dia akan selalu melarikan diri dari manusia bernama mantan itu. Namun, siapa sangka. Gangguan dari pria yang pe...