17. Memulai Lagi

160 17 1
                                    

Tanpa disadari, perasaan yang sebelumnya telah terkubur lama, kembali muncul ke permukaan dengan warna baru.

***

Suasana haru di antara Hazel dan Irish seketika hancur karena kedatangan Ayana. Dengan penampilannya yang sosialita, perempuan itu datang ke ruangan Hazel, membuat Irish yang merasa seperti obat nyamuk, melipir keluar dan nongkrong di meja Jasmine, meski sempat mendapat penolakan dari lirikan mata Hazel, yang tidak digubris Irish. Barangkali pria itu tak ingin ditinggalkan hanya berdua saja dengan Ayana.

"Mbak Ayana ada keperluan apa ke sini, Mbak? Yang kemarin masih belum selesai?" tanya Irish seraya mencomot baby crabs yang sempat dipesan oleh Jasmine.

"Enggak ada. Kan, udah aku bilang kalau Mbak Ayana memang sering dateng ke sini untuk ketemu sama Pak Hazel." Hari ini jadwal Hazel tidak sesibuk sebelumnya, jadi Jasmine bisa berleha-leha. Dia memotong kukunya yang mulai panjang dan memakai kutek.

"Nggak ada kerjaan banget." Entah kenapa, Irish kurang suka dengan kehadiran Ayana yang terlalu sering. Tidak punya kerjaan sekali sampai-sampai mengganggu Hazel di kantor pria itu.

Jasmine mengedikkan bahu. "Maklum, orang kaya gabut. Pak Hazel juga kayaknya welcome aja kalau diganggu sama Mbak Ayana. Aku, sih, cuma bisa diem selagi nggak dapet perintah dari Pak Hazel untuk nolak Mbak Ayana."

Irish berdecak. Kalau dilihat-lihat, Hazel memang senyaman itu berada di sekitar Ayana, seolah-olah mereka merupakan pasangan yang di mana si perempuan kerap kali mengunjungi kantor kekasihnya untuk sekadar melepas rindu. Kenapa tidak sekalian direalisasikan saja daripada harus berada dalam status yang tidak jelas?

Memang kamu mau, Hazel berhubungan dengan Ayana dan melupakan kamu? Nanti galau lagi.

Logika Irish mengejek, terlebih saat mengingat bagaimana dia menangis histeris di dalam dekapan Hazel, membuatnya tanpa sadar meringis. Astaga ... bisa-bisanya dia lepas kendali begitu? Pasti Hazel sedang besar kepala karena Irish mengeluarkan uneg-unegnya yang sempat galau merana ditinggal pria itu.

"Bodoh banget!"

"Kamu bilang apa, Rish?" Jasmine yang merasa Irish mengucapkan sesuatu dengan nada pelan, lantas bertanya.

Irish menggeleng pelan. "Oh? Enggak bilang apa-apa, kok, Mbak. Mungkin perasaan Mbak Jas aja."

Alis Jasmine berkerut samar. Dia mengorek telinganya, merasa kalau dia tidak mungkin salah dengar. Namun, ya sudahlah. Dia tidak mau peduli. Siapa tahu memang hanya perasaannya saja.

"Terus, kenapa kamu di sini? Kamu, kan, asisten pribadinya Pak Hazel. Seharusnya kamu ada di dalem, temanin Pak Hazel. Jaga-jaga kalau dia butuh sesuatu." Jasmine yang baru tersadar kalau Irish berada di sini, langsung melirik perempuan itu.

"Aku nggak mau ganggu pasangan nggak jadi itu." Irish berusaha untuk cuek, tapi nyatanya dia justru kepikiran dengan kegiatan yang dilakukan Hazel dan Ayana di dalam sana. Apalagi ruangan Hazel kedap suara, yang semakin menambah rasa penasaran Irish. Bukankah agak berbahaya membiarkan dua orang dewasa berbeda jenis kelamin berada di satu ruangan yang sama? Siapa yang bisa menjamin kalau tidak ada hal aneh yang mereka lakukan?

Kamu cemburu, Rish? Khawatir kalau Hazel nanti kepincut sama si body gitar Spanyol kayak Mbak Ayana?

Tidak. Dia tidak sedang cemburu. Lagi pula, untuk apa dia cemburu dengan Ayana? Toh, dia dan Hazel tak punya hubungan apa pun meski tadi mereka sempat bicara dari hati ke hati.

Irish ingin sekali memukul kepalanya yang berotak ayam. Sumpah, dia malu sekali! Kalau waktu bisa diputar kembali, Irish tidak akan bersikap emosional yang menyebabkannya menangis begitu. Seharusnya kalau niat awalnya ingin makan, ya, makan saja. Jangan malah melebar ke mana-mana. Salahkan mulutnya yang nyerocos tanpa memakai rem.

Missing VariableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang