D-2

32 2 0
                                    

Sekali lagi, gue mencoba di keesokan harinya pada jam istirahat. Menemui Luca di kantin berkedok makan di kantin. Kali ini gue bersama Kai, Teguh, Jay, dan Jauzan yang katanya kepo melihat usaha gue.

Sebenarnya Kai dan Teguh yang kepo, sekaligus Kai juga mau PDKT-in Juli. Katanya, bosan kalau mau nimbrung terus obrolan anak-anak cewek di kelas. Kalau Jay nurut aja saat diajak ke kantin. Beda dengan Jauzan yang sebelumnya menolak dan lebih memilih tinggal di kelas. Tapi, karena Kai menghasut Jauzan kalau dia bakal sengaja pegang-pegangan tangan dengan Juli, akhirnya Jauzan memilih ikut.

Percaya deh. Walau wajah Kai mendukung buat bersikap buaya ke cewek-cewek di sekolah ini, Kai itu anaknya polos. Polos banget. Nggak sengaja sentuhan tangan cewek, langsung cuci tangan. Katanya, biar tangannya masih suci.

Dan sedikit info. Kai kalau udah suka sama cewek, dia bakal nyimpen dalam hati tanpa aksi dan pengungkapan. Makanya, sering dikatain cupu dan diketawain oleh Teguh.

"Gabung yah." Ucap gue setelah selesai mengambil makanan dan mulai mengambil tempat di samping Luca diikuti oleh Jauzan dan Jay. Sedangkan, Kai dan Teguh duduk di sebelah Juli.

"Tumben banget anak-anak konglomerat merakyat di kantin. Apalagi kak Jauzan. Kan dia yang paling malas ngantri." Balas Juli, heran. Jauzan hanya menatapnya dengan malas.

Info tambahan lagi, umur Juli hanya berbeda 5 bulan lebih muda dari umur Jauzan. Tapi, katanya sering disuruh orang tua Juli buat manggil Jauzan dengan sebutan 'kak', jadinya terbiasa sampai sekarang.

Iya, kita semua tahu tentang info serandom ini karena kita emang sedekat itu.

"Seperti kata lo, kita berusaha lagi merakyat." Ucap gue.

Tiba-tiba saja sosok di samping gue berdiri, membuat perhatian kita semua teralih menatapnya.

Sebelum dia benar-benar pergi, gue menahan pergelangan tangannya yang tertutup oleh kain seragamnya, tapi langsung ditepisnya.

Ngeri juga nih cewek. Main pergi tanpa pamit. Kita baru duduk, astaga.

"Sorry, kalau gue ganggu lo. Lo makan aja. Kita nggak benar-benar nimbrung. Jajaran meja lo aja yang masih kosong. Makanya, kita gabung."

Sedikit benar, karena sisa jajaran meja Luca dan Juli yang masih kosong. Ada yang masih kosong, tapi rata-rata ditempati kakak kelas.

Nggak mungkin kalau kita ikut nimbrung sama kakak kelas.

"Gue nggak selera."

Apa susahnya lo bilang kenyang? Sarkas anjir.

"Ca, makanan lo belum habis. Nanti-"

"Gue. Nggak. Selera." Ucapnya dengan penekanan di tiap katanya.

"Lo mau cepat mati?"

Itu... Jauzan. Percayalah, Jauzan tipe orang yang tenang dan jarang ngomong. Tapi, ketika moodnya rusak atau lagi nggak baik, ia bisa sarkas seperti Jay. Seperti... Sekarang, ia yang sedang hadapi Luca (?)

Luca hanya menatap tajam Jauzan. Kemudian, Luca pergi tanpa meninggalkan sepatah kata lagi. Gue memandang punggung Luca yang kemudian hilang dibalik tembok gedung kelas.

"Serius itu yang dibilang ratu es? Kalau ratu cuek sih cocok." Celetuk Teguh.

Gue menatap Teguh lalu menggelangkan kepala.

"Dia dijulukin ratu es juga karena nggak ada ekspresi pas digampar kak Fay. Keras banget lagi sampai kedengaran di barisan pojok." Ucap Kai.

Gue hanya fokus menikmati makanan di kantin dan mendengar obrolan Teguh dan Kai yang lebih mendominasi di meja ini.

"Gue duluan ke kelas."

Atensi kita semua mengarah ke Jay yang bersiap pergi.

"Tapi, makanan lo belum habis." Ucap Kai.

"Gue kenyang. Kalau mau, ambil saja. Sup dan ayam saosnya belum gue sentuh."

Tanpa menunggu jawaban, dia langsung pergi meninggalkan kami yang masih menatap kepergiannya.

***

Unknown

Luca menghela nafas. Kini, ia berada di belakang sekolah. Ia pergi meninggalkan Juli yang sedang bersama 'anak konglomerat'.

Belakang sekolah merupakan tempat favorit Luca. Walau, banyak rumor yang beredar kalau belakang sekolah cukup menyeramkan, karena hanya terdapat hamparan rumput dengan pohon rindang yang terlihat cukup angker. Bagi Luca, jika berjalan sampai ke pohon rindang ini, ada beberapa bunga cantik tak terurus yang tumbuh di sini. Tidak terlihat jika hanya dilihat dari bangunan kelas yang cukup jauh dari posisi Luca saat ini.

Sudah sepuluh menit ia duduk sambil menyandarkan dirinya di pohon ini. Tersisa lima menit lagi jam pelajaran selanjutnya akan dimulai.

"Ini."

Luca sedikit terkejut, walau tidak terlihat perubahan ekspresi wajahnya yang datar. Ia menatap laki-laki yang berdiri didekatnya sambil memberikan sebuah roti, lalu pandangannya kembali menghadap ke depan. Menghiraukan laki-laki tersebut.

Laki-laki itu berjongkok di dekatnya, meraih tangan Luca. Walau Luca berusaha untuk menarik tangannya kembali, tapi kekuatan laki-laki itu terlalu kuat. Ia menggenggam kuat pergelangan tangan Luca dan sempat memberikan tatapan tajam ke Luca. Luca hanya kesal dalam hati.

"Makan. Nanti lo cepat mati." Ucap laki-laki itu menaruh roti di tangan Luca. Terdengar sarkas seperti biasa.

Kemudian, laki-laki itu berdiri. Mulai meninggalkan Luca, tapi ia berhenti sejenak untuk mengatakan sesuatu yang lagi-lagi membuat Luca kesal.

"Jangan dibuang. Itu bukan selai nanas yang biasa lo buang di tong sampah. Kalau nggak suka, kasih ke orang lain. Orang di luar sana banyak yang nggak mampu. Lo anak beasiswa, songong banget."

Luca menatap laki-laki itu yang kini pergi dan mulai menghilang di balik tembok bangunan sekolah. Luca menghela nafas berat.

"Biarpun itu cokelat atau keju, gue juga bakal kasih ke orang lain kalau nggak kadaluarsa, setan." Kesal Luca.





D-2, done~

Cuman mau ingatkan, kalau cerita ini bakal banyak bahasa kasar. Aku lupa mengingatkan di awal aku publish cerita ini.

Yuhhhuuu... Akhirnya, aku update~

Jangan lupa vote and comment. Jika dirasa cerita ini menarik, jangan lupa share ke teman-teman kalian.

~Thank You 🦊~

Adam's Ice GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang