Dari kemarin gue kepikiran, dan gue... Sedikit merasa bersalah.
Apakah gue harus menyerah?
Gue ingin menyerah karena selama gue mencoba untuk mendekat, sikap Luca sungguh membuat gue lelah dan kemarin... Gue melihatnya menangis.
Apakah gue penyebabnya?
Tapi, di sisi lain gue juga penasaran tentang dia. Kalau benar gue penyebabnya, apakah dengan menampar pipi gue kemarin, emosinya belum mereda? Kalaupun gue bukan penyebab ia menangis, gue tetap penasaran.
Kenapa sikapnya sangat dingin ke orang-orang, termasuk gue? Kenapa sikap normalnya hanya ditujukan ke Juli? Sedekat apa mereka? Apakah Juli tahu seluruh- atau minimal deh, sebagian dari kisah hidup Luca?
Dan gue sangat penasaran.
Gue cuman sebatas berpikir, bahwa Luca dan Juli itu cuman berteman dekat, nggak sampai sahabatan. Tipe-tipe yang kayak Luca juga nggak bakal seterbuka itu sama siapapun.
Dia tipe menyimpan masalahnya untuk dirinya sendiri.
Ini pemikiran gue.
Tepat hari ini, hari senin, gue berada di sini, di depan kelas Luca. Gue iseng mencari Luca untuk memastikan keadaannya baik-baik saja dengan dalih mengingatkan dia, bahwa sebentar, pulang sekolah, kita akan latihan perdana untuk persiapan acara pensi. Gue masuk. Tidak menemukan sosok Luca, tapi menemukan Jay yang sedang menulis sesuatu di mejanya.
Sepertinya, Luca sedang ke kantin. Tapi, bel baru saja berbunyi beberapa detik yang lalu. Nggak mungkin kan ia secepat itu meninggalkan kelas?
Gue mendekat ke arah Jay dan duduk di salah satu bangku di depannya. Duduk berhadapan dengan Jay walau posisi bangku yang gue dudukin terbalik. Gue melirik bangku di sebelah Jay. Tidak terlihat tas Luca.
"Nggak ke atap?" Tanya gue basa-basi.
"Nggak."
"Lo kerjain apa?"
"PR."
"Tumb-"
"Dikumpul minggu depan."
Gue menganggukkan-anggukkan kepala. Sudah biasa kalau gue dan Jauzan berbicara dengan Jay yang irit ngomong seperti ini. Kecuali, Teguh dan Kai. Pasti mereka misuh-misuh dan ngata-ngatain Jay lempeng dan sebagainya jika Jay menjawab omongan mereka seirit ini.
Padahal, hampir 4 tahun kita berteman, tapi Teguh dan Kai tetap nggak terima jika Jay bersikap seperti itu ke mereka.
Sedikit kekanakkan.
Lalu, emang kebiasaan Jay jika ia mengerjakan tugas di awal. Katanya, biar bisa rebahan sepanjang waktu tanpa memikirkan PR.
Prinsip yang baik.
"Luca ke mana?" Tanya gue, menyampaikan tujuan gue ke kelasnya.
"Nggak masuk."
"Kenapa?"
"Sakit."
"Lewat apa lo diinfoin?"
"Sms."
"Tapi, Jay. Emang Luca semiskin itu?"
Akhirnya, Jay menatap gue. Mungkin, ia tidak habis pikir dengan pertanyaan gue.
Yah, kan gue hanya memastikan. Walaupun anak beasiswa, setidaknya hp mereka sudah upgrade ke android yang jika pengen beli bekasnya, ia bisa menemukan hp dengan minimal harga Rp. 500.000 saja 'kan?
Jay meraih hp di sisinya. Sedikit ia scroll layar hpnya, hingga ia menunjukkan ruang obrolan antara ia dan Luca. Lantas, gue meraihnya.
Luca
Hari ini 05.45
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam's Ice Girl
FanficKarena kekalahannya dalam permainan TOD di hari pertama awal semester genap, Adam Kalandra mau tidak mau harus menerima usulan dare dari teman-temannya yang kini berubah menjadi taruhan mereka dalam waktu 45 hari. Isi taruhannya, membuat seorang Rat...