D-19

9 0 0
                                    

"Halo, Bu."

Saat gue mengangkat telfon, bisa gue lihat raut bingung di wajah teman-teman gue. Gue mengisyaratkan ke mereka, bahwa yang menelpon Ibu dan mengundurkan diri ke sisi lain rooftoop ini untuk menghindari keributan yang dihasilkan oleh teman-teman gue.

Benar, kita semua lagi ngumpul atap sekolah sejak bel pulang berbunyi.

"Dam, jemput Ibu dan Ayah besok yah. Tugas Ayah udah selesai."

"Iya, bu. Kira-kira jam berapa sampainya?"

"Jam 4 sore. Sekalian, ajak teman-teman kamu buat makan malam sama-sama."

"Hah? Di hari yang sama? Yakin? Ibu dan Ayah nggak kecapekan? Baru pulang dari dinas loh."

Perjalanan dinas Ayah dan Ibu lumayan loh. Gue kasihan dengan kondisi mereka. Takutnya, mereka kena jetlag, walau gue tahu nggak bakal semudah itu, karena emang udah kebiasaan mereka. Bahkan, Ayah pernah berangkat pagi dan begitu tiba di kota tujuannya di siang hari, ia langsung mengadakan meeting dengan beberapa karyawan perusahaannya.

Ayah benar-benar tipe workaholic, tapi nggak lupa dengan keluarganya. Sama satu lagi, beliau sering olahraga, makanya terlihat bugar.

"Tahu tuh, Ayah kamu. Ibu sudah peringatkan buat istirahat dulu, tapi Ayah maunya sekalian besok."

"Ibu kamu sebut-sebut terus nama teman perempuan kamu. Yah, Ayah kepo lah."

Sepertinya, pembicaraan gue dan Ibu di loudspeaker, sehingga Ayah bisa dengar dan meresponnya. Untung gue menyingkir sebentar dari teman-teman gue.

"Eh, iya. Ajak Luca juga sekalian makan malam. Kita makan malam di restoran Woozi dekat rumah."

Oke, bahkan nama Luca sampai Ibu ingat. Sungguh luar biasa sekali ingatan Ibu gue.

"Iya, bu."

"Oke, itu aja. Sampai ketemu di bandara besok. Jangan lupa pesan Ibu."

"Iya. Baik-baik di sana, Yah, Bu. Sampai ketemu besok." Dan panggilan pun berakhir. Sebelum gue masuk, gue mengirim beberapa pesan singkat.

"Guys, besok malam diajak Ibu buat makan malam di restoran Woozi dekat rumah."

"Wih, nggak ada planning nih gue besok."

"Gas."

"Selain kita, siapa lagi yang lo ajak?"

"Kak Woozi, Juli, dan Luca."

Uhuk

"Serius ngajak Luca?" Gue hanya mengerutkan alis mendengar pertanyaan Jauzan.

"Kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa, kayak aneh aja ada orang asing yang hadir." Jawab Jauzan.

"Pendekatan ke camer, Ja. Lagian, udah sering juga Adam ajak orang lain buat kenalan ke ortunya. Walau ujung-ujungnya, kalau udah ketemu bokap Adam mereka bakal menghilang juga, karena lihat aura wibawa bokapnya." Jelas Teguh.

"Tapi, nggak di acara segini resminya. Sampai diajak kak Woozi loh dan kemungkinan kita semua bakal hadir. Nggak hilang-hilang kayak kemarin yang tiba-tiba ada tugas kelompok, urus perusahaan, dan lain-lain." Tambah Jauzan.

"Simulasi lamaran sih, kalau kata gue." Celetuk Kai, membuat gue memukul bahunya.

"Sembarangan. Ortu gue kepo sama Luca gara-gara kita berdua muncul di acara radio. Gue lupa kalau acara kemarin ternyata ditampilin live streaming juga lewat youtube." Jelas gue.

"Hohoho... Udah lampu hijau ternyata. Bakal ada drama baru nih yang judulnya, 'Cewek gue korban taruhan gue'. Mantap." Ucap Teguh membuat Kai berseru heboh. Gue hanya merotasikan mata dan berdiri, bersiap meninggalkan mereka.

Adam's Ice GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang