D-20

6 0 0
                                    

Beberapa kali gue melirik jam di tangan gue. Sekarang pukul 16.10. Belum ada tanda-tanda kalau ortu gue bakal keluar, padahal pesawatnya sudah mendarat pada pukul 15.50. Gue datang lebih awal dari seharusnya demi menghindari kemacetan di jalan.

Kringgg...

Gue meraih hp di saku gue. Terpampang nama nyokap memanggil di layar hp gue.

"Halo, Bu."

"Udah di bandara?"

"Udah. Agak lama yah, Bu?"

"Iya, soalnya koper Ayah belum kelihatan, sabar du- Eh, Yah, ini kopernya. Tunggu sebentar lagi. Koper Ayah udah ketemu."

"Oke, Bu. Pelan-pelan."

Dan percakapan kita berakhir. Nggak berselang waktu lama, gue melihat Ayah dan Ibu keluar. Gue melambaikan tangan, memberi tahu tentang keberadaan gue. Ketika mereka mendekat, gue salim ke mereka.

"Makin ganteng." Celetuk Ayah.

"Percuma ganteng kalau ceweknya nggak peka." Ibu membalasnya.

"Sindir Adam? Kapan Adam punya cewek?" Tanya gue, kemudian mengambil koper Ibu.

"Luca lah. Siapa lagi. Luca mana?" Tanya Ibu.

"Sejak kapan Luca jadi cewek Adam, Bu? Kan Adam udah jelasin kemarin, kalau Luca cuman jadi partner Adam waktu pentas dan acara radio kemarin. Parah deh Ibu. Terus, Luca nggak ikut ke sini, karena Luca bukan siapa-siapa Adam. Lagian, Luca pasti istirahat, karena mau datang ke acara makan malam sebentar." Jelas gue.

Kadang, Ibu gue di luar dugaan banget kalau soal beginian. Mana, kelihatan lebih excited lagi. Gimana kalau gue tiba-tiba minta lamaran dan pasangannya memang Luca? Kayaknya, bakal langsung dituruti walau gue belum lulus SMA dan bakal dibikin acara semewah mungkin.

"Oh, iya. Hampir aja Ibu lupa acara makan malam sebentar. Pasti Luca dandannya cantik." Ucap Ibu, membuat gue memijat dahi.

"Udah, udah. Ayo pulang. Ayah mau istirahat sebentar sebelum acara makan malam. Nanti Ayah minta tolong supir buat anterin Ayah dan Ibu. Nanti Adam jemput Luca." Ucap Ayah menepuk bahu gue dan gue menganggukkan kepala.

***

Gue memperhatikan perempuan yang sedang menyeberang jalan. Gue nggak bisa melihat jelas bagaimana riasannya, karena suasana malam dan keadaan di sekitar cukup gelap. Lampu penerangan di jalan ini bisa dibilang minim, sehingga hanya melihat pakaian yang juga ikut berwarna gelap.

Hingga dia sampai di hadapan gue, gue belum bisa berpendapat tentang dia malam ini. Yang jelas, kacamatanya masih dia kenakan.

Anjir, kenapa sih penerangan di sini gelap? Mana raut wajah yang ditampilkan juga terkesan dingin.

Gue membuka pintu penumpang dan dia langsung masuk tanpa sepatah katapun. Ingin berharap dia mengucapkan 'Terima kasih', tapi gue tahu kalau dia Luca.

Gue pun mulai menjalankan mobil. Lagu yang gue play menemani kita berdua yang hanya fokus dengan pikiran masing-masing. Sesekali, gue bersenandung mengikuti irama lagu Perfect - One Direction. Jalanan cukup macet, sehingga perjalanan yang bisa gue tempuh dalam 20 menit sedikit lebih lama. Hingga, ponsel gue berbunyi menampilkan nama Teguh di layar utama.

"Dam, kita udah sampai." Ucapnya begitu gue mengangkat telfon.

"Gue masih di sekitaran RSUD. Habis jemput Luca. Kalian langsung ketemu nyokap dan bokap. Kayaknya, mereka udah sampai duluan. Nanti tanya resepsionis, ruangan yang udah direservasi atas nama Kalandra." Jelas gue.

"Iya, tuan muda Kalandra yang terhormat. Tidak lain dan tidak bukan, pasti nama bapak anda. Tidak mungkin nama bapak Jay, pak Hendery."

"Anjing lo." Gue hanya tertawa saat Jay mengeluarkan kalimat kasar ke Teguh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adam's Ice GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang