Surat Terbuka Untuk Orang Tua

73 10 3
                                    

Hari ini kau memberanikan diri untuk bersuara. Mengambil secarik kertas lalu menuliskan isi hatimu yang terluka. Kau memulainya dengan menulis pengakuan terberat namun sering terlontar dari mulut orang tua.

"Aku Bodoh"
Baru dua kata, tetapi sungguh membuatmu menderita. Air matamu mengucur tanpa sadar. Namun, kau berusaha melanjutkannya.

"Aku akui, aku tak sempurna. Tetapi, aku harus sehebat apa, sih agar terlihat baik di mata kalian? Mengapa aku harus tau semua hal yang kalian bahkan tak pernah beritahu? Apa aku harus tau semua dari sekolah sementara pendidikan utamaku ada di rumah?" Kau menarik napas panjang. Berat. Menuliskan setiap kata ini membuat napasmu kian tertahan. Lalu, setelah melepaskan hembusan napas panjang, kau kembali menuangkan rasamu.

"Apa aku harus menjadi sempurna agar bisa membuat kalian bangga? Entah ekspektasi apa yang kalian harapkan dariku, tetapi sepertinya itu semua sudah berlebihan. Aku tidak sepintar yang kalian kira. Tetapi, tak pula sebodoh yang kalian ucapkan. Aku hanya menyukai bidang yang kusuka, yang membuatku bahagia, yang bisa kunikmati setiap waktunya, bukan segala hal seperti yang kalian pikirkan. Meski begitu, rasanya sudah sesulit ini. Perjuanganku pun tak main-main untuk bisa terbiasa. Aku tau, yang kalian inginkan hanya yang terbaik untukku, tetapi jika sudah sesakit ini, apakah masih harus terus dipaksakan?" Sekali lagi, kau menghembuskan napas berat. Rasanya sudah tidak sanggup lagi kau tuliskan segalanya, tetapi masih banyak yang ingin kau ungkapkan.

"Aku mohon, berhentilah. Aku bukan boneka yang bisa kalian atur seenaknya. Aku anak kalian, titipan Tuhan yang seharusnya kalian jaga dengan hati, bukan dengan kata-kata yang menyakiti. Izinkan aku menjadi diriku sendiri, tanpa harus dipaksa melakukan hal di luar keinginan hati. Aku juga ingin dicintai seperti anak lain, bukan diperlakukan seperti ini"

Selesailah surat yang kau tulis ini. Meski belum semua namun hatimu mulai merasa lega, tangismu pun perlahan mereda, dan pikiranmu mulai sedikit terbuka.

Kau menatap surat yang sudah kau tulis. Ketika membaca setiap katanya, emosimu kembali tak terkendali. Kau akhirnya mulai berpikir, jika dirimu sendiri saja begitu terluka saat membaca surat ini, lantas bagaimana dengan orangtuamu? Kira-kira akan sesakit apa yang mereka rasa?

Mungkin setelah membaca surat ini, akan ada perubahan sikap dari orangtuamu. Tetapi, pikirkan saat mereka baru membacanya, kepala mereka akan dipenuhi pikiran akan kegalalan menjadi sosok orangtua yang kau impikan. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga untuk membuatmu bahagia, namun ternyata tak pernah berhasil.

Ini adalah pengalaman pertama mereka menjadi orang tua. Mereka pun masih belajar dalam memahami sosok yang dianugerahkan Tuhan. Mereka kira, dengan hanya memberimu nafkah maka lepaslah tanggung jawabnya. Mereka kira, dengan menunjukkanmu pada cita-cita yang menjanjikan dapat membuatmu menjadi lebih bahagia. Mereka kira, jika ragamu baik-baik saja maka tak akan ada masalah kedepannya. Sayangnya, mereka pun masih belajar seiring pertumbuhan anaknya.

Orangtuamu juga manusia, mereka tak sempurna, dan bisa merasakan sakit yang sama seperti dirimu. Lantas, mengapa meminta pada mereka untuk berubah dengan kata-kata yang juga menyakitkan? Apakah rasa sakitmu akan terbalas jika balasannya setara? Apakah semuanya akan 'pasti berubah' setelah pembalasan itu kau lakukan?

Bagaimana jika yang mereka katakan adalah cara agar kau tersadar dari perbuatan salah? Memangnya, kau tau apa yang orangtuamu pikirkan? Orangtuamu hanya manusia. Mereka juga tidak tau apa yang sebenarnya kau inginkan.

Ini semua, hanya soal komunikasi saja. Kebanyakan manusia, hanya tau memendam sakit, tapi menuntut sembuh seolah lawan bicaranya adalah cenayang. Mereka tak bisa membaca apa yang kau pikirkan jika tak pernah kau utarakan. Mereka tak bisa mengerti jika tak coba kau jelaskan.

Jadi, katakanlah. Tetap dengan kata-kata yang baik tetapi meyakinkan. Tidak menyakiti tetapi menyentuh hatinya. Terakhir, mintalah bantuan-Nya. Sebab, tak ada yang bisa merubah hati manusia selain diri-Nya.

Sabtu, 15 Januari 2022
-nr

Aku Tidak Baik-Baik SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang