~ Cerita 29 ~

13 3 1
                                    

Tekanan Terhadap Asha

Melissa dan Asha masih mempersoalkan karir Asha, mereka masih ngobrol di taman belakang rumah Pondok Indah. Marchel juga ikut mendengarkan silang pendapat Asha dan Melissa, namun dia berusaha untuk melihat secara bijak apa yang dipersoalkan.

Melissa seorang wanita karir sekali, sementara Asha dibesarkan dilingkungan yang sangat sederhana, sehingga pola pikirnya pun sangat sederhana. Asha adalah tipikal wanita yang tidak banyak maunya. Sementara dalam pandangan Melissa, wanita juga harus mengambil peran, bukan sekadar menerima keadaan.

Apa yang dilakukan Asha di rumah mertuanya, lebih kepada pengabdian. Sementara Melissa yang melihat kenyataan yang ada dihadapannya, seolah-olah Asha hanya menghabiskan waktunya hanya untuk mengurus rumah tangga. Melissa kuatir dengan masa depan Asha, karena dia ingin mempersiapkan Asha sebagai penggantinya.

"Mama sangat faham, apa yang kamu lakukan itu adalah pengabdian seorang menantu, tapi tidak berarti dengan kesibukan kamu di luar, kamu tidak bisa hanya mengabdi Sha." jelas Melissa

"Ya memang ke depan Asha juga punya prospek untuk usaha Ma, tapi dalam waktu dekat Asha harus melaksanakan berbagai program yang sudah Asha siapkan." jawab Asha

"Mama gak usah kuatir, Asha akan tetap menjadi wanita karir kok ma, Marchel juga gak mau kalau Asha cuma di rumah." timpal Marchel

Ternyata, Melissa sangat prihatin dengan keadaan Asha, yang begitu berusaha untuk merebut hati mertuanya. Melissa merasa apa yang dilakukan Asha itu, adalah upayanya untuk mendapatkan kenyamanan di rumah mertuanya. 

Asha memang tidak pernah mengadu pada siapa pun seperti apa perlakuan ibu mertuanya pada dia. Itu semua dia lakukan atas dasar cintanya pada Marchel, cinta yang memang tumbuh di dasar hatinya, bukan karena silau dengan kekayaan Marchel. 

Secara dewasa, Asha berusaha untuk menjaga keseimbangan hubungannya dengan ibu mertuanya. Dugaan Melissa tidak salah, karena dia juga wanita dan sangat tahu seperti apa perasaan seorang wanita. 

Suasana berduka di rumah Pondok Indah itu masih sangat terasa, Mami Marchel sangat merasa kehilangan Philip, karena selama ini hanya Philip yang menemani kesendiriannya di rumah. Mami Marchel terlihat sangat murung, hanya bik Tum yang selalu menemaninya saat ini. 

Melissa, Asha, dan Marchel masuk ke dalam rumah untuk menemani Mami yang masih sendiri. Melissa akhirnya pamit untuk pulang ke hotel ditemani bi Hana. 

"Mami Marchel.. saya mau pamit pulang ke hotel ya, kalau di izinkan saya mau bawa Brama dan Narti sekalian, Asha biarin deh menemani Mami." ujar Melissa

Mami Marchel berdiri dari duduknya, "Terima kasih ya bu, sudah menghibur saya, silahkan bawa Brama, kalau Asha dan Marchel mengizinkan." jawab Mami Marchel

Asha dan Marchel mengizinkan Melissa membawa Brama, dan Asha membekali Narti ASI yang sudah disiapkannya di dalam botol, hasil dari memerah air susunya. 

***
Dalam perjalanan pulang ke hotel, Melissa kembali menyoal kondisi Asha di rumah itu pada bi Hana, 

"Han.. saya prihatin lihat Asha di rumah mertuanya, makanya saya keras suruh dia terusin kuliahnya, supaya gak cuma jadi ibu rumah tangga han.."ujar Melissa

"Kan memang rencananya dia mau kuliah lagi Mel, dia sibuk di rumah mertuanya itu cuma untuk mengambil hati mertuanya, biasalah itu Mel." terang Hana

"Saya juga pikir gitu Han, dia mau berbaik-baik dengan mertuanya, tapi jangan sampai keterusan, ntar mertuanya dikit-dikit harus Asha, lama-lama Asha jadi pembantunya deh.."

"Kita lihat dulu aja Mel, sampai tujuh hari ke depan, setelah habis masa berduka, mudah-mudahan Asha berubah. Kita jangan tekan Asha dulu, kasihan Mel, anak itu sangat perasa lo.." 

Hana jelaskan pada Melissa, seperti apa karakter Asha yang dia ketahui sejak kecil, yang Melissa tidak pernah ketahui. Hana yang merasa mengasuh Asha sejak bayi, lebih tahu tentang Asha, dia tidak rela kalau Melissa menekan Asha hanya untuk memenuhi keinginannya. 

Melissa baru sadar, dia memang yang melahirkan Asha, tapi dia bukan yang mendidik dan membesarkan Asha. Melissa tidak mengenal seperti apa karakter Asha, makanya ada pemberontakan dalam diri Asha, saat Melissa terus menekannya. 

"Mungkin saya terlalu egois ya Han, terlalu ingin menguasai Asha, tapi saya lakukan semua itu, karena saya sangat sayang dengan dia Han, dia cantik tidak pantas cuma jadi ibu rumah tangga." ucap Melissa dengan sedikit sedih. 

"Harus pelan-pelan Mel bicara sama Asha, kamukan lama telantarkan dia, secara emosional ada kekecewaannya sama kamu, takutnya nanti dia durhaka sama kamu." Hana kembali ingatkan Melissa

Melissa tidak melanjutkan pembicaraannya, dia merenungkan apa yang diucapkan Hana. Jarak yang begitu lama memisahkan ibu dan anak itu, membuat kesenjangan cara berpikir, dan perbedaan orientasi yang menjauhkan mereka. 

Asha yang terbiasa hidup apa adanya, membuat dia tidak punya tuntutan hidup, bahkan saat Marchel menanyakan apa keinginannya, dia tidak bisa menjawabnya. Asha merasa hidupnya sudah cukup, sehingga dia cuma butuh ketenangan. 

***
Di rumah Asha mulai sibuk menata semua perabotan rumah yang masih berantakan, dibantu oleh para pembantu yang ada di rumah itu. Asha hanya mengatur tata letak perabotan tersebut. 

Dia juga berkeliling rumah, untuk melihat kebersihan dan kerapihan halaman rumah. Itu semua biasanya dikerjakan oleh ibu mertuanya, sekarang Asha merasa itu sebagai tanggung jawabnya. 

Melihat apa yang dilakukan Asha, ibu mertuanya sangat senang, dia sangat bangga sama Asha yang mampu menjadi ibu rumah tangga yang baik. Namun Marchel tidak menginginkan Asha seperti itu, dia mengingatkan Asha, 

"Sha.. kamu gak usah pusing sama hal-hal seperti itu, kita bisa bayar tenaga orang lain untuk mengerjakannya."  tegur Marchel

"Aku cuma memerintahkan mereka mas, bukan aku yang kerjakan, supaya lain waktu mereka bisa kerjakan sendiri." ucap Asha

"Ingat Sha! kamu itu isteri seorang pengusaha, bukan cuma sekadar ibu rumah tangga, bahkan mungkin satu saat kamu menjadi seorang pengusaha."

"Lho? Apa salahnya aku kerjakan semua itu? Walau pun aku seorang Presiden misalnya, kan itu pekerjaan biasa mas!!" bantah Asha

Asha punya persepsi sendiri tentang posisi dan kewajibannya, dia tidak ingin bersikap kaku dalam praktek kehidupannya. Dia ingin melakukan apa yang harus dia lakukan. Jabatan tidak mempengaruhi sikap hidupnya. 

Satu sisi Marchel bangga dengan Asha, karena dia sangat dewasa dalam menyikapi hidup. Status sosial bagi Asha adalah hal yang biasa, tidak untuk mengubah pola hidup dan pola pikirnya. Dia tetap ingin menjadi dirinya sendiri, tidak ingin menjadi orang lain. 

Marchel berusaha untuk memahami apa yang diinginkan Asha, perbedaan pandangan antara dia dan Asha berusaha dia hindari. Marchel berusaha untuk lebih maklum pada Asha, tidak ingin bertentangan dengan Asha. 

Bersambung..

Jangan lupa subscribe, review, dan vote-nya, penulis sangat mengharapkan apresiasinya dari para pembaca, karena kelanjutan cerita ini sangat tergantung respon pembaca sekalian..terima kasih sudah membaca cerita saya.

Om Nikah Yuk! - Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang