Denyut Nadi

790 68 6
                                    

Typo bertebaran

Yukkk baca, karya ku yang lain.

Jangan lupa vote and coment = follow.

Yuuuk ramaikan lapak let's end.

بسم الله الرحمن الرحيم

~Lidwinsetya~







Tubuh ringkih itu semakin lama kian menyusut. Menyeruput teh di pagi hari nyatanya tak membuat hatinya menjadi riang. Katanya teh dapat membalikkan suasana menjadi riang, nyatanya Zain tak mendapatkan itu. Sepotong roti yang di sajikan dengan selai nanas kesukaan Rasyid tentunya membuat ia memakan sambil meringis.

Ingat sekali Zain, bagaimana Rasyid saat itu menghabiskan roti selai nanas yang baru pertama  kali di coba langsung ingin meminta lagi.  Rasyid bilang 'lai segel' oh Allah hati Zain sakit sekali ketika harus di jejali dengan kenangan manis namun menjadi kepahitan yang Zain rasakan mungkin seumur hidupnya.

Membuka lembaran demi lembaran kedukaan dan kesedihan nyatanya membuat tubuh Zain tak mampu menopang lagi. Ringisan disertai sakit kepala yang Zain rasakan beberapa hari ini memang lebih sering zain alami. Bahkan disaat tubuhnya tak berbuat apa-apa pun serangan sakit kepala itu sering terjadi.

"Yah,  Ayah... Ayah kenapa? "

Gazala yang memang berada di samping ayahnya merasakan kekhawatiran hingga membuatnya menangis. Tak lama setelah Gazala memastikan Ayahnya dengan menggoyang tubuh Ayahnya namun tidak mendapat respon, Gazala mencoba lagi namun ternyata Zain tak sadarkan diri di kursi meja makan. Gazala sangat  panik, walaupun ia calon dokter namun tidak mungkin  gazala mengangkat ayahnya menuju kamar seorang diri. Memang Zain tidak pernah mau ada pembantu di apartemennya. Jikapun ingin bersih-bersih Zain memilih untuķ menyewa tukang pembersih ruangan yang di bayar sesuai dengan aplikasi. 

Dalam keadaan yang membuat Gazala kebingungan dengan berat hati ia mengambil ponsel yang terletak tak jauh dari tempatnya duduk saat ini. Gazala mencoba menghubungi Rasyid. Tidak ada pilihan lain selain menghubungi kakaknya itu.

Tuuutttt... Tuuuuutttt.

"assalamualaikum Mbak, ada apa? Pagi-pagi telepon abang. Mau di jemput? Hmmmmm"

"Bang,  bisa ke sini! Ayah pingsan."

Tidak ada jawaban dari Rasyid, saat ini Rasyid memang sedang menuju arah restoran tempatnya bekerja mengurus usaha Amma nya dan tak lupa juga mengurus usaha ternak sapi Bubu nya.

"Bang, please, Mbak sendirian" ucap Gazala penuh memohon.

"Panggil sekuriti saja."

"Bang, Mbak mohon kali ini saja" Ucapnya sambil menangis.

Rasyid langsung memutuskan mematikan teleponnya. "Selalu saja menyusahkan".

Dengan malas Rasyid menuju apartemen di kawasan Rasuna Said yang kebetulan tak jauh dari arah mobil yang di kendarainya. Hingga sampai di parkiran Rasyid berjalan menuju lift yang tersedia di setiap lantai. Setelahnya Rasyid menekan tombol angka tujuh belas, dimana Zain tinggal saat ini. Tungkai kakinya melangkah terburu- buru bukan karena khawatir terhadap Ayahnya, tapi dia lebih khawatir dengan Gazala adiknya itu. Untung saja jarak perjalanannya ini lebih dekat coba kalau jauh Rasyid tidak akan mau datang ke sini. Apalagi harus bertemu dengan Zain.

Let's End 3 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang