Follow+coment+ vote
Salah satu bentuk apresiasi kalian untuk author tentunya.
Jangan lupa intip ceritaku yang lain ya.
Ada yang mau? Jangan lupa vote yaa
Author akan bagi hadiah untuk readers setia. 😊
Caranya gampang kok cukup follow+coment+klik bintang.
~Lidwinsetya~
🌸🌸🌸🌸🌸
Alunan indah menghiasi malam, rembulan bersinar terang nun jauh disana. Kebisuan menghiasi langkah kita, namun, yakinku adalah kamu. Kini semua telah sirna tergerus oleh waktu.
Nyata dan tak bisa lagi ku cegah. Kepiluan dan keikhlasan harus berjalan bersamaan. Luka yang tergores mungkin akan sembuh dengan sendirinya. Namun perlu waktu agar tak lagi ada luka baru.
~Nabila Zauhara Putri~
🌸🌸🌸🌸🌸
"Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq."
"Bagaimana para saksi sah"
"Sah" suara riuh menggema di kediaman Winata. Lantunan do'a beriringan dengan suara riuh kegembiraan serta tangisan. Walau di bagian sudut ada air mata yang jatuh tanpa di minta. Mengalir deras di serta terjun bebas begitu saja.
Mengikhlaskan nyatanya tak semudah ucapannya, tatapan sendu tertuju pada seseorang yang sedari tadi menahan air hujan di kedua matanya agar terlihat baik-baik saja.
Nyatanya apa yang di inginkan olehnya kini tak dapat terwujud, begitu misteri kisah cinta anak cucu adam, tak dapat di pungkiri sebagian hatinya ikut terluka.
Egonya seakan ingin mengulitinya agar tetap bertahan dengan pendiriannya. Namun tangisan keluarganya saat itu justru membuatnya menjadi dilema dan memutuskan untuk meminta izin pada seseorang yang belakangan ini menemaninya dan selalu berada di sampingnya.
"Bang, bagaimana dengan Nabila?" suara Gazala menghiasi kebisuan diantara kakak dan adik itu.
"Bang" Ucapan Hana tercekat ketika ingin meluapkan apa yang ada di hatinya.
Rasyid memilih diam, tak mengeluarkan kata satupun, ia berjalan di dampingi Aila dan Zain yang berada di sampingnya.
Zain memberi kode kepada kedua putrinya untuk menahan semua pembicaraan ini hingga selesai acara nanti. Zain pun merasa sedih sekaligus iba pada putranya itu. Zain sangat memahami ketika Rasyid mulai menerima keputusan Zahwa saat itu. Namun, kini justru Rasyid yang kembali menjadi korban keegoisan dan kebisuannya. Harusnya Zain lebih keras lagi untuk mempertahankan.
Rasyid menaiki tangga menuju kamar di lantai dua masih di dampingi Aila dan Zain, secara perlahan tungkai kakinya menaiki anak tangga selangkah demi selangkah, hingga di tengah tangga Rasyid membuka suara. "Jangan sentuh saya. Tolong lepaskan." Ucapnya dengan nada dingin
Zain membisu, langkah kakinya terhenti dan tangannya terlepas dari lengan putranya itu, tak banyak yang Zain bisa lakukan untuk putranya, Namun ia dihadapkan kembali dengan penolakan dari putranya. "Maaf" hanya kalimat itu yang Zain katakan kepada Rasyid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's End 3 (Tamat)
RomanceSekuel "melepasmu" siapa bilang aku bahagia, siapa bilang aku tidak memendam luka, kenyataannya hati ku sakit. didalam darahku mengalir darah winata didalam gelar namaku tercantum gelar albagaz Rank#1 elegi Rank#3 cerpen mei 2022