Bagian Tiga: Malaikat dan Donat

26.9K 1.9K 62
  • Didedikasikan kepada karizadfrrl
                                    

A/n: disebelah/diatas itu fotonya castnya Nara. Kalau kalian gak sreg, bayangin sendiri aja ya. Selamat membaca dan jangan lupa vote sama komennya ditunggu ya♡

==

Bagian Tiga: Malaikat dan Donat

==

Atha berjalan gontai sambil menghela nafas untuk sekian kalinya sementara Faust berjalan berdampingan disebelahnya. Sibuk berbicara dengan seseorang diseberang melalui sebuah benda yang Atha pikir, ponsel, sambil sesekali menembus pejalan kaki yang berjalan berlawanan arah dengan mereka.

Setelah setengah jam lalu bertemu Nara, Atha memutuskan untuk berjalan mengelilingi kawasan pertokoan yang cukup ramai. Tak jarang dia menoleh untuk mengobrol kecil dengan Faust―yang tentu saja menarik perhatian orang disekitarnya.

Well, Faust memang tidak kasat mata selain pada Atha. Jadi wajar saja bila semua orang yang melihat Atha merasa kalau dia tidak jauh berbeda dari orang gila.

"Ya, baiklah, bye."Faust menutup telfon usai berbicara selama lima menit. Ponsel berwarna putih itu menghilang seketika―bersamaan dengan Faust menutupnya.

Mengapa dengan sihir, semuanya jadi terlihat mudah?

Atha mengalihkan pandangannya kearah Faust saat makhluk itu menghela nafas berat, mengacak rambut coklat kehitamannya pelan dan menghentikan langkahnya, membiarkan beberapa manusia melangkah menembusnya.

Disaat itu juga Atha merasa ada suatu hal yang tidak beres. Dia kemudian ikut menghentikan langkahnya.

"Ap―"

Faust memotongnya dengan mengangkat sebelah tangannya di udara. Meminta Atha tidak bertanya. Makhluk itu kemudian menarik nafas dalam dan menatap Atha. Iris mata hitamnya membuat Atha memperhatikannya dengan seksama dalam diam.

"Kayaknya aku harus pergi sebentar."ucap Faust, angkat bicara.

"Kemana?"

"Ruang konsultasi langit,"Faust menjentikkan jarinya, memunculkan sebuah hologram di udara yang menampilkan pemandangan ruangan luas dengan empat orang yang duduk diatas sebuah kursi megah. Mengerjakan sesuatu.

"Apa itu?siapa mereka?"Atha bertanya lagi.

"Empat orang itu dewan langit. Mereka tempat para malaikat purnama berkonsultasi, melaporkan tugas-tugasnya. Berhubung kita masuk ke masa lalu yang salah―aku harus berkonsultasi dulu dengan mereka. Kita tidak boleh sembarangan datang dan pergi ke masa lalu. Nanti mengacak-acak dimensi waktu."jawab Faust.

Atha mengangguk mengerti. "Cuman sebentar, kan?"

Faust menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan mengiyakan. "Aku harap sih begitu. Kalau tidak salah ada taman yang tidak jauh dari sini, kamu bisa duduk disana selagi menunggu. Aku mau berangkat sekarang."Faust menjawab sambil membentangkan sepasang sayap hitamnya. Matanya mendongak untuk menatap  langit lalu kembali menatap Atha.

"Oke, gue tunggu lo di taman. Tapi cepetan ya. Nggak pakai lama."Atha membalasnya seraya menghela nafas panjang. Matanya terasa agak berat karena mengantuk―berhubung seharusnya kan Atha tidur terlelap diatas kasurnya. Bukan berjalan tanpa tujuan seperti sekarang.

Faust hanya mengangguk kemudian mengambil ancang-ancang sebelum terbang ke langit setelah menginjak atap sebuah mobil yang hendak lewat didepan mereka.

Atha bisa melihat portal berwarna biru keunguan muncul diatas langit dengan tiba-tiba. Faust tanpa membuang waktu banyak, langsung memasukinya dan menghilang seperti debu dalam sekejap. Ke dunia lain yang awalnya Atha pikir hanya ada di cerita dongeng.

Replaying UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang