Bagian Dua: Menuju Masa Lalu

29.7K 2.2K 81
                                    

Bagian Dua: Menuju Masa Lalu

 ==

"Aku Faust."

Atha duduk termangu-mangu menatap makhluk bersayap didepannya angkat bicara. Suaranya terdengar datar dan dingin. Mata hitamnya terlihat begitu memikat tapi juga misterius. Membuat Atha merasa sedikit iri karena dia selalu menginginkan iris matanya berwarna hitam ketimbang coklat. Sejak beberapa saat yang lalu, makhluk dengan perawakan persis seperti manusia laki-laki itu berdiri disana. Hidungnya mancung, rahangnya tegas, dan rambutnya yang sedikit ikal dipangkas pendek berwarna coklat kehitaman.

Dia benar-benar tampan.

"Faust?"Atha mengulang namanya dengan tidak yakin. Takut pengucapannya salah.

Makhluk itu mengangguk.

Atha mencubit lengannya dan meringis kesakitan saat merasa cubitannya terlalu keras. Dia melakukan itu hanya sekedar untuk menguji kesadarannya, karena dia pikir dia sedang berada dalam mimpi.

Sejujurnya Atha tidak pernah percaya dengan makhluk-makhluk yang biasa diceritakan dalam sebuah dongeng. Seperti peri dan sejenisnya. Namun ketika makhluk itu muncul sungguhan didepannya, Atha hanya bisa termangu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Jadi, Faust, apa yang lo lakukan di kamar gue malam-malam begini?"tanya Atha beberapa saat setelahnya.

"Mengabulkan permohonanmu. Itu sudah jadi tugasku, malaikat purnama."

Atha melipat kedua tangannya didada. "Malaikat purnama?gue nggak pernah dengar yang seperti itu."ucapnya.

Faust memunculkan sebuah buku didepan Atha dalam sekejap mata.

"Malaikat purnama itu malaikat yang tugasnya mengabulkan permohonan salah satu manusia terpilih di malam bulan purnama. Dan kami hanya muncul setahun sekali."seiring Faust menjelaskannya, lembaran buku itu terbuka sendiri dan memaparkan gambar-gambar juga tulisan dalam bahasa yang tidak Atha mengerti.

Atha mengerutkan dahi. "Gue pikir seharusnya malaikat itu bajunya bukan kaos hitam juga jeans belel. Dan biasanya mereka bawa panah. "guraunya tidak penting.

Faust memutarkan kedua matanya malas. "Yang bawa panah itu cupid."koreksinya.

"Kamu."makhluk itu menunjuk Atha dengan jari telunjuknya. "Memohon supaya bisa kembali ke masa lalu kan?"sambung Faust yang ditanggapi anggukan pelan dari Atha.

"Aku bisa membantumu, Athalia."

Perkataan Faust tanpa sadar membuat Atha menahan nafasnya. Matanya tidak berkedip, dia menatap Faust dengan pandangan tidak percaya. Pikirannya berusaha berpikir rasional akan makhluk yang berada didepannya.

Mungkin semua ini hanya ilusi yang tercipta diotak Atha karena belakangan dia kurang tidur. Atha memijat pelipisnya dengan ibu jari sementara matanya tertutup. "Astaga, gue udah gila kali ya."gumamnya pelan.

Faust yang mendengar gumamannya kemudian―dalam satu kedipan mata―mengangkat Atha dengan sihirnya dan menggendong perempuan itu disebelah bahunya terbalik, membuat Atha berteriak karena kaget. Dia memukul Faust sementara kedua kakinya menendang-nendang punggung makhluk itu, meminta untuk dilepaskan walaupun pada akhirnya itu percuma. Faust mengabaikan permintaannya dan menggendongnya kedepan lemari kayunya yang besar.

Atha menautkan kedua alis saat Faust hendak membuka lemarinya.

Mau apa dia?

Pipi Atha seketika memerah saat teringat kalau lemarinya berantakan sekali, terlebih ada pakaian dalam didalam sana. Tapi diluar dugaan, ketika Faust yang membuka lemarinya―tidak terdapat satu pun pakaiannya disana. Atha sampai dibuat menganga kecil saat suasana didalam lift terdapat dibalik pintu lemarinya. Lift yang biasa ditemui di pusat perbelanjaan atau hotel.

Replaying UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang