Bagian Dua Puluh Enam: Pertemuan Pertama

12.8K 1.5K 163
                                    


A/n : [PENTING] Part ini khusus untuk Atha&Nara ya, ceritanya sebelum Nara meninggal hope you love it!

==

Bagian Dua Puluh Enam: Pertemuan Pertama

==

Bulan Mei tanggal dua belas, matahari bersinar terik. Seakan membakar permukaan kulit. Tetapi hanya selang beberapa jam setelahnya, Atha bisa melihat bagaimana langit berubah keabuan. Dihiasi awan mendung yang siap menumpahkan isinya ke bumi.

Ulang tahun Atha yang ke tujuh belas terasa biasa saja─meski harus dia akui, rasanya setiap tahun memang tidak ada yang spesial. Masa putih abu-abu bahkan dia lewati dengan menyibukkan diri bersama setumpuk buku setiap harinya. Hanya sesekali pergi jalan─itu pun hanya bersama Raya.

Alhasil, karena bosan, Atha tergerak dari ranjangnya untuk pergi. Padahal baru hari kedua dia libur dari sekolah namun rasanya sudah membosankan.

Yah, paling tidak, liburan kelulusan kali ini harus dia isi dengan sesuatu bermanfaat. Awalnya Atha berpikir demikian. Membaca buku contohnya. Tapi novel─bukan buku-buku ruwet yang tiap hari dipelajarinya di sekolah. Oleh karena itu, Atha bergegas mengganti bajunya dengan kaos oblong dan jeans nyaman. Baru sesudahnya dia mengirimkan pesan kepada Raya. Berniat mengajaknya.

Saat tengah sibuk mematut dirinya yang sudah merasa siap dan lumayan percaya diri menghadapi pantulan dirinya di cermin, ponsel pintarnya bergetar.

Dia menggerutu pelan dan membuka lock screen nya yang menampilkan foto dia dan Raya yang saling merangkul dengan seragam yang sudah dihiasi spidol.

<Raya: Maaf banget Tha! Gue nggak bisa. Ada janji sama Dika.>

Membaca pesan singkat Raya, otomatis Atha mendesah panjang. Dia lupa bila Raya sedang asik-asiknya dalam masa pendekatan dengan pemuda kelas sebelah, Andika.

Dengan super cepat, Atha mengetik diatas keyboard ponsel pintarnya. Mengirim balasan pesan Raya supaya tidak membuat sahabat baiknya itu menunggu.

<Atha: Okelah. Sukses pedekatenya.>

Tanpa menunggu balasan, Atha memasukkan ponsel dan dompet kecilnya kedalam saku. Keluar kamar dengan sedikit tergesa. Rumahnya hampir setiap saat selalu dalam keadaan sepi─mengingat kedua orang tuanya hampir tidak memiliki waktu luang di rumah. Pembantu hanya datang akhir pekan. Maka dari itu, begitu Atha berjalan keluar kamar suasana hening begitu terasa.

Raya's calling.

Atha membaca tulisan itu terpampang di layar ponselnya usai dia mengunci pintu rumah. Sambil menyelipkan kunci di dalam karpet rumah, Atha mengangkat telfonnya sebelah tangan.

"Halo?" ucapnya.

Unuk beberapa saat Atha mendengar suara keramaian. Lalu, tidak lama, suara familiar terdengar. "Atha!"

"Mm?" balasnya. Atha berjalan ke luar pagar menuju halte bis terdekat. Berhubung toko buku yang ditujunya tidak jauh, rasanya sayang bila menghabiskan bensin. Sejujurnya Atha memang jarang menyetir mobil meski memiliki sim. Lagipula, sebagian besar waktunya dihabiskan dalam rumah dan sekolah─jadi rasanya, dia lebih terbiasa memakai angkutan umum.

"Lo marah ya?maaf banget! gue janji sama Dika duluan soalnya." ucapnya dalam satu tarikan napas. Suaranya terdengar dikeraskan sengaja agar bisa terdengar jelas diantara keributan yang ada di seberang telfon.

Replaying UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang