A/n: Happy reading!
==
Bagian Empat Belas: Bolos Sekolah
==
Atha melirik pemuda yang duduk di sebelahnya dalam bis. Dia mengenakan earphone di kedua telinganya sambil menatap buku catatan kecil yang daritadi di pegangnya. Mengundang rasa penasaran dari perempuan itu.
"Nara. Bentar lagi kita sampai."
Tidak ada balasan. Atha mencubit lengan Nara pelan.
"Aduh, apaan sih sayang." tutur Nara yang langsung melepas sebelah earphone nya dan mengusap lengannya―kemudian menoleh pada Atha.
"Sayang sayang, mbahmu sayang." timpal Atha yang langsung dihadiahi tawa dan cubitan sebelah pipi dari Nara.
"Itu buku apaan sih?" tanya Atha beberapa saat setelahnya. Dagunya mengendik kearah buku kecil yang sama, yang hingga detik itu masih dipegang Nara.
"Oh, ini bukan apa-apa."
"Gue serius."
"Gue dua rius."
"Nar, jangan mulai deh. Ini masih pagi." ucap Atha sedikit membentak.
Nara menggeleng dan malah memasukkan buku catatan itu ke dalam tas selempangan berwarna dongker yang dipakainya sejak tadi. Pagi yang hangat ketika itu, Nara meneleponnya supaya menemani pemuda itu memilih hadiah untuk Irina―secara, Atha kan perempuan.
Alih-alih menjawab, Nara malah memasangkan sebelah earphone nya di telinga Atha sambil tersenyum. Mata coklatnya terlihat mengkilap selaras dengan warna rambutnya akibat pantulan cahaya mentari dari balik kaca bis. "Ini lagu Charlie Puth, yang see you again. Dengerin deh, enak."
Atha berdecak lalu memutar kedua matanya. "Nar, jangan alihin pembicaraan deh."
Setelahnya, Nara membuang muka. Menatap jalanan yang buram seiring bis berjalan pergi. "Tha. Lo percaya sama gue kan?" tanyanya tiba-tiba. Kedengaran aneh karena tidak nyambung dengan apa yang sedang mereka bahas.
"Kenapa lo masih nanya?" Atha balik bertanya.
Nara diam-diam mengulum senyumnya. "Itu artinya, kalau gue bilang apa pun, lo percaya?" Nara kembali mengajukan pertanyaan.
Dengan sedikit ragu saat itu, Atha mengangguk.
"Jadi dulu―gue dekat sama seseorang." Nara menarik napas. "Tapi orang ini hilang tanpa jejak. Gue nggak tahu kenapa ingatan gue tentang dia juga nggak jelas. Tiap kali gue berusaha ingat mukanya, susah. Semuanya kayak ilusi semata."
Atha hanya diam. Sibuk mencerna perkataannya.
"Kayak hari-hari yang gue lewatin sama dia, cuman mimpi." sambung Nara, menatapnya lekat.
》》》
"Gue suka Nara."
Atha menampar kedua pipinya sambil menggerutu kesal di depan cermin. Menyesali perbuatannya sendiri. "Aish, dasar tolol." umpatnya seraya melotot pada pantulan dirinya sendiri di cermin.
Faust yang sedang melipat kedua tangannya dibelakang leher untuk dijadikan bantalan, menghela napas pelan dari langit-langit kamar.
"Aku menyuruhmu menyatakan perasaan ke Nara, bukan Kariza."
"Faust, ini bukan salah gue sepenuhnya. Otak gue lagi korslet kemarin." bantah Atha sambil mondar-mandir.
Gedoran dari arah pintu kamar mengalihkan perhatian keduanya. Kariza membuka pintu tanpa diminta, menampilkan dirinya yang sudah siap dengan tas dan seragam sekolah putih abu-abunya. Yang sedikit berbeda adalah raut wajahnya―Kariza terlihat pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Replaying Us
Teen FictionAthalia Sharafina menyukai Narado Risyad dalam diam selama bertahun-tahun. Tapi tidak pernah menyatakannya bahkan disaat-saat terakhirnya dengan Nara. Sebuah keajaiban Atha bertemu Faust. Makhluk tampan dengan sepasang sayap hitamnya yang bersedia...