Bagian Dua Puluh Delapan: Bimbang

15.4K 1.6K 232
                                    


==

Bagian Dua Puluh Delapan: Bimbang.

==

"Faust?" Atha membuka pintu kelas dengan sedikit tergesa. Begitu mengedarkan matanya ke dalam, tidak ada satu pun makhluk hidup didalamnya. Dia menghembuskan napas panjang sambil berjalan masuk.

Mata coklat Atha tertuju pada bangku di pojok belakang kelas. Bangku Nara yang saat ini kosong―Atha mengulum senyum tipis. Tiba-tiba dia ingin duduk disana, merasakan menjadi Nara di dalam kelas.

Jadilah dia menduduki bangku Nara. Melipat tangannya sambil menatap papan tulis yang kosong. Atha menoleh kesamping, tersenyum saat membayangkan bila disebelahnya adalah dirinya. Nara selalu menoleh kearahnya dari tempat ini.

Dan hari pertama sekolah Atha di masa lalu―Nara juga melihatnya dari sini.

Atha membuang wajahnya ke langit di luar jendela. Waktu benar-benar berjalan lebih cepat dari yang dia bayangkan.

Usai menghembuskan napas berat, Atha memiringkan badannya. Tangannya merogoh kedalam laci meja Nara. Sekedar iseng.

Atha mengerutkan dahi dan mengeluarkan beberapa barang yang didapatnya. Sebuah buku, secarik kertas, dan satu pensil yang sengaja diselipkan dalam buku.

Narado Risyad. Terpampang dibagian depan buku. Atha membuka tiap lembar buku itu, melihat tulisan tangan Nara yang kadang rapih dan berantakan―sambil berharap bahwa dia tidak akan lupa bagaimana bentuknya.

Halaman tengah, Atha berhenti. Matanya tertuju pada sketsa dirinya. Atha.

Butuh waktu beberapa detik sebelum Atha bisa memastikan itu benar-benar dia atau bukan. Namun Atha rasa itu adalah dirinya. Meski sedikit berbeda karena kelihatannya Nara menggambarnya cepat.

Dia menggambar Atha yang sedang bertopang dagu dari samping―tapi kapan?

Atha seketika ingin merobeknya dan membawanya ke masa depan untuk disimpan. Tetapi dia mengurungkan niatnya.

Pada akhirnya, Atha malah menggambar sketsa Nara diatas secarik kertas yang tadi menggunakan pensil yang terselip dalam buku. Ah, Atha tidak pernah pandai dalam urusan menggambar―makanya yang terjadi adalah gambar yang dibuatnya gagal total. Lebih mirip dengan gambaran anak tk yang berusah menggambar pangeran favoritnya.

Tertawa pada hasilnya sendiri, Atha pun akhirnya meletakkan pensilnya kembali dan melipat tangannya. Menjadikannya bantalan kepala lalu menutup mata.

Matanya terasa cukup berat dan sebelum Atha memasuki alam mimpi―dia melihat siluet Faust yang muncul tiba-tiba dalam sekejap mata. Hanya saja, rasa kantuk yang luar biasa mendominasi membuat Atha memilih untuk terlelap dalam tidurnya.

》》》

Nara tersenyum kecil saat akan berjalan memasuki kelas. Tangan kanannya memegang erat pesawat kertas yang jatuh ke kepalanya beberapa saat lalu. Perkiraannya benar. Atha berada di dalam kelas, duduk di bangku yang biasa Nara duduki sambil tertidur diatas lipatan tangannya sebagai bantalan.

Nara baru sadar. Kalau Atha sedang tertidur, lalu siapa yang melemparkan pesawat kertasnya ke bawah?

Tidak ingin berpikir banyak hal, dia memutar bangku di depan Atha menghadap belakang. Mendudukinya sehingga posisi keduanya saling berhadapan.

Alisnya bertaut melihat buku tulis yang sengaja Nara tinggalkan dalam laci berada dibawah tindihan tangan Atha. Pemuda itu dengan perlahan menariknya dan mengulum senyum tipis melihat halaman yang terbuka.

"Lo udah lihat ya." Nara memampangkan gambarnya lalu bergantian melihat sosok Atha yang tertidur.

Dia merobek bagian tengahnya, melipatnya dengan rapih lalu meraih tangan Atha. Membukanya perlahan, menaruh kertasnya diatasnya sebelum menutup kembali tangannya rapat.

Replaying UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang