6 bulan berlalu...
Indonesia.
✨Dirumah minimalis yang terbilang sangat mewah yang jauh dari kata megah tersebut terdapat tiga perempuan satu generasi sedang asik meracau bagaikan burung titituit. Mereka sedang melakukan acara weekend dengan perut mereka yang mengembang.
"Kita kayak janjian yak bikin dedek gemesnya bisa barengan gini" celetuk Clara dengan perut buncitnya kemarin ia melakukan tujuh bulanan. Ia menikah dengan orang Jawa asli 2 tahun yang lalu.
"Heem. Padahal kita bikinnya gak teleponan dulu kan yak? " samber Delaney ia menikahi orang Bali dan menetap di Jakarta.
Mina melihat dua sahabatnya saling bergantian, "kalian juga heran apalagi aku" celetuknya polos.
"Lo inget gak Del waktu si Mina kemari? Gue kira itu setannya kemari" Delaney tertawa.
"Iya gue kirain lo di takuti gara-gara gak ikut ngelayat ke sana" Delaney tertawa ia mengelus perutnya, kehamilannya berusia 6 bulan sama dengan Mina.
Mina melihat perutnya yang terlihat membuncit ada sesosok malaikat kecil yang hidup di dalam sana. "Sehat sehat sayang" Mina mengunyah apel yang tengah selesai di kupas oleh Clara di atas piring.
"Kalo si Arca tahu elo masih hidup Na, gue yakin dia ketar ketir cariin elo" Clara mengunyah apelnya juga ia membagikannya pada Delaney.
"Kalian semenjak pindah kesini bahasanya kasar banget ya? " sindir Mina.
"Iya kita kesini di cekokin buibu komplek, lo tahu kata mereka muka gue gak cocok beramah tamah dengan bilang aku kamu, mereka bilangnya kita cocoknya bergue elo" Clara menjelaskan dengan nada menggebu-gebu.
Mina menggelengkan kepalanya gemas, memang pada dasarnya sahabatnya itu sudah bodoh dari sananya, ibu ibu komplek sedang mengerjainya karena mereka adalah bule jadi kalo bule ngomong bahasa Indonesia suka belepotan bahkan mereka gampang untuk di kerjai.
"Ngomong aku kamu saja itu perkataan yang lebih sopan di sini" Mina berjalan ke luar pagar ia bermaksud ingin membeli sayuran pada abang abang yang berkeliling dengan motornya.
"Bang ada brokolinya? " tanya Mina fasih.
Abang-abang itupun menunjukkan dimana brokolinya.
"Non asli sini yak? Kok ngomongnya fasih banget? " tanya ibu parubaya di sampingnya, heran ada bule yang fasih bahasa Indonesia.
Mina menoleh dan tersenyum. "Dulu saya pernah tinggal di sini Bu"
Ibu itupun hanya membuka mulutnya 'oh'.
"Bang saya mau bayar" Mina menyodorkan semua belanjaannya.
Mina memasuki pekarangan dengan belanjaannya yang berada di tangannya.
"Asik masak enak nih, aku sekalian bikinin ya Na" Delaney tersenyum, ternyata mereka berusaha ber aku kamu setelah dua tahun terbiasa dengan kata gue elo. Mina jadi geli sendiri dengan kepolosan mereka berdua untung suami mereka adalah orang yang baik dan bertanggung jawab dan juga partner bisnis hingga rumahnya pun saling berseberangan, mungkin mereka tidak tega memisahkan perempuan kembar dempet tersebut. Dan mereka ngumpul di rumah Clara yang sederhana hanya berlantaikan dua namun rumahnya cukup besar dan asri.
"Masak gih Del, gapunya beras ya lo makan di rumah gua mulu? " Clara mengusir Delaney dari rumahnya dengan nada galak tapi isinya becanda.
Delaney melotot, "kamvret gak kenal mertua gue yak lo? "
"Kagak kenal gue, sana pulang lo" Clara melipat tangannya di dada.
"Nanti kalau mertua gue kesini gak bakal gue kasih beras Bali yang lo idam idamkan itu, ngences anak lo nanti baru tahu rasa lo" ancam Delaney.
Clara langsung tertawa, "canda cantik, anjir lo mainnya marah marah aja"
Dasar gak ngaca! Delaney memandang Clara malas.
"Nanti kalau anak gue ngences lo juga yang repot yakan Del? " rayu Clara.
"Ya sudah kasih gue makan, kasian anak gue tahu" melasnya.
Dan pada akhirnya mereka makan di temani para suami mereka pulang di saat jam makan siang.
Mina melihat mereka dengan lesu namun sirat lesu tersebut di gantikan dengan senyuman bahagia saat Delaney melihat kearahnya.
Alaska.
Seorang pria jangkung tengah membawa sebucket bunga krisan ke sebuah makam yang bertuliskan WILHELMINA KEANDRA PRAXEDES.
"Hai Honey i miss you " ia membersihkan rumput liar yang tumbuh di atas makam. Arca tersenyum lirih, "kamu tahu aku masih berharap kamu itu hidup di sisiku menua bersamaku" Arca pamit.
Ada seorang pria yang sedang menunggu Arca pulang di balik tembok makam yang besar, saat melihat Arca sudah berlalu ia mendekati makam tersebut dan menslide ke kiri nama nisan tersebut dan berganti menjadi MARIA RAULLES istrinya yang meninggal karena kanker. Tak berlama-lama pria tersebut pun pergi membawa bucket bunga dari Arca. Meskipun sudah tiada ia tidak akan menerima istrinya diberi bunga oleh orang asing. Pria itu membuangnya di tong sampah dekat gerbang kuburan yang bernama MARIANA FRANSISCO HILLS tanah leluhur dari keluarga Praxedes dan juga Douglas.
Arca dengan pengawalnya keluar dari Bandara hari ini ia akan memulai proyeknya dengan sang klien dari Indonesia.
Azka tersenyum ternyata klien ayahnya adalah sang Douglas, Arca menatap tajam Azka tentu saja ia masih mengingatnya, orang di depannya adalah teman istrinya. Namun sayangnya ia pasti belum mendengar kabar bahwa istrinya sudah tiada.
"Baik Mr. Douglas jadi proyek kali ini kita akan bekerja sama dengan pihak pengelola kita akan meluncurkan peralatan medis yang akan sangat berguna dan berkembang di masa depan nanti... " Arca mengangguk.
"Baiklah saya tunggu kabar baiknya, soal dana mari kita bicarakan nanti" Arca berbicara dengan bahasa Indonesia yang fasih membuat Azka dan ayahnya terkejut.
"Wow. Saya tidak menyangka Anda begitu hebat Pak" Fadly tersenyum takjub.
Meeting selesai.
Arca keluar dari perusahaan namun di jegat Azka, ia mencari sesuatu.
"Kau kesini tidak dengan Mina, Tuan muda? " tanya Azka.
Arca tersenyum sinis, "untuk apa kau menanyakan istriku? " tantang Arca.
Azka tertawa masam, di cemburui sang tuan muda Douglas sungguh menyeramkan "Oh maafkan aku. Aku hanya ingin bertemu dengannya saja karena perusahaannya sekarang mulai terkendala" kali ini Arca yang terkejut, ia tak tahu jika istrinya mempunyai perusahaan.
"Bergerak dalam bidang apa? " Arca bertanya mereka berdua memasuki restauran di dalam perusahaan milik Fadly ayah Azka.
"Kosmetik dan otomotif, bukan kah kau suaminya mengapa kau tak tahu? " Azka memicingkan matanya.
Arca menghela nafas sebentar, "dia sudah tiada" walaupun menyakitkan tapi ia harus memberitahu orang di depannya.
"Hah? Apa maksudmu? Jangan bercanda denganku Tuan muda" Azka tertawa tak terima.
"Aku juga sama sepertimu tidak akan percaya jika dia tiada bukan di depan mataku. " Arca membawa jassnya yang telah ia buka di lengannya seraya menepuk bahu Azka yang masih terdiam mematung.
"Tidak mungkin" gumamnya.
Azka mengemudikan mobilnya dengan sedikit melamun ia membelokkan jalannya ke arah komplek ia ingin menghindari jalanan besar yang penuh kendaraan agar tidak menimbulkan kecelakaan namun tetap saja jika berkendara dalam keadaan tidak fokus mau dimana pun itu pasti akan terjadinya sebuah insiden, seperti saat ini seorang ibu hamil tengah melintas dengan sayuran di tangannya.
"Aaarrghhh.... "
Bugh...
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA (Hate Love and Die) S E L E S A I
Random"Ed tolong aku" Arca menyuruh Dr.Edwin mendekat sedangkan Dr.Edwin masih belum paham. "Siapa yang sakit No?" Tanyanya yang memanggil nama akhir dari Arca. "Saya" Dr.Edwin mau bertanya lagi namun segera di potong Arca segera "senjataku terluka Ed" ∆ ...