Part 20

484 75 12
                                    


Perumahan di daerah Pedurungan, Kota Semarang, menjadi tujuan Hasbi. Ia meminta bantuan rekannya, Narendra, untuk menemaninya berkendara.

Setelah menghabiskan waktu hampir sejam mengelilingi kota, berseteru karena peta pemandu elektronik yang menyesatkan, akhirnya mereka sampai di sana.

Lokasi yang menurut ketua RT setempat adalah rumah dari wanita bernama Hasna Nur Setyorini. Beberapa kali Hasbi menghirup dan menghela napas. Rekannya terkekeh melihat wajah tegang Hasbi.

"Lu mau ketemu ibu lu atau mau ngelamar anak orang sih?"

"Gue nggak ketemu mama Hasna sejak umur lima belas tahun, Na."

Narendra tersenyum, ia menepuk bahu sahabat seprofesinya itu. Keduanya bersahabat sejak sama-sama menjadi mahasiswa fakultas kedokteran di salah satu universitas di Jogja. Sekarang, keduanya sama-sama melanjutkan program spesialis di Solo, hanya berbeda bidang saja, Hasbi mengikuti jejak Ammar sebagai spesialis syaraf, sedang Narendra menjadi dokter spesialis mata.

Pria setinggi seratus tujuh puluh enam senti tersebut melangkah turun dari mobil. Tak lupa ia menjinjing beberapa oleh-oleh yang sudah dipersiapkan untuk sang ibu.

Meski ia ragu akan sambutan ibunya nanti. Pintu gerbang yang tak terkunci, ia geser perlahan, hampir ak bersuara. Setelah itu, ia berjalan ke arah teras, menekan bel di dekat pintu.

Cukup lama ia menunggu, sebelum akhirnya seorang wanita berusia lima puluhan muncul. Netra mereka bertemu.

"Maaf, cari siapa ya?"

Hasbi tak mengubah arah tatapnya sedikitpun, sebelum ia berlutut dan bersujud di kaki sang wanita.

"Ini Abi, Mah."

Wanita itu membulatkan mata.

"Abi? Hasbi? Anakku?"

Hasbi mengangguk, ia memeluk kak wanita itu. Hal yang dulu pernah ia lakukan saat sang ibu berniat pergi sembari menggendong adiknya.

"Ini Abi, Mah. Abi datang. Abi kangen mama Hasna."

Dari luar pagar, Narendra mengamati pertemuan ibu dan anak itu. Haru jelas terasa. Sementara Hasbi kini diminta berdiri oleh Hasna. Wanita itu mendekap sang putra erat.

"Aw!" rintih Hasbi saat Hasna memeluk kencang punggungnya. Ia tak bisa berbohong jika bekas jahitan di punggungnya masih nyeri.

Hasna segera menatap wajah sang putra. Tanpa bertanya, ia menyibak kaos yang dikenakan Hasbi.

"Abi! Kamu kenapa?"

Kekhawatiran tergambar jelas di wajah wanita itu.

"Abi minggu lalu habis kena musibah, Ma. Pas liburan sama ... ng ... keluarga Almira. Abi mau nyelamatin Almira tapi ya apes, Ma."

"Almira?"

"Calonnya Abi, Ma. Kapan-kapan Abi ajak ke sini. Abi kenalin sama mama."

Hasbi tidak mau merusak moment dengan sang ibu. Tak mungkin dia bilang kalau dia berlibur dengan Yuni dan keluarga barunya. Akhirnya, ia menyebut Almira sebagai kekasihnya. Alasannya dibut semasuk akal mungkin.

Hasna menyuruh sang putra masuk. Setelah sampai di dalam rumah, Hasbi baru ingat jika ada Narendra yang masih menunggu di luar, sehingga ia segera keluar lagi dan menyuruh temannya masuk.

Pria itu lega, Hasna menerimanya dengan sangat baik.

"Mama Hasna, Haidar mana?"

Wanita yang tengah menyiapkan makanan itu tertegun sebentar sebelum menjawab.

Sejelas Idzhar (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang