25 - Kehilangan istri.

3.4K 251 12
                                    

Alvy tersenyum paksa dengan air mata yang masih berderai. "Vier..." panggilnya lemah.

"Aku disini, jangan takut lagi." lirih Xavier sembari memeluk pria-nya dengan sangat erat.

Semua anak buah Xavier juga sudah mengamankan mayat Selena. Mereka juga mengamankan Hee Jun yang sepertinya mengalami gangguan jiwa. Bahkan Jun terus memeluk salah satu bodyguard wanita Xavier yang berpakaian serba hitam , serta memanggilnya dengan nama Selena.

Xavier hanya mematung sambil memeluk Alvy ketika menyaksikan pembunuhan di depan matanya langsung. Ia sangat bersyukur Alvy nya baik-baik saja.

Xavier tidak dapat membayangkan, bagaimana jika Alvy mengalami apa yang Selena alami.

"Kenapa kamu bisa di sini Vier? Harusnya kamu di rumah sakit."

"Putra kita yang membangunkan ku. Cio bilang, Selena menarik mu pergi dengan kasar oleh orang-orang berbadan besar dan menyeramkan. Setelah itu aku dapat laporan karyawan ku ,bahwa kau di bawa ke Hotel milik ku."

"Cio?" tanya Alvy tak percaya.

Xavier malah terkekeh. "Karena aku tak kunjung bangun, dia mencabut infus ku. Kau tahu?" Cicit Xavier sembari menunjukkan tangannya yang terluka.

"Tapi aku bersyukur. Jika tidak, aku mungkin tidak akan melihatmu lagi sekarang." lanjutnya.

"Terimakasih Vier."

Xavier mengangguk dan merangkul bahu Alvy. "Ayo, kita harus mengurus jasad Selena." ujar Xavier sembari membawa Alvy pergi dari sana.

******

Sudah hampir satu tahun setelah kepergian Selena, Alvy masih memilih hidup sendiri. Alvy merasa sangat bersalah karena kematian Selena hari itu. Ia merasa Selena mati karenanya, karena menyelamatkan dirinya. Dan ia terus di hantui rasa bersalah itu. Disisi lain, ia juga kasihan dengan Xavier.

Sudah satu tahun lamanya, dan Xavier masih setia menunggunya. Xavier setia disisinya, juga menjaganya serta Cio. Padahal selama ini Alvy tidak pernah memberikan kejelasan atas hubungan mereka.

Alvy menatap sendu ke arah Xavier dan Cio yang tengah mewarnai sebuah buku bergambar. Semenjak Cio masuk sekolah, Xavier selalu menemaninya belajar setiap hari. Bahkan sebelum berangkat kerja, Xavier juga mengantar dirinya dan Cio ke sekolah terlebih dulu.

"Dad, apa gambar ku bagus?" tanya Cio antusias, sedangkan Xavier hanya angguk-angguk sembari mendaratkan kecupan.

"Papa, lihat gambar ku!" teriak Cio yang dalam sekejap membuyarkan lamunan Alvy.

"Ohh, mana coba papa lihat!" Alvy menghampiri anak dan ayah itu, lalu duduk disisi mereka.

Mereka melihat gambar-gambar buatan Cio bersama. Terlihat ada satu halaman yang bergambarkan dua laki-laki dewasa dan satu anak laki-laki, serta satu lagi peri wanita yang di gambar di atas langit. Gambarnya tidak terlalu bagus, namun sangat bermakna.

"Ini gambar apa sayang?" tanya Xavier sambil menunjuk ke arah peri yang ada di atas langit.

"Ini adalah gambar aku, papa Alvy dan daddy Vier. Yang ada di langit adalah mommy. Kata papa, mommy sudah di surga. Benar kan pa?"

"Iya sayang." setelah mendapat kecupan dari papanya, pandangannya pun beralih ke arah Xavier.

"Daddy Vier tidak akan pergi juga kan? Cio sayang  sama dad."

"Dad janji akan temani Cio sampai Cio dewasa. Sampai Cio menikah, oke?"

"Aku akan menikah dengan kakak Ryder. Benar kan dad, pa?"

Alvy mencubit pipi putranya dengan gemas karena sikap genitnya yang begitu lucu. Sedangkan Xavier hanya terus tertawa saja menatap dua orang yang dicintainya.

Xavier sangat berharap, kebersamaan ini akan terus mereka jalani selamanya. Dan Xavier juga sangat berharap... Alvy akan menerimanya suatu hari nanti.

*****

Seperti hari-hari biasanya, Xavier akan pergi pulang setelah Cio tertidur. Dan ia akan kembali datang untuk sarapan bersama, itulah rutinitasnya setiap hari.

"Kamu sudah akan pulang?" tanya Alvy, sambil memberikan jaket yang Xavier punya.

"Hm, jaga dirimu ya?" Xavier menerima uluran jaket itu, lalu menarik Alvy kepelukan nya sebentar.

Ia mengusap-usap kepalanya, lalu mencium puncaknya. "Have a nice dream ." Bisik nya.

Saat Xavier hendak pergi Alvy meraih pergelangan tangannya, Xavier menatap Alvy seolah menunggu pria manis itu berbicara.

"Vier, kurasa... aku sudah siap menerimamu."

Satu alis Xavier terangkat. "Maksudnya?"

"Ya, kita bisa menikah. Aku nggak mau Cio nanti bertanya-tanya dengan apa hubungan kita sebenarnya."

"Tapi, apa kamu mencintaiku?" tanya Xavier.

"Apa kamu bodoh? Tentu saja aku mencintaimu." ucapnya dengan terkekeh dan di sertai derai air mata.

Xavier tersenyum. Lalu tiba-tiba menarik tubuh Alvy dan memeluknya serta mencium wajahnya berulang kali.

"Aku juga sangat mencintaimu Vy, satu tahun aku menunggu jawaban ini. Jadi... kita bisa menikah besok?"

"Hm." jawab Alvy malu-malu.

"Tapi tunggu dulu... Kamu nggak lagi mabuk atau sakit kan? Kenapa tiba-tiba -"

"Ssttt..." Alvy menempelkan jari-nya ke bibir Xavier dan menggeleng.

Lalu pria manis itu mengalungkan kedua tangannya ke leher Xavier. "Menurutmu bagaimana?" bisiknya, tepat di wajah pria tersebut. Suaranya begitu membuat tubuh Xavier merinding seketika.

"Aku gemetar sayang." kekeh Xavier dengan seringai mesumnya.

"Kenapa kamu bisa gemetar?" tanya Alvy bingung.

"Bukan aku, tapi yang dibawah yang gemetar. Kamu jangan terlalu menempel pada Xavier junior seperti ini. Aku sudah satu tahun loh nggak dapat jatah."

"Yakin? Aku nggak percaya. Paling di belakang aku kamu main sama mereka-mereka yang butuh uang seperti dulu."

"Omong kosong. Sejak saat kita di Maldives, dia hanya berdiri ketika melihatmu." bisik Xavier sensual, sembari mengusap bibir ranum Alvy perlahan.

Usapan itu, lama-lama menjadi tekanan pelan yang membuat tubuh Alvy bergelanyar aneh. Darahnya berdesir panas, seakan menginginkan Xavier melakukan hal lebih.

Perlahan Xavier menempelkan bibirnya, melumatnya, serta meresapi rasa manis dari bibir Alvy secara lembut.

Alvy membalas sapuan lidahnya. Tidak munafik, ia juga merindukan hal itu selama ini. Lidah Xavier terus bermain-main di dalam rongga mulut Alvy. Ia mengabsen setiap gigi yang ada di sana, serta bertukar saliva dengan sensual.

Hingga, sebuah tepukan pelan di dada Xavier menandakan bahwa Alvy butuh oksigen. Xavier melepas pagutannya, dan kini berpindah ke leher jenjang Alvy. Di kecupnya leher itu, hingga meninggalkan beberapa tanda kepemilikannya.

"Kamu mau?" bisik Xavier.

"Kita menikah dulu." jawab Alvy yang membuat wajah Xavier terlihat tidak senang.

"Hm? Baiklah."

Alvy merasa sangat malu saat ia merasakan tonjolan yang begitu keras di perutnya. Ia tahu, Xavier pasti sangat terangsang akibat ciuman panas beberapa detik lalu.

"Kalau begitu aku pulang dulu." bisik Xavier dengan nafas berat, lalu mendaratkan ciuman singkat di bibirnya.

"Adikmu keras sekali sepertinya." ucap Alvy tiba-tiba dengan wajah meledek.

"Kau merasakannya? Sepertinya bukan hanya aku, tapi milikmu juga."

"Dasar mesum! Sana pergi!" kekeh Alvy malu-malu, lalu mendorong pria itu untuk keluar dari rumahnya.

"Aku akan menikahi mu besok! Dan kau harus bertanggung jawab untuk menidurkannya." Cicit Xavier sambil menunjuk miliknya yang terlihat menyembul di dalam celana.

Hal itu membuat wajah Alvy semakin memerah padam.

XAVIER (BL) - TAMAT ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang