O8.

591 118 10
                                    

Happy reading!

"Makhluk apa itu?"

"Entahlah," jawab Heesung sambil berjalan mendekati Jay yang sibuk memerhatikan tubuh si kadal. "Kau tahu sesuatu?"

Jay menelengkan kepala. Ia menggunakan pedang Jake untuk menggerakan tubuh si kadal yang sudah kaku. "Aku sepertinya pernah melihat ini."

"Klan Pemburu pasti tahu..." gumam Jungwon. Ia melirik sekilas ke arah Dewi Winna yang sepertinya masih kaget dengan apa yang terjadi. "Mungkin makan malam ini harus ditunda, Dewi. Anda bisa beristirahat sementara kami membereskan kekacauan ini."

Dewi Winna, entah kenapa terlihat sangat pucat, menggangguk. Ia langsung berbalik dan keluar ruangan. Beberapa prajurit yang berjaga di pintu langsung mengikuti sang dewi.

"Akan aku panggilkan pelayan." Karina menyela. Ia baru hendak pergi ketika tangan Sunghoon menahan pergelangan tangannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Sunghoon, merasa tidak enak karena sudah mendorongnya dengan keras.

Karina tersenyum kemudian mengangguk. "Terima kasih, Sunghoon. Aku tidak apa-apa. Aku pergi dulu," lanjutnya sambil keluar ruangan.

Sementara Karina memanggil pelayan, ketujuh laki-laki mengerubungi tubuh sang kadal. Masih penasaran dengan makhluk aneh ini. Pasalnya ia tidak bisa disebut seratus persen kadal. Ia memiliki tubuh yang lebih besar dari buaya jantan. Tubuhnya dilapisi cangkang yang begitu tebal dan kuat, persis seperti kura-kura. Jari pada keempat kakinya terlihat persis seperti milik manusia, hanya saja dilapisi sisik tebal. Lidah dan giginya lebih terlihat seperti ular. Sungguh makhluk yang aneh.

Seharusnya mereka tidak heran karena Amethyst memang dihuni oleh makhluk-makhluk aneh.

Sunghoon harus menginjak tubuh sang kadal untuk bisa mencabut pedangnya. Walaupun cangkangnya sangat tebal, tapi pedang para Lord bisa menembusnya dengan mudah. Laki-laki bertubuh jakung itu mengibaskan pedangnya yang berlumuran darah. "Apa kita akan terus memerhatikannya seperti ini? Baunya amis sekali."

"Lebih baik kita singkirkan dulu," usul Sunoo. Ia setuju dengan pernyataan bahwa makhluk ini amis sekali.

Jay baru saja hendak menyeret tubuh sang kadal ketika terdengar teriakan seorang gadis dari lantai atas.

"Ningyi!" Niki langsung menyetap pedangnya dari atas meja kemudian berlari keluar ruangan.

Mereka langsung melupakan soal kadal. Semuanya menyetap pedangnya dan ikut berlari keluar ruangan. Begitu mereka sampai di lantai teratas, kastil tiba-tiba menggelap. Semua lilin dan obor mati, seolah api baru saja lenyap dari dunia ini. Api biru muncul dari telapak tangan Niki yang berdiri di ujung tangga teratas. Gadis bernama Ningyi terlihat terengah-engah dan panik di belakang tubuh Niki. Di hadapan mereka, jasad kadal lain tergeletak dengan pedang Niki menancap di kepalanya.

"Apa yang terjadi?" tanya Jake, sedikit takut.

"Kalian semua bisa melakukan ini. Buka telapak tangan kalian," perintah Niki yang langsung dituruti oleh keenam laki-laki lain. Niki menepuk tangannya sekali kemudian api biru terlihat terbagi menjadi enam bagian. Dengan cepat, api mendarat di telapak tangan masing-masing.

"Woah!" Jay takjub. Matanya menelisik api biru yang melayang tanpa perantara apapun di atas telapak tangannya. "Keren juga!"

"Jangan berpikir apinya akan mati karena mereka membaca pikiran kalian." Niki melanjutkan. Ia memindahkan api ke tangan kanannya, sementara tangan kirinya meraih pedangnya. Ia menendang tubuh sang kadal untuk menyingkir dari jalannya. "Ada sesuatu di sana."

THE AMETHYST: The Seven Lights Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang