19.

549 105 5
                                    

Happy reading

Jungwon panik luar biasa. Ia mengeram dan dengan tenaga panik, ia berhasil menusuk tiga varanus dalam waktu singkat. Di depannya, Niki mulai terbungkus api biru. Panasnya terasa sampai tempatnya berdiri, padahal jaraknya lumayan jauh.

Niki kembali menoleh ke arah Jungwon. "Tidak apa-apa, ini satu-satunya cara."

"Ayo pikirkan cara lain, Niki!"

Niki menancapkan tongkat sihirnya, membuat Alena tiba-tiba terikat tali yang dialiri listrik biru. Talinya sangat kuat, sampai-sampai Alena tidak bisa bergerak. Semuanya terlihat lambat di mata Jungwon. Heesung tergigit Varanus di belakang sana, membuatnya memekik kesakitan. Sunghoon melompat ke tubuh Varanus dan berusaha melepaskan gigitannya dengan Heesung. Sunoo terlempar dan menabrak Jay hingga tercebur kolam. Jake juga terpojok karena prajurit pohonnya tergigit Varanus, persis seperti semut yang mengerubungi pohon.

Air mata Jungwon mengalir bersamaan dengan pergerakan Niki berlari ke arah Alena. Ia membunuh satu lagi Varanus dan berlari ke arah Niki. Cahaya biru memancar begitu kuat. Api yang diciptakan Niki begitu panas. Tapi Jungwon tidak peduli, bahkan jika ia harus ikut hancur dengan Niki, ia sama sekali tidak masalah.

Jungwon sudah mencapai tempat di mana tongkat sihir tertancap sebelum sebuah ledakan terjadi. Ia terlempar jauh ke belakang. Jake yang berada di dekatnya langsung membantunya berdiri. "Bagaimana ini?"

Jungwon sudah tidak bisa menjawab karena panik. Air matanya mengucur deras. "Niki..." Ia mencengkram lengan Jake sambil menangis. "Niki..."

"Iya?"

Jungwon menoleh ke sisi kanan tubuhnya. Niki baru saja diturunkan oleh Raksasa Pohon milik Jake. Jungwon langsung tertegun. "Trus siapa yang di sana?"

Niki menahan tawa karena melihat wajah Jungwon dipenuhi air mata, tapi ia cepat-cepat kembali serius dan melangkah mendekati Jungwon. "Dewi Winna."

Benar. Dewi Winna berdiri di depan Alena. Kedua tangannya mencengkram erat dahi Alena yang masih terikat tali biru. Api biru masih membungkus di tempat mereka berpijak. Cahaya biru terpancar dari tongkat sihir. Alena terlihat semakin kesakitan sementara wajah Dewi Winna mulai memerah karena apinya semakin panas.

"Aku tidak akan membiarkan keturunan Lord Yoongi mati karenamu," kata Dewi Winna kepada Alena.

Alena masih mengerang kesakitan. Ia juga mulai terbakar.

Dewi Winna menoleh ke arah Niki dan Jungwon yang berdiri di dekat tongkat sihir. "Terima kasih, anak-anak. Aku sangat berhutang budi dengan kalian. Aku titip Karina."

Niki menundukkan kepalanya sopan. Ia menghela nafas sambil menggerakkan tangannya. Tidak ada cara lain. Seorang penyihir hitam sehebat Alena hanya bisa dihancurkan jika penyihir lainnya ikut hancur dengannya, layaknya sebuah bom bunuh diri. Setidaknya itu yang ia dan Dewi Winna tahu.

Langkah terakhir sebelum Niki menyelesaikan mantranya untuk menghancurkan mereka, seorang gadis bergaun putih berlari dari gerbang kastil. Tangannya sudah menyentuh api biru sebelum Sunghoon menariknya menjauh.

"Karina! Berhenti! Kau bisa hancur juga!"

Karina memberontak. Air matanya mengucur deras. Ia berusaha melepaskan diri tapi Sunghoon justru melingkarkan tangannya di lehernya. Tenaga Sunghoon begitu kuat untuknya. "Ibu... jangan tinggalkan aku!"

Sunghoon berjalan mundur, membawa Karina menjauhi Dewi Winna dan Alena. Ia menahan tubuh Karina sekuat tenaga sekalipun gadis itu mulai melayangkan pukulannya.

"Ibu!!!" Karina semakin memekik. Tangisnya semakin keras.

"Tidak ada cara lain, Karina!" bentak Sunghoon.

THE AMETHYST: The Seven Lights Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang