11.

488 102 2
                                    

Happy reading!

"Sakit! Bodoh!" hardik Park Sunghoon kala Sunoo mengobati kakinya yang tertusuk anak panah.

"Kalau kau diam aku akan bekerja lebih cepat!" Sunoo tidak kalah emosi. Sunghoon adalah pasien terakhir dari komplotan ini yang terluka, tapi mengobati anak itu menghabiskan waktu hampir sejam.

"Ku pikir Klan Perang tidak bisa merasakan sakit," tutur Jake asal-asalan.

Berbuah satu tatapan tajam dari sang keturunan pemimpin Klan Perang. "Kau pikir aku terbuat dari batu?"

"Bisa tidak kalian diam? Aku agak pusing." Heesung menyela. Kalau saja mendengar Sunghoon dan Jake berdebat adalah sebuah pahala, mungkin Heesung sudah masuk surga sekarang.

Terdengar helaan nafas dari Niki yang baru kembali setelah memanjat atap untuk mengintip ke luar. "Aku sungguh tidak tahu harus apa."

"Jungwon kau ada ide?"

"Aku juga pusing," jawab Jungwon tanpa membuka matanya.

Mereka terjebak di loteng sebuah gedung yang mereka sebut sebagai Penjara Batu. Letaknya di pinggir Gedung Prajurit milik Klan Perang. Para prajurit berhasil menangkap mereka dan menjebloskan mereka ke penjara.

Ruangan ini berukuran sangat kecil. Mereka terpaksa menunduk jika tidak mau kepala mereka terbentur atap batu. Ada jerami sebagai alas lantai batu yang cukup membantu mereka untuk rebahan. Pedang dan barang-barang mereka disita. Hanya Sunoo yang berhasil menyeludupkan kotak obatnya ke dalam sini.

Ada sebuah celah di atap yang mengarah langsung ke pekarangan depan penjara. Cukup untuk mengintip bagaimana keadaan penjara di luar sana. Beberapa prajurit berjaga dengan cross-bow mereka di bawah sana.

"Aku akan membuat signal untuk Ningyi, tapi ada banyak prajurit."

Heesung agak tertarik dengan perkataan Niki, ikut memanjat dan mengintip dari lubang. "Alihkan perhatiannya."

"Caranya?"

Heesung mengalihkan pandangan. Ia mematahkan sebuah batang kayu yang menonjol di atap. "Kau bisa membuat api, bakar ini lalu lempar."

"Ide bagus." Niki menggosok tangannya. "Kau juga bisa membuat api tapi oke, biar aku lakukan."

Sejurus kemudian, api biru mengalir dari telapak tangan Niki dan mengalir ke batang kayu di tangan Heesung.

Heesung tadinya ingin menghindari apinya, tapi ternyata tidak terasa panas sama sekali. Ia kembali mengintip dari lubang. Sekuat tenaga ia melempar batang kayu sejauh mungkin.

Kayu berhasil jatuh tumpukan jerami dekat pintu keluar-masuk. Api dengan cepat membakar tumpukan jerami itu dan berhasil membuat para prajurit panik.

Tangan Niki bergerak dan sebuah cahaya biru meluncur ke udara, berputar-putar sebentar lalu menghilang di langit. Niki dan Heesung langsung turun dari atap.

"Ngapain kalian?"

"Membuat signal untuk mencari bala bantuan."

Jungwon mengangguk. "Pemikiran yang bagus."

Sunghoon terkekeh. "Kau merasa tersinggung karena seharusnya kau yang berpikir."

Jungwon melempar tatapan sinis ke arah Sunghoon. "Jangan terlalu mengotak-ngotakkan tugas. Mungkin saja nanti kau harus mengurus domba bukan Jay!"

Sunghoon mendecak. Ia memilih untuk kembali menutup matanya.

"Aku penasaran dengan Jay," celetuk Sunoo tiba-tiba.

THE AMETHYST: The Seven Lights Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang