14.

489 101 1
                                    

Happy reading!

"Huh, gadis-gadis bunga itu lama sekali," keluh Jungwon. Ia mengintip dari lubang kunci di pintu. Benar, mereka dikunci dari luar.

Heesung ikut mengintip dari lubang kunci. Ia tampak berpikir sebentar sebelum menoleh ke arah Sunghoon. "Boleh aku minta satu anak panahmu?"

Sunghoon yang sibuk rebutan kacang almond dengan Jay mengangguk. Ia menunjuk cross-bownya di atas meja dengan dagunya. "Ambil saja." Kemudian kembali berdebat dengan Jay dan Jake.

"Kau mau apa?" Tanya Jungwon begitu melihat Heesung sibuk mengutak-ngatik lubang kunci dengan anak panah.

"Membobol kuncinya," katanya santai sebelum akhirnya pintu terbuka. Ia mengangguk bangga dan kembali menutup pintu. "Mudah."

Jungwon terkekeh. Ia menepuk pundak Heesung dan kembali bergabung dengan yang lainnya. Setelah mengintip sebentar dari jendela, ia duduk di sofa. "Jadi, kita buat rencana dulu. Seo Eunkwang sepertinya sudah menarik prajuritnya karena Winter ada di sana untuk berbicara dengannya. Ini berarti kesempatan untuk kita kabur dan menyempurnakan Agathe di Goa Melayang."

Yang lainnya ikut mengangguk sambil mendengarkan Jungwon. Otaknya memang yang paling berguna dari sekian banyak otak di komplotan ini. Ia bisa menyusun rencana A sampai rencana Z dalam waktu singkat. Ia bahkan menjelaskan dengan sangat mudah karena ia tahu teman-temannya agak idiot. Lihat saja bagaimana Jake berkali-kali berkata ia tidak mengerti. Tiba-tiba...

BRAKKK!!!

Pintu dibuka dengan sangat tidak manusiawi. Di ambang pintu, Karina berdiri dengan wajah tertekuk. Gaunnya menyapu lantai begitu ia jalan masuk ke dalam ruangan. "Hentikan si Raksasa Pohon sebelum ia merobohkan gerbang kastil, Jake!"

Jake yang tadinya sedang meneguk air dari botol, mendecih. Ia menengok ke luar jendela. Si Raksasa Pohon hanya berdiam diri dengan sebelah tangan bertumpu pada pintu gerbang kastil. Kakinya menyentuh air di kolam ikan besar yang ada di sisi kanan halaman kastil. Sebenarnya, ia tidak melakukan apa-apa selain menunggu perintah Jake, tapi gerbang kastil bisa saja rubuh karena berat badannya. "Dia tidak melakukan apa-apa."

"Hentikan," kata Karina dengan nada sedikit memaksa.

Jake mendecak. Ia menggerakkan pedangnya di lantai seiringan dengan si Raksasa Bergerak ke sisi kiri halaman kasil. Kemudian Jake menghentakkan pedangnya ke lantai, dan si Raksasa Pohon kembali menjadi pohon cemara. "Puas?"

"Tidak." Karina menjawab dengan cepat. Kali ini ia menoleh ke arah Niki. "Serahkan tongkat sihir Lord Yoongi."

Niki yang tadinya tidak terlalu tertarik dengan arah pembicaraan Karina, menoleh. Alisnya terangkat. "Tongkat itu milikku. Aku anak Lord Yoongi."

"Apa aku terlihat peduli?" Karina menjawab dengan ketus. "Kalian bukan keturunan Lord yang kami inginkan!"

"Kami? Kau dan ibumu?" Sunghoon bertanya. Seperti biasa, tidak punya sopan santun. Lihat saja sekarang ia bertanya dengan tubuhnya berada dalam posisi rebahan dan sambil mengunyah kacang almond. "Atau kau dan Seo Eunkwang?"

"Kami semua!" Kali ini nada bicara Karina meninggi. "Ibuku, Seo Eunkwang dan Ametharian! Kau membuka portal Agathe dan mencelakai banyak orang!"

Jay mendecih. Ia menyomot kacang almond Sunghoon kemudian bersandar pada sofa yang ditiduri Sunghoon. "Seharusnya kau marah dengan Panglima Perangmu karena sudah sembarangan membuka portal Agathe."

Karina mengerutkan kening. "Maksudmu?"

Jay menegakkan badan, menatap Karina dengan tatapannya yang menusuk. "Apakah kau sudah bertanya dengan Seo Eunkwang yang bermain-main dengan pedang Niki, Nona?"

Karina bergeming untuk beberapa saat. Rahangnya terlihat mengeras, mungkin sebal karena Jay justru menyeringai setelah memenangkan perdebatan. "Seo Eunkwang tidak mungkin berbohong padaku. Serahkan tongkat sihirnya. Sekarang."

"Kau mau bukti?" Tanya Jungwon. Ia mengeluarkan pedangnya kemudian menancapkannya di hadapan Karina.

Sejurus kemudian, muncul gambaran ruangan ini. Mereka semua terlihat sedang bersantai, kemudian gambar sedikit kabur dan pintu ruangan di buka. Jungwon mengerutkan kening sambil melirik ke arah Karina. Gambaran kembali terulang ke detik di saat Karina masuk ke ruangan. Ada sebuah bayangan hitam yang mengikuti gadis itu ketika ia masuk ke ruangan. Dengan cepat, Jungwon mencabut pedangnya. Ia menendang sofa hingga Sunghoon menengok ke arahnya.

"Serahkan tongkatnya, anak-anak biadab!"

Jungwon membalikkan badan menghadap Karina. Tangannya ia lipat di belakang. "Apa katamu? Biadab?"

"Serahkan. Tongkatnya."

"Kau tidak bisa mengikuti langkah kaki Karina yang mengeluarkan percikan warna emas, 'kan?"

Detik itu juga, tangan sang gadis terangkat untuk mencekik Jungwon. Karena pergerakannya yang sangat cepat, Jungwon tidak sempat menghindar. Ia mendorong tubuh Jungwon hingga menabrak tembok.

"Jungwon!"

Walaupun otaknya belum mencerna apapun, tapi gerakan refleknya membuat Sunghoon langsung meloncat ke arah Karina dan menariknya menjauh dari Jungwon. Begitu tangannya berhasil lepas, ia mendorong Karina ke arah pintu hingga gadis itu tersungkur. Heesung dengan cepat melemparkan cross-bow ke arah Sunghoon.

Gadis itu mengeram sambil menggeliat di lantai. Jari tangannya berangsur-angsur menghitam, lalu menjalar ke tangannya, ke kaki, ke dada hingga ke wajahnya. Karina bukan Karina, melainkan...

"Alena..."

Keadaan tiba-tiba menggelap. Api-api di obor langsung mati begitu tubuh Alena berubah sempurna. Masing-masing dari mereka langsung membuat api dengan tujuh warna berbeda di tangan mereka.

"Plan C!" teriak Jungwon sambil melompat mengambil pedangnya.

Di ujung sana, Alena mulai bergerak. Ia tertawa sarkas. "Aku terkesan, anak-anak. Ternyata kalian lebih baik dari yang aku pikirkan."

"Cerewet."

Di depannya Sunghoon menembakkan puluhan anak panah dari cross-bownya. Jake dan Jay mengambil posisi di sebelah Sunghoon karena memang mereka yang paling jago. Niki dan Sunoo mengamankan tongkat sihir dengan tas kotak yang dibuat Heesung. Niki masih sibuk membaca mantra untuk melindungi tongkatnya. Sedangkan Heesung, ia membuka jendela dan membuat tangga darurat.

"Tangganya siap!"

"Niki! Pergi lebih dulu!" Jungwon berteriak, mulai panik pasalnya Alena mulai melawan.

Niki mengangguk. Ia menggendong tas kotak itu di punggung kemudian melompat ke arah jendela. "Sunoo, ikut aku!"

Sunoo juga melompat ke arah jendela, tapi kemudian sesuatu menariknya menjauh. Membuatnya terseret kembali ke dalam ruangan. Untungnya Jungwon refleks menangkap Sunoo. Keningnya berdarah karena menabrak ujung meja dengan sangat keras.

Alena, ternyata cukup kuat untuk menghadapi tujuh keturunan Lord.

"Niki, tetap pergi!" Kata Heesung dengan panik. Dari sudut matanya, ia bisa melihat Sunghoon mulai terluka karena berkali-kali menjadi sasaran empuk Alena.

"Heesung, ikut Niki! Kami akan turun dengan tangga konvensional!" Perintah Jungwon.

Mendengar itu, Niki dan Heesung langsung bergerak turun. Jendela tertutup begitu tubuh Heesung keluar jendela. Karena kamar mereka terletak di lantai yang cukup tinggi, mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menuruni tangga.

Tiba-tiba dari arah atas, tubuh Jay terlempar menembus jendela. Pecahan kaca berjatuhan bersamaan dengan tubuh Jay tertarik gravitasi ke tanah.

"JAY!!!" pekik Niki dan Heesung bersamaan.

Keadaan sudah gelap total. Entah karena memang sudah malam atau langit Amethyst tiba-tiba diselimuti awan kelabu, mereka tidak bisa melihat apa yang terjadi dengan Jay di bawah sana. Jatuh dari ketinggian setinggi itu tentu bisa membuatnya cedera bahkan mati. Keadaan semakin mencekam kala Alena terbang dari jendela yang sudah pecah.

Mereka terdesak.

—🗡—

iya ini semakin ngalur ngidul :"D

THE AMETHYST: The Seven Lights Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang