Zevan menuju ke balkon kamarnya untuk menikmati udara sore sehabis hujan.
Tangannya bergerak menyentuh tanaman hias yang ada di sana. Ada bekas air hujan yang menempel. Ia menarik sudut bibirnya sekilas.
Kemudian ia menengadahkan kepalanya, menarik napas dalam. Aroma sehabis hujan sangat ia sukai.
Pria itu bertumpu dengan tangan di atas pagar pembatas yang ada di sana, memandang sekitar dengan tatapan datar andalanya, meski begitu, hatinya sungguh menghangat.
Ponselnya berdering di atas tempat tidurnya. Ia menoleh sebentar, namun tak berniat mengangkat panggilan itu. Biarkan saja, pikirnya.
Ia kembali menatap sekitar, benar-benar cantik.
Air sisa hujan yang terkena cahaya mentari senja seperti menyihirnya dalam kenyamanan.
Ah, lagi-lagi ponselnya berdering, pria itu berdecak kesal.
"Menganggu!" desisnya.
Namun tak urung ia tetap melangkah memasuki kamarnya, mengambil ponselnya dengan malas.
Tatapannya semakin datar setelah tau siapa yang menelponnya.
"Gadis itu lagi."
Zevan benar-benar dibuat kesal dengan Eisha, entah apa yang ada di pikiran gadis itu. Mengapa sekarang jadi begitu "agresif" padanya.
Zevan menonaktifkan ponselnya, lalu melemparnya asal ke atas kasur, ia benar-benar ingin menikmati momen senja sehabis hujan, takkan ia biarkan siapapun menganggunya. Camkan!
.
.
."Gimana?"
"Masih ga diangakat, Ta."
Eisha meremas ponselnya kesal, melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mengerucut sebal.
"Ngartis banget sih dia, sok ganteng." komentar Meta ikutan kesal.
"Emang ganteng Meta!!" decak Eisha tak terima Zevan dikatain sok ganteng, padahal dia lagi kesal dengan pria itu.
"Galak bener. Lo selama ini ga pernah jatuh cinta, eh sekalinya jatuh cinta bar-bar banget ya?" ujar Meta, mereka sekarang sedang berada di kamar Eisha, sejak tadi Eisha berusaha menelpon Zevan atas saran dari Meta, katanya suruh gercep biar bisa dapetin Zevan.
"Yakan Zevan emang ganteng."
"Iya-iya percaya dah."
"Ini gimana ih? Dianya aja kaya gitu. Dideketin malah guenya diusir, giliran ditelpon ga diangkat, gimana mau memulai keakraban, gimana bisa deket, Ta? Huwaa..." rengek gadis itu.
Meta langsung menutup mulut Eisha dengan tangannya, "Ssst, gausah berisik!"
Eisha melepaskan tangan Meta dengan kasar, "Bau tau!"
Meta mendelik. "Enak aja, wangi!" ucapnya sambil mencium tangannya sendiri.
"Tuh wangi tuh!" ia menempelkan tangannya lagi pada hidung Eisha.
"Gamau, bau Meta ih!" jawab Eisha menyingkirkan tangan Meta.
"Wangi Sha! Hidung lo aja yang deket sama mulut, makannya bau!" rutuk Meta kesal. Eisha tertawa dibuatnya.
"Bercanda bos, bercanda, hahaha."
Meta mencebik, "Ga gue bantuin lagi mampus lo." ancamnya.
"Eh jangan dong, hehe maap deh. Ya ya ya???" bujuk Eisha.
"Ck, murah banget ati gue, dibujuk gini doang luluh!" rutuk Meta pada dirinya sendiri. Eisha menahan tawa.
Meta lantas membenarkan posisi duduknya, tiba-tiba menatap Eisha dengan serius, Eisha menaikkan alisnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zeish
Teen FictionZEISH Awalnya Eisha berniat menyimpan perasaannya itu dalam hatinya saja, Namun siapa sangka? Seiring berjalannya waktu, ia justru dibuat kelimpungan sendiri dengan perasaanya, sampai ia bertekad menjadikan Zevan benar-benar menjadi hak paten milik...