"Ibumu masih belum bisa dijenguk, Ren." Kata Jun berusaha membuat Ren paham. Pria itu menyisir rambut Ren yang menutupi sedikit wajahnya yang tengah berbaring di atas kasur, sedangkan ia duduk di samping kasur itu, ikut membaringkan kepala di sisi Ren yang daritadi terdiam setelah puas menangis.
Ren tidak merespon tapi napasnya terhela panjang. Ia memandang Jun sekilas lalu membuang tatapannya ke arah sprei kasur dengan kosong.
"Sekarang makan, ya? Ren?"
Kepala Ren bergerak, mengelak ajakan itu. "Kau... yang makan." Kata gadis itu dengan suara yang serak.
"Aku akan makan bersamamu."
Ren pun mendelik pada Jun yang sudah nyengir jahil kepadanya. Gadis itu mendengus lalu bergerak mundur agar bisa bernapas dengan tenang. Berdekatan dengan Jun ternyata cukup menyita hatinya. Ia sempat tidak menyadari spasi yang tercipta antara dirinya dengan Jun--spasi yang hanya muat dua ruas jari orang dewasa.
"Kau masih suka padaku? Atau kau hanya kasihan padaku?" Cecar Ren yang terduduk di kasurnya, ia memandang Jun dengan tajam, penuh rasa curiga.
Telinga Jun berjengit mendengar pertanyaan itu, ia pun mengangkat kepala, memandang Ren dengan serius. "Apakah kau melihatku begitu?"
"Aku tidak tahu." Kilah Ren.
Jun mendesah kesal. "Ren!"
"Aku tidak tahu, Jun. Padahal kau tidak perlu mengurusiku... aku baru sadar sekarang, Tuhan..." Sebelum Ren menjambak rambutnya, tangan Jun sudah menahannya.
"Ren! Berhenti!"
"Tidak, Jun! Kau tidak perlu ikut campur dalam urusan keluargaku! Aku tidak suka dikasihani! Aku tid--"
"Aku suka padamu, Ren!" Jun memekik dengan gusar, wajahnya berubah frustasi, menatap Ren tepat di matanya sambil meremas tangan gadis itu agar tidak menjambak rambutnya untuk kesekian kali hari ini.
Ren terdiam, mencoba menelaah perasaan Jun lewat matanya yang berbinar--atau berkaca-kaca, entah Ren tidak bisa menebak. Gadis itu lalu menghela napas gusar dan membuang muka ke arah lain. Ia merasa bersalah dengan Jun tapi kini emosinya tidak stabil. Ia masih kesal dengan realita yang terjadi hari ini dan butuh samsak untuk meninju uneg-uneg yang tidak bisa dikeluarkannya dengan baik.
"Jangan memikirkan hal yang tidak-tidak." Kata Jun tegas, menarik tangan Ren dengan cukup kencang agar perhatian gadis itu kembali kepadanya.
"Ren!" Panggil Jun karena Ren terus menghindari tatapannya.
Yang dipanggil awalnya masih ingin mencuekkan pria itu, namun genggaman Jun makin kencang hingga ia harus menatap Jun dengan tajam agar tangannya tidak berdenyut kesakitan. "Sorry..."
"Kita makan sekarang, oke? Kau butuh obat penenang setelah ini."
"Jun! Aku tid--"
"Aku tidak akan meminta obat penenang kalau emosimu bisa terkendali, Ren. Kalau kau bisa membuktikan kalau kau baik-baik saja maka aku tidak akan meminta obat itu ke perawat." Jelas Jun membuat Ren sukses terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summertime [Complete]
FanfictionSetiap sekolah punya bintangnya masing-masing. Begitu pula dengan sekolah Lee Ren, perempuan berambut hitam panjang yang selalu suka berdiam di satu sisi perpustakaan sekolahnya. Lee Ren bersekolah di sebuah Sekolah Swasta Internasional sejak ia TK...