Tangan kanan Jun mengetuk pintu kamar Ren dengan pelan. Sudah beberapa hari ini ia tidak mendapatkan kabar dari gadis tetangganya itu, bahkan beberapa pesannya tidak dibalas. Jun jadi penasaran sampai memberanikan diri mengunjungi rumah Ren dan ia bisa masuk dengan mudah meski tidak menghubungi gadis itu terlebih dahulu karena pelayan keluarga Ren sudah mengenalnya.
"Jun!?"
"Hai, Ren..." Jun menyapa sambil nyengir. "Kau tidak membalas pesanku."
Ren yang matanya sedikit membengkak menghela napas lirih. Tentu saja pemandangan itu membuat cengiran di wajah Jun menghilang, tergantikan oleh dahi yang berkerut.
"Kau kenapa, Ren?" Jun memegang kedua bahu Ren dengan erat, kedua matanya melebar melihat gadis di depannya tersebut.
"T-tidak apa-apa." Jawab Ren lemah. Ia memegang lengan Jun dan mencoba melepas genggaman pria itu tapi gagal.
Jelas Jun tidak percaya dengan jawaban Ren. Gadis itu terlihat tidak baik-baik saja dan Jun ingin tahu apa yang terjadi dengannya, sehingga ia menggelengkan kepala dan mendorong Ren masuk ke dalam kamarnya. "Kau kenapa!?"
Selama beberapa saat Ren terdiam. Ia menyesal telah berbohong karena kondisinya sangat bertolak-belakang dengan jawabannya. Ia juga tidak bisa mengelak kehadiran Jun karena jauh di dalam lubuk hatinya, ia membutuhkan pria itu untuk mencurahkan isi hatinya soal sang Ayah yang benar-benar membuatnya terus bertahan di kamar untuk mengerjakan Essay.
"Ayahku..." Kata Ren dengan tenggorokan tercekat.
"Ayamu kenapa!?"
Ren tidak segera menjawab tapi tangannya menunjuk laptop yang menyala di meja belajarnya. "Aku tidak diperbolehkan ke rumah sakit sebelum selesai mengerjakan Essay."
Jun menghela napas diam-diam. Cukup mengejutkan karena pikirnya Ayah Ren tidak akan memaksa gadis itu menyelesaikan Essay karena Ibunya ada di rumah sakit. Lalu Jun pun menutup pintu kamar Ren dengan rapat dan membawa laptop gadis itu ke perpustakaan. "Ayo! Kau pasti bisa menyelesaikannya!" Ajaknya dengan senyum tipis.
Meski heran, Ren tetap menurut. Kepalanya terlalu pusing untuk mengerjakan Essay dan selama beberapa hari bertahan di kamar ia hanya berhasil mengetik satu kalimat pembuka untuk Essay itu.
"Kau harus menuliskan peta pembahasannya dulu. Ada berapa Essay yang harus kau kerjakan?" Tanya Jun begitu duduk di sofa Perpustakaan Ren, bersisian dengan sang pemilik ruangan itu yang menyandarkan tubuh tanpa memiliki niat untuk mengerjakan Essaynya.
"Lima. Dari 100 kata sampai 250 kata."
"Easy peasy." Jun menjentikkan jari, "pembahasan tentang diri sendiri, kan?"
Ren mengangguk lemah. Tiba-tiba tangannya menepuk lengan Jun. "Boleh istirahat sebentar?"
Tangan Jun menangkap tangan Ren yang hendak beranjak dari tangannya. Ia memegangnya dengan erat lalu menganggukkan kepala dengan tatapan teramat intens ke wajah Ren. Wajah yang masih merangut tanpa senyum, yang penuh dengan kekhawatiran yang tidak tampak jelas oleh mata.
"Kau mau tidur dulu?" Tanya Jun lembut dan Ren menggelengkan kepala.
"Aku kesal dengan Ayahku, Jun. Ia bahkan tidak peduli dengan Ibu." Ren mengeluh tanpa diminta, mulai mengeluarkan uneg-uneg yang mengganjal hatinya sejak kemarin. "Aku tidak peduli ia punya pacar atau simpanan. Tapi setidaknya biarkan aku menemani Ibu sampai..."
Ren tidak mampu mengucapkan kata selanjutnya dan hanya mendecakkan lidah lalu menutup kedua mata menggunakan satu tangannya yang tidak dipegang Jun. Ia frustasi berat dan tidak tahu harus berbuat apa. Ren bahkan tidak sadar kalau air matanya mulai luruh dan Jun memperhatikannya dalam diam.
"Aku tidak tahu..." kata Ren tercekat dan mulai meringis. Genggaman Jun pada tangannya menguat, pria itu otomatis duduk menghadap Ren dengan sempurna, masih dalam mode mendengarkan sambil menahan diri untuk tidak memeluk Ren.
"Somehow... aku membenci kehidupanku. Orang bilang keluargaku sempurna? Apakah mereka punya Ibu yang sakit? Apakah mereka punya Ayah yang tidak pernah peduli dengan keluarganya sendiri? Menjadi kaya bukanlah hal yang enak! Privilage sampah! Ayahku bahkan menyuruhku mengerjakan Essay saat Ibuku sekarat!"
"Aku... capek.... Jun..." Ren kembali meringis, kali ini lebih kencang setelah memyerukan kekesalannya. Ia tahu Jun berada di sana, melihatnya menangis seperti orang bodoh, tapi Ren sudah tidak peduli.
Jun menarik napas panjang di sisinya. Melihat Ren yang masih tersedu membuat hatinya mencelus. Ia tidak pernah merasakan apa yang dirasakan Ren saat ini karena dirinya terlalu cuek dengan kondisi keluarganya, apalagi kedua orangtuanya baik-baik saja. Sambil mengelus lengen Ren lembut (berharap hal itu dapat menenangkan Ren), Jun pun perlahan menarik gadis itu mendekat dan memeluknya dengan erat, membiarkan Ren menangis di atas bahunya.
"It's alright, Ren. Semua orang tidak pernah tahu apa yang kau hadapi jadi jangan dengarkan kata orang." Bisik Jun sambil mengelus punggungnya, ia tersenyum kecil saat Ren mengangguk meski tangisannya makin menjadi.
"Soal Ayahmu..." Kata Jun sempat tertahan saat benaknya mencoba mengubah ide menjadi kata-kata. Namun saat ia ingin mengungkapkannya, pemikirannya yang lain muncul. "Setelah kau tenang, coba tegaskan kepadanya. Aku tahu kau bisa, apalagi ini soal Ibumu."
"Memangnya ia akan mendengarkan!?" Seru Ren cukup kencang sampai Jun menarik diri untuk mendelik kepada Ren yang wajahnya sudah tidak karuan karena air mata.
"Kalau tidak didengar aku punya rencana kedua."
"Kau punya berapa rencana?" Tanya Ren sambil mendelik, matanya merah dan air matanya tertahan di pelupuk mata.
"Banyak." Jawab Jun dengan cengiran jahilnya yang sukses membuat Ren tersenyum kecil. Dan saat melihat pemandangan itu hati Jun jadi sedikit lebih tenang, ia menangkupkan wajah Ren dengan erat, menghapus jejak air mata yang tersisa di pipi gadis itu lalu mencium pipi Ren dengan lembut.
"Kau akan suka dengan rencanaku, Ren. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja!"
Don't forget to like and comment yaa kalau suka ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Summertime [Complete]
FanfictionSetiap sekolah punya bintangnya masing-masing. Begitu pula dengan sekolah Lee Ren, perempuan berambut hitam panjang yang selalu suka berdiam di satu sisi perpustakaan sekolahnya. Lee Ren bersekolah di sebuah Sekolah Swasta Internasional sejak ia TK...