13. Pemenang yang Didiskualifikasi

1.5K 188 0
                                    

"Sudah tahu fitnah, tapitetap enggak tahu caranyamembela diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sudah tahu fitnah, tapi
tetap enggak tahu caranya
membela diri."

—Dekik Cantik

¤¤¤

Sistem lomba cerdas cermat sangat sederhana, sesederhana ampas kopi hitam yang mengambang di permukaan air, pahit dari cairan hitam itu tidak terasa hingga mengalir begitu saja saat diesap, maka setara juga sederhananya Airin berdiri di salah satu meja bersama Elif di sebelahnya. Yaitu, dengan mempersiapkan diri untuk mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya hingga pertanyaan habis, lalu pemenang diumumkan sesuai perhitungan poin.

Kehadiran teman pendukung tidak lengkap satu kelas, dan satu-satunya orang yang dia kenal berada di tempat duduk penonton adalah Nathan. Airin juga tahu, teman sekelas harus dibagi dua karena cerdas cermat untuk pihak siswa sedang berlangsung setengah jam lebih dulu daripada mereka di ruangan yang lain.

"Pagiku hilang sudah melayang, hari mudaku sudah pergi, sekarang petang datang membayang, batang usiaku sudah tinggi. Tema dari puisi tadi adalah?" Pak Kanjut dengan setelan baju putih dan celana hitam berdiri di tengah-tengah ruangan tersebut --masih setia dengan pertanyaan demi pertanyaan yang dia bacakan untuk memandu perlombaan ini.

Airin sudah senyum-senyum sendiri selama bapak guru yang lucu itu membacakan soal, dan tepat saat kata adalah berada di ujung lidah, maka itu kesempatan emasnya untuk menggebrak meja dengan nyaring hingga suasana ruangannya kayak dilanda gempa.

"Jawabannya adalah ...." Dan lihatlah cara gadis ini menjawab. Siapapun tolong Nathan untuk memberanikan diri menghampiri gadis itu dan menggeplak kepalanya agar bermain santai. "Penyesalan," lanjutnya lantang.

Senyap.

Bahkan sialnya Airin seperti dihantui suara detak jantung seluruh manusia yang berada dalam satu ruangan dengannya ini, mendegum layak musik koplo, sudut penglihatannya meremang dengan ekspresi wajah Pak Kanjut begitu menegangkan seluruh urat syaraf.

"Benar."

Lagi-lagi pernyataan itu menambah poin mereka. "HUHUYYYYYY!" Suara kegaduhan dari kelas A1 mulai beraksi.

"MANTAP! MANTAP!"

"IKAN LAJANG, NAIK PINANG!"

"CAKEP!"

"ADA AJANG, KAMI MENANG!"

Seperti itulah gambaran ketika kelas mereka berhasil menjawab. Bisingnya dibiarkan sejenak, hingga akhirnya padam sendiri dan memberi ruang pada suara Pak Kanjut mengambil alih.

"Cukuplah kau angkat tangan sahaja. Tidak perlu pula gebrak-gebrak meja, kau membuat Bapak ter-kamcagiya dari tadi," ujar Pak Kanjut.

"Siap, Bapak! He he."

¤¤¤

Proses perlombaan yang dijalani Reffan dan Jendra tidak perlu dipertanyakan lagi. Kalau kata Jendra, jawab soal kontes itu seperti kamu yang akan makan ke kantin, pilihannya pasti tertuju pada masakan Teh Nia —alias sudah pasti; karena semua manusia punya pengetahuan, tergantung kamu mau mengingatnya atau tidak.

ASING : A Strange Friendship✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang